NovelToon NovelToon
AIRILIA

AIRILIA

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Duniahiburan / Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: Irla26

Airilia hidup dalam keterbatasan bersama ibunya, Sumi, yang bekerja sebagai buruh cuci. Ayahnya meninggal sejak ia berusia satu minggu. Ia memiliki kakak bernama Aluna, seorang mahasiswa di Banjar.

Suatu hari, Airilia terkejut mengetahui ibunya menderita kanker darah. Bingung mencari uang untuk biaya pengobatan, ia pergi ke Banjar menemui Aluna. Namun, bukannya membantu, Aluna justru mengungkap rahasia mengejutkan—Airilia bukan adik kandungnya.

"Kamu anak dari perempuan yang merebut ayahku!" ujar Aluna dingin.

Ia menuntut Airilia membiayai pengobatan Sumi sebagai balas budi, meninggalkan Airilia dalam keterpurukan dan kebingungan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irla26, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 19. Menemui Aluna

Pukul 07.00 pagi

Airilia melihat Sumi yang masih terlelap. Dengan hati-hati, ia bangun dan mengendap-endap keluar dari ruangan. Saat hampir mencapai halaman rumah sakit, ia bertemu dengan Asih dan Ijah yang datang untuk menjenguk Sumi.

"Mbak Ijah," sapa Airilia.

"Lia, kamu mau berangkat sekarang? Bibi sudah bawakan makanan untukmu," ujar Ijah, menunjukkan rantang kecil yang dibawanya.

Airilia mengangguk kecil. "Aku sarapan di jalan saja. Mbak Ijah, tolong jangan beri tahu ibu kalau aku pergi menemui Kak Luna, ya?"

Ijah menatapnya sebentar sebelum akhirnya mengangguk. "Iya, hati-hati di jalan, Nak."

Airilia tersenyum tipis, lalu berjalan menuju tempat menunggu taksi. Setelah beberapa lama menunggu, akhirnya sebuah taksi datang. Ia naik dan duduk diam, menikmati pemandangan dari dalam mobil.

---

Di Perjalanan

Setelah sampai di tempat tujuan, perut Airilia mulai keroncongan. Ia mencari warung makan terdekat karena sejak pagi hanya makan dua bungkus roti.

Seorang anak laki-laki yang seusia dengannya menghampiri. "Mau makan apa, Kak?" tanyanya ramah.

"Aku mau nasi kuning dan teh hangat," jawab Airilia.

"Sebentar, ya, Kak."

Airilia duduk di kursi yang telah disediakan. Tak lama, pesanannya datang. Ia makan dengan lahap hingga tak bersisa.

"Berapa semuanya, Mbak?" tanyanya setelah selesai makan.

"Lima belas ribu, termasuk minumannya."

Airilia mengeluarkan uang pas, lalu menyerahkannya. "Terima kasih."

Ia kembali melanjutkan perjalanan. Sepanjang jalan, ia bertanya kepada beberapa orang yang ia temui tentang arah menuju Jalan Ahmad Yani. Sayangnya, ia tidak mengenal daerah ini karena belum pernah sekalipun pergi ke Banjarbaru.

Saat tengah kebingungan, tiba-tiba ia tidak sengaja menabrak seorang anak laki-laki yang sebaya dengannya. Anak itu membawa kantong plastik putih berisi aneka jajanan.

"Maaf, aku tidak sengaja," ucap Airilia buru-buru.

"Enggak apa-apa. Kalau boleh tahu, kamu mau ke mana?" tanya anak laki-laki itu sambil menatap Airilia yang membawa tas di pundaknya.

"Aku mau mencari alamat ini. Kamu tahu di mana?" Airilia menunjukkan secarik kertas yang bertuliskan alamat rumah Aluna.

Anak laki-laki itu membaca kertas tersebut, lalu mengangguk. "Oh, aku tahu. Kalau tidak salah, rumah yang kamu cari searah dengan rumah tanteku. Yuk, ikuti aku."

Dengan penuh harapan, Airilia mengikuti anak itu dari belakang. Tidak lama kemudian, mereka sampai di depan sebuah rumah besar dan megah.

"Ini rumah yang kamu cari, dan itu rumah tanteku, di ujung sana," ujar anak itu sambil menunjuk sebuah rumah lainnya.

"Terima kasih," ucap Airilia dengan senyum tipis. Anak laki-laki itu membalas senyumannya sebelum pergi meninggalkan Airilia.

Airilia menatap rumah di depannya dengan kagum. "Pantas saja Kak Luna betah tinggal di Banjar. Kalau rumah seperti ini, aku juga pasti betah," gumamnya dalam hati.

Ia berjalan memasuki halaman rumah yang luas. Di sekelilingnya, tumbuh berbagai bunga indah, beberapa pohon mangga, dan sebuah kolam ikan.

"Permisi, Kak Luna," ujar Airilia seraya menekan bel.

Tak lama kemudian, pintu terbuka, dan sosok Aluna muncul di ambang pintu.

"Lia? Ngapain kamu ke sini? Dan dari mana kamu tahu aku tinggal di sini?" tanya Aluna dengan nada kaget sekaligus tidak senang.

"Dari Kak Renata," jawab Airilia dengan suara lirih.

"Terus, ngapain kamu ke sini?"

"Kak, aku mau kasih tahu kalau ibu sedang dirawat di rumah sakit dan...," suara Airilia tercekat.

Namun, sebelum ia bisa melanjutkan, Aluna memotongnya.

"Dan terus, biar aku yang membayar biaya pengobatan ibu, gitu? Iya, kan?" suaranya sinis.

Airilia menggeleng cepat. "Enggak, Kak. Ibu sering demam dan selalu memanggil nama Kak Luna."

"Jadi, kamu mau nyuruh aku pulang?" Aluna menatapnya dengan tajam.

Airilia mengangguk pelan. "Iya, Kak. Aku ingin Kak Luna menemui ibu."

Aluna tertawa kecil, lalu menggeleng. "Aku enggak mau. Lebih baik kamu pulang saja. Aku mau istirahat."

Aluna hendak menutup pintu, tapi Airilia menahannya. "Kak, tunggu dulu."

"Apa lagi, Lia?"

Dengan suara gemetar, Airilia berkata, "Kak Luna, ibu terkena kanker darah dan membutuhkan uang untuk kemoterapi."

Mata Aluna sedikit membesar, namun detik berikutnya ekspresinya kembali dingin. "Terus, kamu mau minta aku membiayai pengobatan ibu, gitu?"

Airilia mengangguk. "Kalau Kak Luna punya uang sedikit, bisakah meminjamkan aku untuk biaya kemoterapi ibu?"

Aluna tertawa sinis. "Enak banget kamu, ya. Kamu tahu enggak, ibu sakit itu karena siapa? Karena dia merawat kamu! Bertarung mental demi membesarkan anak pelakor kayak kamu!"

Airilia terkejut. Ia tidak mengerti maksud perkataan Aluna. "Kak Luna, apa maksudnya?"

Aluna menatapnya tajam. "Stop panggil aku 'kakak'! Aku enggak pernah sudi punya adik seperti kamu!"

Airilia menatapnya dengan mata berkaca-kaca. "Kenapa Kak Luna ngomong begitu?"

Aluna mendekatkan wajahnya ke arah Airilia. "Kamu mau tahu yang sebenarnya?"

Dengan hati-hati, Airilia mengangguk.

"Kamu itu anak seorang pelakor yang sudah merebut ayahku dari ibuku! Ketika ayah meninggal dan tante Dira pergi bersama laki-laki lain, ibuku dengan lapang dada merawat kamu sampai sekarang. Jadi, kalau kamu punya hati, kamu harus membiayai seluruh pengobatan ibu sebagai bentuk balas budi!"

Dunia terasa berhenti bagi Airilia. Ia menangis seketika, merasa dunianya hancur. Perempuan yang ia panggil ibu ternyata bukan ibu kandungnya.

"Jadi... ini alasan Kak Luna membenciku?" tanyanya dengan suara bergetar.

"Iya! Aku benci kamu, termasuk ibu kandungmu, Tante Dira! Jadi, lebih baik kamu pulang! Dan ingat, kamu harus memastikan ibuku sembuh, sebagai balas budi!"

Tanpa memberi kesempatan untuk menjawab, Aluna menutup pintu dengan keras.

Airilia berdiri kaku di depan rumah itu. Pikirannya kosong. Ia baru saja mengetahui kenyataan pahit tentang asal-usulnya.

---

Di Rumah Sakit

Di ruang rawat, Sumi terlihat gelisah. Waktu sudah menunjukkan pukul 15.00, tapi Airilia belum juga kembali.

"Lia ke mana, ya? Kenapa dia belum pulang?" gumamnya cemas.

Ijah yang duduk di sampingnya ikut khawatir.

Setelah ragu beberapa saat, akhirnya Ijah berkata pelan, "Mbak, Airilia pergi ke Banjar untuk menemui Aluna."

Sumi terkejut. "Apa?! Kenapa kamu membiarkan dia pergi?!"

Ijah mencoba menenangkan Sumi. "Tenang, Mbak. Airilia sudah membawa alamat dari Renata. Semoga saja dia segera kembali."

Meski sedikit lebih tenang, hati Sumi tetap dipenuhi kekhawatiran.

Bersambung...

1
rania
Kasihan Dinda, peluk jauh🥺🥺
R-man
cerita nya menarik !!
Maximilian Jenius
Wah, gak sabar nunggu kelanjutan ceritanya, thor! 😍
Madison UwU
Menyentuh
indah 110
Tolong update cepat, jangan biarkan aku mati penasaran 😩
Farldetenc: Ada karya menarik nih, IT’S MY DEVIAN, sudah End 😵 by farldetenc
Izin yaa
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!