Eliza yang belum move on dari mantan tunangannya-Aizel- menikah karena dijebak oleh Raiyan yang merupakan ipar tiri Aizel , sedangkan Raiyan yang awalnya memiliki kesepakatan dengan adik tirinya yaitu Ardini, sengaja melanggar kesepakatan itu demi membalas dendam pada Ardini dan ibu tirinya.
"Kesepakatan Kita hanya sebatas kau membuat nya jatuh cinta, lalu meninggalkannya setelah Aku dan Aizel menikah, Kau melanggar kesepakatan Kita Raiyan. " ~Ardini
"Tapi di surat perjanjian itu juga tidak ada larangan kalau Aku mau menikahinya."
~ Raiyan
akankah kisahnya berakhir indah? akankah Eliza kembali pada Aizel setelah mengetahui semua fakta yang selama ini Raiyan sembunyikan?
ikuti terus Kisah Eliza, jangan lupa like dan vote sebanyak-banyaknya guys
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon erulia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31 Mengulangnya di Meja Makan
Jika di sana Raiyan baru saja membantu Eliza menormalkan tubuhnya, hal yang kurang lebih sama juga terjadi pada Aizel.
Saat ini Ardini sedang mengoles salep setelah tadi ia mengompres wajah Aizel menggunakan kompres dingin.
"Memangnya kenapa wajahmu sampai jadi begini, hm?" tanya Ardini.
"Bukan urusanmu!" balas Aizel sewot, ia masih kesal karena semua juga berasal dari ulahnya yang mengirimkan video mereka pada Eliza.
"Aw!"Aizel meringis saat Ardini sengaja sedikit menekan bagian memar itu atas jawaban yang di terimanya.
"Kau masih kesal karena sudah memberiku nafkah batin?" tanya nya dengan wajah tanpa beban.
"Kau pikir Aku tidak tahu apa yang Kau lakukan setelah menjebak ku malam itu? Apa Kau benar-benar tak tahu malu ketika mengirimkan video itu pada Eliza?" Ardini menarik sudut bibirnya sedikit lalu mengemasi peralatan yang digunakannya untuk mengobati wajah Aizel.
"Jadi, Dia mengadu padamu?" Aizel mengikuti Ardini yang meletakkan salep ke dalam nakas untuk berbicara face to face dengan wanita itu.
"Dia bahkan mengirimkan screenshot video itu padaku!" ucap Aizel dengan penekanan.
"Oh ya? Aku cukup puas setidaknya wanita itu tahu di mana tempatnya sekarang, dia tak pantas menjadi sainganku." ucap nya angkuh.
"Kenapa Kau terus saja menganggapnya saingan? Padahal dia sama sekali tidak merasa tersaingi olehmu, atau sebenarnya dirimu sendiri yang merasa tersaingi?"
Aizel menyeringai, menghadapi Ardini Tidak perlu banyak mengeluarkan energi, cukup balas ucapannya dengan cara yang menyebalkan, karena Aizel tahu berdebat dengan perempuan ambisius ini tidak akan pernah menang sekalipun dirinya salah.
"Aku? Haha l!! Yang benar saja, wanita udik itu sudah cukup tak tahu diri dengan menjadi istri Raiyan, lalu sekarang dia juga mengganggu rumah tangga kita dengan cara menggoda mu." Ardini melipat tangannya di dada.
"Ardini... Ardini, Bukankah Kau tahu selama ini dia tidak pernah menggodaku? Yang terjadi justru sebaliknya, Aku lah yang tergila-gila padanya sampai sanggup mengabaikan mu, untuk mengemis nafkah batin saja Kau harus melakukan cara yang menjijikan sedemikian rupa."
Wajah tenang nan angkuh itu berubah menjadi raut datar dengan emosi yang siap meledak, tinggal di tambah sedikit bahan bakar untuk membuat Ardini murka.
"Ngomong-ngomong, Eliza tidak mengadu padaku, tapi Aku yang mendekatinya sehingga dia harus menunjukkan screenshot video itu agar Aku berhenti mendekatinya." Aizel memberi jeda dalam ucapannya, ia mengitari Ardini yang kini berdiri dengan tangan yang mengepal erat, alih-alih merahasiakan kejadian sebenarnya, dia justru membuka cerita demi membuat Ardini kesal.
"Bukankah dia wanita mahal? Sulit di raih dan sulit di jangkau, berbeda dengan mu yang mengaku punya kedudukan lebih tinggi darinya namun dengan sukarela menyerahkan mahkotamu pada lelaki yang tidak menganggap mu ada, apa Kau tidak ingat bagaimana malam itu Kau berlenggak-lenggok menggodaku yang sudah dalam pengaruh obat? Kau terlihat sangat murah dan tidak berkelas, Ardini."
Kini bukan hanya tangannya yang mengepal erat, dada Ardini juga nampak naik turun dengan gigi saling mengatup kuat.
"Ya! Kau memang masih mencintainya, tapi sayangnya sampai saat ini Kau masih tak bisa menerima kalau dia juga sudah tidak mencintaimu lagi! Jika Aku terlihat murah di matamu, Aku yakin dia juga memandangmu sebagai lelaki murahan yang tidak tahu malu mendekati wanita yang sudah bersuami!"
Balas Ardini dengan sengit.
"Apa Kau tidak bisa membaca arti tatapannya pada Raiyan? Kau tidak ingat di hari pernikahan Kita matanya hampir menangis begitu tahu siapa Raiyan? Itu artinya dia kecewa pada Raiyan karena mungkin saja saat itu dia sudah mulai berekspektasi Raiyan adalah pangerannya." Ardini tertawa mengejek karena berhasil membalikan keadaan, sekarang wajah Aizel yang berubah keruh dilanda cemburu.
"Aku yakin, mereka pasti sudah berkali-kali melakukan hubungan itu namun Kau dengan naif nya setia pada seseorang yang tidak menganggap mu sebagai lelaki lagi! Ups! Aku juga yakin baginya kalau di dunia ini yang tersisa hanya Kau dan batang kayu dia pasti akan lebih memilih batang kayu."
Aizel hampir saja tersulut, namun dengan segera berhasil membuat Ardini menggeram marah setelah menceritakan bagaimana hari ini Eliza memagut bibirnya lebih dulu, lalu mereka ke motel dan hampir saja tidur bersama kalau Raiyan tidak datang.
"Kau salah, bahkan jika di dunia ini yang tersisa hanya Aku dan batang kayu, Eliza pasti akan memilihku." Saatnya membalas serangan atas Ardini yang seenaknya menyamakan dirinya dengan batang kayu.
"Aku juga berterima kasih padamu berkat ide gila mu mengirimkan video itu padanya Aku jadi punya kesempatan untuk membuktikan bagaimana rasanya di bawah pengaruh obat itu, sampai-sampai Eliza menggila saat mencium ku dan memohon agar Aku melakukan itu padanya."
Raut wajah Ardini kembali kesal, kebencian nya pada Eliza bagaikan tumpukan sampah yang semakin dibuang semakin bertambah, tekad nya untuk menyingkirkan Eliza dari dunia ini menjadi semakin bulat.
...****************...
Eliza merasakan perih di ulu hatinya, dia baru akan mengeluarkan mangkok kaca untuk meletakkan tepung bumbu namun tangannya terasa gemetar dan mangkok itu pecah begitu saja, bunyinya sampai terdengar ke lantai atas dan langsung menyadarkan Raiyan yang tadinya ingin sedikit berleha-leha untuk bangun.
Raiyan mempercepat langkah begitu melihat Eliza yang terduduk memunguti pecahan kaca dengan tangan telanjang.
"Jangan menyentuh kaca itu nanti-"
"Aw!" Raiyan belum selesai dengan kalimatnya namun Eliza sudah meringis saat jarinya mengeluarkan cairan merah segar.
"Sudah kubilang jangan menyentuhnya." Raiyan mengangkat tubuh Eliza tanpa persetujuan yang punya badan, ia mendudukkan Eliza di sofa lalu mengulurkan tissu agar tidak banyak darah yang keluar. Berikutnya Raiyan bergerak cepat membersihkan pecahan kaca tadi, ia kembali menggendong Eliza dan membiarkan jari Eliza di bawah guyuran air keran.
"Kenapa tanganmu Tremor begini? Apa kau takut darah? Atau justru mangkok itu pecah karena gemetar tanganmu ini?" cecar Raiyan setelah melihat gemetar tubuh Eliza yang tidak biasa.
"Yang nomor dua." jawab Eliza singkat.
"Apanya?" balas Raiyan bingung.
"Yang benar adalah ucapanmu yang kedua tadi." ujar Eliza dengan ulu hati pedih dan bibir pucat.
"Kenapa jawabanmu super singkat sekali?" Raiyan masih terpaku pada tangan mungil yang gemetar ini.
"Apa salahnya kalau-" Belum lagi selesai dengan ceramahnya Raiyan berubah panik ketika wajah Eliza memucat dan berkeringat.
"Ya Tuhan! Kau kenapa?" Raiyan kembali menggendong Eliza dan membaringkannya di sofa.
"Haus, A-Aku haus dan lapar." ucap Eliza tertatih, untungnya Raiyan mengetahui apa penyebab Eliza jadi begini, ia segera mengambilkan minum lalu meraih kunci mobil dan mencari restoran terdekat.
Raiyan masih tidak tahu apa makanan kesukaan Eliza namun ia pikir saat ini Eliza membutuhkan daging untuk mengisi tenaganya yang terkuras akibat kerja keras mereka tadi pagi.
Begitu sampai di rumah ia segera membawa Eliza ke meja makan dan menyajikan sebungkus nasi Padang dengan banyak potongan daging rendang di dalamnya, ia membeli dua bungkus namun lebih mendahulukan Eliza yang kelaparan.
Eliza menyuap makanannya dengan tangan gemetar, ia seperti musafir yang kelaparan saat di Padang gersang.
Merasa iba dengan keadaan Eliza yang memprihatinkan, Raiyan mencuci tangannya lalu mengambil piring Eliza dan menyuapi wanita musafir itu langsung dengan tangannya, sesekali Raiyan juga menyuap nasi ke mulutnya tapi dia lebih mementingkan Eliza, wanita musafir ini harus makan yang banyak untuk mendapatkan kembali energinya yang hilang.
Raiyan baru berhenti menyuapi Eliza saat Eliza mengangkat tangannya menyerah, ia sudah cukup kenyang sekarang.
Kini giliran Raiyan yang mengisi perutnya, ia menghabiskan nasi yang tadinya tersisa di piring Eliza. Wanita itu baru saja berniat melarikan diri namun suara bariton Raiyan menahannya.
"Duduklah, temani suamimu makan, baru Kau boleh beranjak." Eliza tertegun atas penuturan Raiyan, seolah status mereka begitu nyata bukan hanya karena terikat pernikahan namun juga terselip perasaan di balik kata-katanya itu.
"Maafkan Aku." ucap Raiyan setelah membersihkan tangannya.
"Untuk apa?" tatapan Eliza tak beralih dari punggung Raiyan.
"Maaf karena membuatmu jadi Tremor akibat kerja keras kita tadi pagi." Raiyan kembali ke kursinya, pembahasan tentang kejadian tadi pagi membuat pipi Eliza merona menahan malu.
"Tolong jangan bahas itu lagi, Kau pasti tahu Aku cukup malu sekarang." Pinta Eliza, ia bergerak ke wastafel untuk mencuci tangannya yang kotor bekas suapan pertamanya tadi.
"Kenapa harus malu? Lagi pula seharusnya kita melakukan itu dari dulu, Aku baru tahu seperti apa sensasinya sekarang, dan Aku ingin mengulangnya kapan-kapan dengan tubuh normal mu tanpa pengaruh obat." Ucapnya tidak peduli meskipun Eliza memintanya berhenti, kini Eliza sudah kembali duduk di tempatnya tadi.
"Lain kali sebelum melakukannya Kau harus banyak makan agar perutmu tidak kelaparan seperti tadi."
Raiyan terus saja mengoceh tanpa memperdulikan Eliza yang menahan malu, hal itu membuat Eliza ingin cepat-cepat melarikan diri dan bersembunyi di mana saja, Eliza bangkit hendak meninggalkan Raiyan namun cekalan tangan pria itu menahan niatnya.
"Apa sekarang Kau sudah lebih baik?" tanya Raiyan serius.
"Ya, seperti yang Kau lihat." jawabnya singkat.
"Apa Kau sudah kenyang?" tanya Raiyan lagi, Eliza hanya mengangguk atas pertanyaan yang menurutnya tidak penting itu.
"Apa energi mu sudah kembali?" ulang Raiyan dengan pertanyaan tidak mutu nya itu, menurut Eliza.
"Baguslah, Aku ingin mengulangnya lagi, disini." ujar Raiyan menunjuk meja makan.
"A-apa?!" tanya Eliza setengah berteriak, pikirannya langsung teringat dengan kerja keras Raiyan tadi pagi, memang tadi pagi pria itu seakan ingin mengulangnya namun ia mengurungkan niatnya setelah melihat Eliza yang tersengal kelelahan.