NovelToon NovelToon
LOVE ISN'T LIKE A JOKE

LOVE ISN'T LIKE A JOKE

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintamanis / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Office Romance / Slice of Life
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: Yhunie Arthi

Dicintai Manager yang dingin secara tiba-tiba padahal tidak mau buka hati buat siapa pun? Lalu dihantui oleh teror masa lalu sang kakak, bagaimana perasaan Ayuni selama bekerja di tempat barunya? Terlebih ternyata Manager yang perhatian dengan Ayuni memiliki rahasia besar yang membuat Ayuni hancur saat gadis itu telah memberikan hatinya. Bahkan beberapa teror dan hal tidak terduga dari masa lalu yang tidak diketahui terus berdatangan untuk Ayuni.

Kira-kira bagaimana Ayuni akan menghadapi semua itu? Dan masa lalu apa yang membuat Ayuni di teror di tempat kerjanya? Apa ada hubungannya dengan sang kakak?

Ikuti ceritanya untuk temukan jawabannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yhunie Arthi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 30. TAKUT

..."Ketika kegelapan memelukku...

...Ketika dingin mencium jiwaku...

...Kenapa kau tidak ada disini?...

...Kenapa kau harus pergi bersama angin...

...Kumohon, aku membutuhkanmu...

...Tapi aku tidak ingin melihatmu...

...Lantas apa yang harus aku lakukan sekarang?"...

Darahku rasanya berdesir hebat melihat pesan singkat barusan. Perutku mual ketika membayangkan apa yang terjadi dalam foto tersebut hingga keringat dingin mulai menetes turun. Aku tidak mengira kalau hal ini bisa kembali terjadi setelah aku berhasil mendapatkan ketenangan. Kukira dengan kembali bekerja di sini bisa membuatku melihat apakah Bos Juna akan melakukan sesuatu yang nekad terhadap kakakku, tapi sepertinya aku salah. Aku melupakan fakta bahwa ada Pak Revan yang juga membuatku meragukan kakakku.

“Hei, kamu baik-baik aja?” sebuah suara terdengar tak jauh dariku saat aku masih memandangi ponselku dengan tatapan tak percaya.

Napasku mulai tak stabil ketika sebuah pesan lagi masuk.

Suruh Indra datang padaku atau kamu akan merasa seperti di neraka.

Pesan itu benar-benar mengambil alih pikiranku. Tak ada pilihan bagus dalam pesan itu, baik aku atau Kak Indra pasti akan berakhir buruk jika memilih salah satunya. Memberitahu kakakku soal ini saja aku tak akan berani, apalagi menyuruhnya datang pada orang yang akan berniat buruk. Tidak akan.

“Ayuni, kamu baik-baik aja?” Kali ini dua tangan merengkuh wajahku, memaksaku untuk menatap sang pemilik tangan. “Muka kamu pucet banget, badan kamu juga dingin. Kamu sakit? Ini akibatnya kalau kamu ngelewatin makan siang,” lanjutnya.

Saat tahu siapa yang menyentuhku, dengan kasar kutepis tangannya. Kualihkan pandanganku, menggenggam erat handphone dan pergi meninggalkan ruangan dengan begitu terburu-buru. Aku sedang tidak ingin berurusan dengan Bos Juna saat ini. Aku tidak ingin menjadi mainannya ketika ada sesuatu yang lebih penting harus kupikirkan.

Aku berjalan menuju tangga darurat. Turun hingga satu lantai dari lantai tempat ruanganku berada, kemudian duduk di salah satu anak tangga ketika kupikir tempatnya tepat. Tak ada suara di sini, hanya deru napasku yang terdengar. Kucoba menyandarkan kepala pada dinding di sampingku, menghalau mual dan rasa tak nyaman yang mendera tanpa ampun. Pesan yang masuk tadi benar-benar membuatku kelimpungan, tak tahu harus bagaimana menyikapinya.

Kulihat lagi pesan yang masuk tadi, membacanya berulang-ulang hingga aku muak. Sepertinya aku masih tidak mengerti dengan yang terjadi. Foto-foto itu membuatku tidak mengerti yang terjadi, memaksaku secara tak langsung untuk percaya kalau kakakku adalah pembunuh.

Kupejamkan mataku, merasakan dinginnya dinding demi membuatku merasa tenang. Mungkin karena mengalami hal-hal tidak menyenangkan beberapa waktu belakangan membuatku mudah ketakutan saat mendapati hal seperti pesan dan foto barusan. Mungkinkah karena kehidupanku selama ini lancar dan baik-baik saja hingga akhirnya hal buruk berkumpul dan menghujaniku seperti ini? Apakah kembali bekerja di perusahaan ini adalah tindakan yang tepat? Semua pertanyaan terus bermunculan di kepalaku, memaksaku untuk mencari jawaban yang tidak kuketahui sama sekali.

Kulihat jam di ponselku, waktu istirahat siang sudah selesai. Waktunya aku kembali dan melanjutkan kembali pekerjaanku yang tertunda. Kepalaku sudah lebih tenang sekarang, setidaknya rasa takut yang sempat menderaku sudah berkurang.

Mataku terus memandangi meja kerjaku yang kini tak lagi hanya ada tumpukan berkas yang sempat kutinggalkan tadi, melainkan roti dan susu kotak berukuran sedang ada di sana. Jelas kalau tadi semua itu tidak ada.

“Kemana aja? Dari tadi ngilang,” kata Andre yang berjalan mendekatiku dengan gelas plastik bertutup yang bisa kuduga adalah kopi yang kupesan tadi.

“Toilet,” dustaku sambil mendudukan diri di kursi.

“Nih kopinya,” Andre memberikan gelas plastik yang ia pegang sejak tadi, “kapan belinya itu?” tunjuknya pada roti dan susu kotak di atas mejaku.

“Mau? Ambil aja, nggak akan dimakan juga,” suruhku.

“Nggak, udah kenyang. Lo aja yang abisin, kan dari tadi belum makan,” katanya.

Kuminum kopi yang diberikan Andre, tidak terlalu panas seperti yang kuduga. Mungkin ia sudah membawanya sejak tadi saat aku tak ada di ruangan ini.

“Lo sakit?” tanyanya tiba-tiba.

“Nggak, kenapa memang?”

“Muka lo pucet, keliatan lesu lagi." Ada sorot khawatir di mata Andre.

“Gue baik-baik aja, cuma capek karena harus ngerjain semua ini.” Lagi-lagi aku berbohong, belum ingin membuka hal yang mengganggu pikiranku, walau itu dengan Andre sekalipun.

“Makanya makan siang dan istirahat kalau udah waktunya. Jangan kerja berlebihan, kan Kakak khawatir jadinya,” ucapnya dengan nada bercanda yang bisa dengan mudah kutangkap. Tapi yang membuatku memasang wajah sebal bukanlah ucapannya tapi tangannya yang saat ini mengelus kepalaku, padahal sebenarnya mengacak-acak rambut.

Setelah meneriaki Andre untuk berhenti mengangguku, aku kembali melanjutkan pekerjaanku. Kali ini aku benar-benar fokus luar biasa, berusaha konsentrasi hanya pada tumpukan kertas di mejaku agar tidak memikirkan hal lain khususnya pesan yang tadi kuterima.

Sampai aku tidak sadar kalau malam sudah turun sejak tadi. Jam di dinding menunjukan angka delapan, dan semua orang yang ada di ruangan lenyap tanpa sisa—kecuali aku. Sepertinya karena terlalu fokus aku sampai tidak menyadari sekelilingku.

Mirip seperti hari pertamaku bekerja, suasana terasa cukup mengerikan ketika tidak ada orang lain lagi. Keheningan terasa mencekam saat yang kudengar hanyalah detak jam di dinding dan suara dari pendingin ruangan.

Kulihat pekerjaanku belum selesai, masih ada beberapa yang tersisa. Kurasa aku akan membawanya pulang saja dan mengerjakannya di rumah, itu jauh lebih baik dibandingkan dengan bekerja di sini sendirian. Kucek ponselku untuk mengirim pesan pada Dini dan Rini kalau aku akan segera pulang, hingga akhirnya aku ingat kalau aku yang menyuruh mereka pulang terlebih dahulu. Sepertinya aku pulang sendiri malam ini.

Aku sempat mengumpat ketika mendapatkan pesan dari Andre yang mencoba menakut-nakutiku dengan berbagai cerita seramnya di tempat ini. Padahal ia pulang satu jam lalu, tapi hebatnya tahu kalau aku masih ada di kantor dan mengarang cerita yang sanggup membuat bulu kudukku berdiri. Cepat-cepat kurapikan mejaku, mengemasi barang ke dalam tas, dan membawa berkas yang tersisa di tangan. Setelah dirasa tidak ada yang tertinggal aku bergegas pergi menuju lift dan memencet tombol di samping pintu lift agar lift tersebut naik ke lantai tempatku berada sekarang.

Aku berteriak kaget ketika sebuah tangan menepuk pundakku.

“Kenapa pulang semalam ini?” tanya Bos Juna, orang yang membuatku kaget setengah mati barusan.

Aku tak menjawab, justru berdiri memunggunginya untuk menunggu pintu lift terbuka. Aku tidak ingin berinteraksi dengannya di luar jam kerja, dan juga selain demi pekerjaan. Hanya karena aku kembali bekerja di sini bukan berarti semua akan baik-baik saja antara aku dan atasanku ini.

“Biar saya bantu.” Bos Juna berusaha mengambil berkas yang ada di tanganku ketika lift terbuka.

Namun dengan cepat kutolak, “Nggak perlu. Saya bisa sendiri, Bos.”

Dengan cepat aku melangkah masuk ke dalam lift sebelum pintu tertutup, dan kulihat Bos Juna juga ikut masuk.

Canggung. Amat sangat canggung. Atmosfer di dalam lift terasa begitu berat dengan suasana seperti ini.

Aku hanya menundukkan kepala, tak ingin melihat ke arah manapun yang bisa membuat mataku mengarah padanya yang berdiri di depanku.

“Saya liat kamu dari siang nggak makan. Roti sama susunya belum kamu sentuh sama sekali,” katanya membuka pembicaraan.

“Karena saya tahu itu dari Anda, makanya saya nggak makannya. Lagi pula mau saya makan atau nggak, itu nggak ada urusannya sama Bos,” tukasku tanpa mengangkat kepalaku yang sejak tadi tertunduk.

“Benar, seharusnya itu bukan urusan saya. Saya juga heran kenapa saya ngelakuin hal itu,” gumamnya yang jelas masih bisa kudengar.

Tak kuindahkan ucapannya. Aku anggap itu sebagai angin lalu, tak ingin sampai tergoda seperti dulu dengan buaian manisnya yang justru racun untukku.

Sejak aku kembali menginjakan kaki di kantor ini lagi, sejak itu pula aku memutuskan untuk memulainya kembali dari awal. Dimana seharusnya aku tidak memangkas jarak di antara kami hingga akhirnya dengan bodoh aku menghancurkan dinding tak kasat mata yang selama ini terpasang untuk melindungiku dari hubungan sepihak yang menyakitkan.

Akan kubangun kembali dinding itu kali ini. Tak akan membiarkannya runtuh dengan mudah seperti sebelumnya. Aku tidak ingin melarikan diri, karena itulah aku mengambil keputusan untuk kembali bekerja di sini. Hanya cara ini yang membuatku menjadi imun akan perasaan hancur yang kurasakan setelah kebenaran terungkap.

Ketika lift berhenti di lantai dasar, di saat itulah aku melangkah pergi tanpa melihat sosok yang masih terpaku di dalamnya. Langkah dimana seharusnya kuambil di hari pertamaku dulu.

Mari kembali ke awal, dimana kita hanyalah orang asing.

1
Amelia Putri
cerita x berptur tentang itu2 saja.tidak ada ujung pangkal x.dan permasalahan pun tidak ada jalan keluar x.seakan ceritanya stak di tempat
aca
lanjut donk
Yhunie Arthi: update jam 8 malam ya kak 🥰
total 1 replies
aca
lanjut
Marwa Cell
lanjut tor semangatt 💪
Lindy Studíøs
Sudah berapa lama nih thor? Aku rindu sama ceritanya
Yhunie Arthi: Baru up dua hari ini kok, up tiap malam nanti ☺️
total 1 replies
vee
Sumpah keren banget, saya udah nungguin update tiap harinya!
zucarita salada 💖
Akhirnya nemu juga cerita indonesianya yang keren kayak gini! 🤘
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!