Gendhis Az-Zahra Bimantoro harus menerima takdir kematian ayahnya, Haris Bimantoro dalam sebuah kecelakaan tragis namun ternyata itu adalah awal penderitaan dalam hidupnya karena neraka yang diciptakan oleh Khalisa Azilia dan Marina Markova. Sampai satu hari ada pria Brazil yang datang untuk melamarnya menjadi istri namun tentu jalan terjal harus Gendhis lalui untuk meraih bahagianya kembali. Bagaimana akhir kisahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perang Opini
Setelah melalui pertimbangan yang matang, Bismo akhirnya menjatuhkan pilihan pada keluarga Wiryakusuma. Keputusan ini didasari oleh berbagai faktor, termasuk saran dari orang-orang terdekat, pertimbangan bisnis, dan tentu saja, kata hatinya. Bismo merasa bahwa Amanda Wiryakusuma adalah sosok yang paling tepat untuk menjadi pendamping hidupnya.
Kabar ini sontak saja menjadi berita heboh di berbagai media, terutama di BM Media yang dikomandoi oleh Malizi. Melalui narasi yang santun namun efektif, Malizi berhasil membuat masyarakat bersimpati pada Bismo dan keputusannya. Ia menggambarkan Bismo sebagai sosok pria yang kuat, mandiri, dan berani mengambil keputusan sulit.
"Bismo adalah contoh pria sejati," tulis BM Media dalam salah satu artikelnya. "Ia tidak hanya sukses dalam bisnis, tetapi juga memiliki hati yang mulia."
"Keputusan Bismo untuk memilih keluarga Wiryakusuma adalah pilihan yang tepat," tulis media tersebut di artikel lainnya. "Keduanya adalah keluarga besar yang memiliki visi yang sama untuk memajukan Indonesia."
Narasi yang dibangun oleh Malizi berhasil membentuk opini publik yang positif terhadap Bismo dan keluarganya. Masyarakat pun memberikan dukungan penuh atas keputusan Bismo.
"Saya salut dengan Bismo," kata seorang netizen di media sosial. "Ia adalah pria yang hebat."
"Semoga Bismo dan Amanda bahagia," timpal netizen yang lain.
Pemberitaan yang positif ini tentu saja menguntungkan bagi Bismo dan keluarganya. Citra mereka di mata masyarakat semakin baik, dan bisnis mereka pun semakin berkembang.
Namun, di balik semua itu, Bismo tetap rendah hati dan tidak ingin terlena dengan pujian yang diberikan oleh masyarakat. Ia menyadari bahwa kesuksesan yang ia raih tidak lepas dari dukungan orang-orang terdekatnya, terutama Renan dan Gendhis.
"Saya tidak akan pernah melupakan jasa kalian," kata Bismo, kepada Renan dan Gendhis. "Kalian adalah orang-orang yang selalu ada di samping saya, baik dalam suka maupun duka."
"Kami juga akan selalu ada untukmu, Mas," balas Gendhis, dengan senyum yang tulus. "Kamu adalah kakak kami yang terbaik."
Renan pun mengangguk setuju. Ia bangga dengan Bismo yang telah berhasil melewati masa-masa sulit dalam hidupnya.
"Kamu adalah inspirasi bagi kami semua," kata Renan, kepada Bismo. "Kamu telah membuktikan bahwa kita bisa meraih kesuksesan jika kita mau bekerja keras dan tidak pernah menyerah."
****
Keluarga Soenoto Djojowihardjo ternyata tidak menerima begitu saja keputusan Bismo. Mereka merasa harga diri mereka terluka dan tidak terima putri mereka ditolak. Melalui media yang mereka miliki, mereka melancarkan serangan balik, berusaha menjatuhkan citra Bismo dan keluarga Wiryakusuma.
Berita-berita negatif tentang Bismo dan Amanda mulai bermunculan. Media mereka menyoroti latar belakang keluarga Wiryakusuma yang dianggap tidak selevel dengan keluarga Soenoto Djojowihardjo. Mereka juga mengungkit-ungkit masa lalu Bismo yang dianggap tidak pantas bersanding dengan Amanda.
"Bismo tidak pantas mendapatkan Amanda," tulis salah satu media mereka. "Dia hanya anak dari keluarga biasa yang beruntung bisa sukses."
"Keluarga Wiryakusuma juga tidak pantas bersanding dengan keluarga Soenoto Djojowihardjo," tulis media yang lain. "Mereka bukan dari kalangan elit."
Berita-berita negatif ini tentu saja membuat masyarakat terkejut dan bingung. Banyak yang mulai meragukan keputusan Bismo.
Namun, Malizi, yang tidak ingin berita negatif ini berkembang dan merusak citra Bismo, segera melakukan serangan balik. Ia memanfaatkan BM Media untuk melakukan counter-propaganda.
Melalui artikel-artikel yang ditulis dengan narasi yang cerdas dan meyakinkan, Malizi membantah semua tuduhan yang dilayangkan oleh keluarga Soenoto Djojowihardjo. Ia menjelaskan bahwa Bismo adalah pria yang hebat dan mandiri, yang telah berhasil membangun kembali bisnis keluarganya dari nol. Ia juga menegaskan bahwa keluarga Wiryakusuma adalah keluarga yang terhormat dan memiliki kontribusi besar bagi bangsa.
"Bismo adalah contoh pria sukses yang patut dicontoh," tulis BM Media. "Ia adalah pria yang kuat, pekerja keras, dan berdedikasi."
"Keluarga Wiryakusuma adalah keluarga yang dermawan dan peduli terhadap sesama," tulis media tersebut di artikel lainnya. "Mereka telah banyak membantu masyarakat yang membutuhkan."
Narasi yang dibangun oleh Malizi berhasil meredam berita negatif yang disebarkan oleh keluarga Soenoto Djojowihardjo. Masyarakat pun kembali memberikan dukungan kepada Bismo dan keluarga Wiryakusuma.
****
Perseteruan antara keluarga Soenoto Djojowihardjo dan keluarga Wiryakusuma, mau tak mau, melibatkan Renan sebagai wakil dari G Group dan juga sebagai adik ipar Bismo. Renan menyadari bahwa perseteruan ini dapat berdampak buruk bagi bisnis mereka, terutama bagi citra G Group di mata masyarakat. Oleh karena itu, ia meminta Malizi untuk segera mengambil tindakan.
"Malizi, kita harus segera meredam perseteruan ini," kata Renan, dengan nada yang khawatir. "Kita tidak ingin citra G Group tercoreng akibat perseteruan keluarga."
"Saya setuju, Pak Renan," jawab Malizi. "Saya akan segera membuat berita yang menenangkan dan membuat kondisi kembali kondusif."
Malizi kemudian mengumpulkan tim redaksi BM Media dan memberikan arahan yang jelas. Ia meminta mereka untuk membuat berita yang berimbang, tidak memihak kepada siapapun, dan lebih fokus pada upaya untuk menciptakan perdamaian antara kedua keluarga.
"Kita harus menghindari berita-berita yang provokatif," kata Malizi, kepada tim redaksi. "Kita harus fokus pada upaya untuk mencari solusi yang terbaik bagi kedua keluarga."
"Kita juga harus membuat berita yang menyoroti dampak positif dari penggabungan antara G Group dan keluarga Wiryakusuma," lanjut Malizi. "Kita harus menunjukkan kepada masyarakat bahwa penggabungan ini akan membawa manfaat besar bagi Indonesia."
Tim redaksi BM Media pun bekerja keras untuk mewujudkan keinginan Malizi. Mereka membuat berita-berita yang informatif, edukatif, dan inspiratif. Mereka juga menampilkan wawancara dengan tokoh-tokoh masyarakat yang berpengaruh, yang memberikan pandangan positif tentang penggabungan antara G Group dan keluarga Wiryakusuma.
Berita-berita yang dibuat oleh BM Media pun berhasil meredam ketegangan antara kedua keluarga. Masyarakat pun mulai memahami bahwa perseteruan ini tidak akan membawa manfaat bagi siapapun. Mereka mulai mendukung upaya perdamaian yang dilakukan oleh Renan dan Malizi.
"Saya senang melihat kedua keluarga ini akhirnya berdamai," kata seorang netizen di media sosial. "Kita semua harus bersatu untuk membangun Indonesia yang lebih baik."
"Saya juga berharap perseteruan ini tidak akan terulang lagi," timpal netizen yang lain. "Kita harus saling menghormati dan menghargai perbedaan."
Renan dan Malizi pun merasa lega karena upaya mereka untuk menciptakan kondisi yang kondusif berhasil. Mereka berharap kedua keluarga ini bisa menjalin hubungan yang baik di masa depan, demi kemajuan bisnis mereka dan juga kemajuan bangsa.
****
Di tengah riuhnya perseteruan antara dua keluarga konglomerat, Gendhis memilih untuk tidak terlibat. Ia lebih memilih untuk fokus pada kebahagiaan keluarganya di Bandung. Baginya, yang terpenting adalah melihat tumbuh kembang Luca, anaknya yang kini sudah bisa merangkak dan belajar berjalan.
Gendhis menikmati perannya sebagai seorang ibu. Ia dengan sabar dan penuh kasih sayang menemani Luca belajar berjalan, mengajaknya bermain, dan membacakan dongeng sebelum tidur. Melihat senyum dan tawa Luca, hati Gendhis dipenuhi kebahagiaan yang tak ternilai harganya.
"Luca sudah besar ya, Ma," kata Renan, suatu sore, saat melihat Luca bermain di halaman rumah.
"Iya, Pa," jawab Gendhis, dengan senyum yang bangga. "Tidak terasa, Luca sudah mau jalan."
"Kita harus sering-sering mengajak Luca jalan-jalan," kata Renan. "Biar dia mengenal alam dan lingkungan sekitar."
"Aku setuju," timpal Gendhis. "Kita bisa mengajaknya ke taman atau ke kebun binatang."