Ikuti setiap bab nya dan jangan lupa tinggalkan dukungannya ♥️
****
Anindira dan Anindita adalah saudari kembar yang terpisah sejak lahir. Keduanya memiliki nasib yang berbeda, Anindira sudah menikah tetapi dirinya selalu di sakiti oleh sang suami dan tidak mendapatkan kebahagiaannya. Sementara Anindita, dirinya hanya bisa menghamburkan uang dan angkuh.
Suatu hari, tanpa sengaja Anindita menggantikan peran Anindira. Dirinya masuk ke dalam kehidupan suami Anindira, dan tidak menyangka betapa hebat saudari kembarnya itu bisa hidup di tengah-tengah manusia Toxic.
Bagaimana kehidupan mereka selanjutnya?
SO STAY STUNE!
NO BOOM LIKE, BACA TERATUR DAN SEMOGA SUKA 😍🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mom AL, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 34 TWINS A
Anindita berpamitan pada Daffa, dia berkata ingin menginap dirumah orangtuanya untuk beberapa Minggu. Demi meluluhkan hati, Daffa pun memperbolehkan. Sikapnya dan Zuma sangat berbeda, kini mereka sudah menjadi baik dan terus berkata lembut.
Dita sudah sampai dirumah orangtuanya, dia masuk dan bergegas mengemasi barang-barangnya.
"Dita? Kenapa kau mengemasi barang-barangmu?" tanya Anindira merasa beda. Sang kembaran pun tidak menjawab, dia terus saja sibuk mengemasi pakaiannya.
"Kau mau kemana?" Anindira berjalan mengikuti Anindita, gadis itu keluar dari kamar dengan menyeret kopernya.
"Dita tunggu!" cegah Anindira mencekal lengan adiknya.
Anindita menghentikan langkahnya, dia menatap Dira dengan datar. Lalu, dirinya melepaskan tangan Anindira yang memegang lengannya.
"Aku ingin pergi dari rumah ini." ucap Dita penuh kepastian.
"Apa?" Anindira pun menggeleng. "Kau ini bicara apa? Setelah dua puluh delapan tahun kita kembali lagi bersama, kau ingin pergi meninggalkan kami lagi?"
"Tidak ada yang bisa menghentikanku!" tukas Dita.
"Ma! Pa!" teriak Anindira hingga kedua orangtuanya terburu-buru menuju ruang tamu.
"Dita, kenapa kau membawa koper, Nak?" tanya Mely dengan lembut.
"Ma, beri dia pengertian. Dia ingin pergi dari rumah ini, entah apa penyebabnya." sambung Dira khawatir.
"Sayang, apa yang membuatmu ingin pergi dari sini? Apa salah kami, Nak?"
"Jangan panggil aku dengan sebutan Nak! Kalian berdua pura-pura menyayangiku, dan kalian juga sudah melakukan kesalahan besar karena berani menjual ku!" ucap Anindita, termakan provokasi dari Adiba.
"Apa? Kami tidak tahu apa maksudmu, Nak. Menjualmu? Jelas-jelas kau diculik, jika kau tidak percaya, maka kau bisa bertanya pada warga sekitar. Mereka pasti masih ingat tentang penculikan dimalam itu."
Anindita seakan tuli, dia tidak mau mendengarkan perkataan orangtuanya. ''Aku tidak ingin mencari tahu tentang apa pun! Semua sudah jelas dan aku benci kalian!'' teriaknya penuh amarah.
"Tidak, Dita, jangan bicara seperti itu, Nak. Kami sangat menyayangimu, tidak ada orangtua yang tega menjual anak mereka sendiri." Mely ingin memegang tangan Anindita, tetapi gadis itu menjauhkan tubuhnya.
"Jangan sentuh aku! Aku sangat bersyukur karena aku sudah mengetahui kebenarannya. Kalian ini benar-benar mata duitan, tega menjual anak sendiri dan merampas hak orang lain. Seharusnya kalian malu, karena —"
Plak.
Sebuah tamparan berhasil mendarat di pipi Anindita, dan itu perbuatan saudara kembarnya sendiri. Mata mereka saling bertemu, dan menatap dengan tajam.
"Hentikan ocehan tidak sopan mu itu, Dita! Kau sudah terlalu banyak bicara dari tadi. Kau bisa berkata kasar padaku, dan jika mau, kau juga bisa menghinaku. Tapi, kalau kau sampai berani menyakiti orangtuaku, aku tidak akan tinggal diam. Siapapun orang yang berani berkata kasar tentang orangtuaku maka aku, tidak akan mengampuninya." ucap Anindira dengan tegas.
Anindita berjalan mendekati Dira, hingga kini jarak mereka hanya tinggal beberapa centimeter saja.
"Berani sekali kau menamparku. Apa kau lupa siapa yang sudah membantumu? Hingga saat ini, keluarga suamimu sudah tunduk padaku, yang mereka pikir Anindira. Tapi ini balasan yang kau berikan." Dita tersenyum miring. ''Dan kalian berdua, kalian hanya diam saja melihat salah satu dari putri kalian tersakiti. Ternyata benar, kalian lebih memihak Anindira dibanding diriku." ucapnya sedikit merasa sedih.
"Tidak, Dita! Jangan katakan itu, kami sangat menyayangi kalian berdua." bela Mely agar Dita tidak merasa dibedakan.
"Baiklah, aku rasa kalian harus tahu kebenaran tentang rumahtangga putri kesayangan kalian ini."
Kedua orangtua mereka mengerutkan dahi. "Kau ini bicara apa, Nak? Kebenaran apa?" Mely pun mendekati kedua putrinya.
"Anindira, dia—"
"Diam, Dita! Cukup kita saja yang tahu." pinta Dira dengan wajah penuh permohonan. Namun, Anindita sudah terlanjur emosi.
"Apa kalian tahu tentang perbuatan Daffa pada Anindira?''
Mereka yang ada diruang tamu hanya diam, menunggu kata-kata Dita selanjutnya.
"Dia sudah melakukan KDRT terhadap Anindira. Bahkan, nyawa anak kesayangan kalian ini hampir saja melayang ditangan mereka."
"Apa!" pekik kedua orangtua mereka bersamaan.
Bram tiba-tiba memegangi dadanya yang terasa sesak dan sakit, pantas saja selama beberapa hari ini dia melihat tubuh putrinya yang semakin kurus. Dan bahkan, di bagian lengan sebelah kanan Anindira terdapat luka lebam. Putrinya itu berkata jika dia terjatuh waktu itu. Bram tidak menyangka Anindira bisa berbohong dan merahasiakan hal sebesar ini dari keluarganya.
"Aku selama ini tidak menginap dirumah Papa Yudha! Tapi, aku tinggal dirumah Daffa, menggantikan Anindira. Aku ingin memberikan pelajaran pada mereka karena sudah berani menyakiti kakakku. Tapi, balasan apa yang ku dapat? Hanya sebuah kebohongan dan tamparan." ucap Anindita menatap Dira dengan tajam.
Bram terjatuh dari kursi rodanya, membuat mereka khawatir.
"Papa!"
"Bram!"
Anindira dan Mely berlari menghampiri Bram yang sudah tersungkur di lantai. Sedangkan Anindita, dia tidak peduli dan langsung pergi meninggalkan rumah itu. Rasanya lega karena dia sudah mengungkapkan unek-uneknya.
"Pa, Papa bangun!" teriak Anindira menepuk pelan pipi Bram. Begitupun dengan Mely, dia menangis sambil memeluk tubuh Bram.
BERSAMBUNG
mudah2 an mereka saling menerima 1 sama lainnya