NovelToon NovelToon
Alter Ego Si Lemah

Alter Ego Si Lemah

Status: tamat
Genre:Tamat / Ketos / Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi / Fantasi Wanita / Bullying dan Balas Dendam / Balas dendam pengganti / Chicklit
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: Musoka

Apakah benar jika seorang gadis yang sangat cantik akan terus mendapatkan pujian dan disukai, dikagumi, serta disegani oleh banyak orang?

walaupun itu benar, apakah mungkin dia tidak memiliki satu pun orang yang membencinya?

Dan jika dia memiliki satu orang yang tidak suka dengan dirinya, apakah yang akan terjadi di masa depan nanti? apakah dia masih dapat tersenyum atau justru tidak dapat melakukan itu sama sekali lagi?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Musoka, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

kupu-kupu dan kantong semar

Happy reading guys :)

••••

Senin, 01 Desember 2025.

Suara guntur dan kilatan petir memenuhi langit yang telah berubah warna menjadi hitam pekat. Hembusan angin kencang ikut hadir, membuat pepohonan bergoyang serta para burung dan daun-daun berterbangan.

Suasana koridor SMA Garuda Sakti, kini terlihat sangat sunyi. Para siswa-siswi telah masuk ke dalam kelas masing-masing untuk menghangatkan tubuh mereka dari suhu udara yang sangat dingin.

Akan tetapi, itu tidak berlaku bagi Vanessa. Karena saat ini, gadis itu justru masih berada di koridor seraya berjalan dengan sangat santai, seakan mengabaikan rasa dingin yang menerpa kulit wajah putihnya.

Vanessa memasukkan kedua tangan ke dalam saku sweater, menatap lurus ke depan seraya memikirkan sesuatu yang masih terus-menerus mengganggu pikirannya.

“Kupu-kupu dan kantong semar gak akan pernah bisa menjadi seorang sahabat,” gumam Vanessa, “Maksud dari kalimat itu apa, ya?”

Hembusan napas panjang terdengar dari mulut Vanessa. Ia mengalihkan pandangan ke kanan, melihat rintikan air hujan yang perlahan-lahan mulai turun untuk membasahi bumi.

“Kak Vale, sebenernya apa yang mau kakak sampaikan ke Adek? Adek bingung, Kak.”

Vanessa menutup mata, merasakan hembusan angin yang menerpa wajah putihnya, dan mendengarkan suara tetesan air hujan yang membuat perasaannya perlahan-lahan menjadi lebih tenang.

Tubuh Vanessa mundur beberapa langkah saat gadis itu tanpa sadar menabrak seseorang.

Vanessa membuka mata, melihat orang yang baru saja ia tabrak.

“Kak Gita,” panggil Vanessa, berjalan mendekati Gita yang sedang terduduk di atas lantai, lalu membantu gadis itu untuk berdiri, “Kak, maaf. Aku gak sengaja nabrak Kakak.”

Gita tersenyum tipis saat sudah kembali berdiri, menepuk-nepuk rok bagian belakang yang sedikit kotor akibat terkena debu pada lantai.

“Nggak papa, kok, Van. Itu bukan kesalahan lu sepenuhnya, gue juga salah karena gak hati-hati waktu jalan,” kata Gita, seraya memperbaiki posisi bando beruangnya yang sedikit turun.

Vanessa menatap penuh rasa bersalah ke arah Gita. “Tapi, aku juga salah, Kak. Maafin aku, ya?”

Gita menganggukkan kepala seraya menunjukkan senyuman lebar. “Ya, udah, iya. Lu gue maafin. Oh, iya, Van, lu mau ke mana? Kok, belum masuk ke kelas, sih? Yang lain aja udah pada masuk.”

“Ini aku juga mau masuk ke kelas, kok, Kak. Kalo Kakak sendiri mau ke mana?” jawab dan tanya balik Vanessa.

“Gue mau ke ruang OSIS, Van, ada sesuatu yang harus gue lakuin di sana.” Gita memasukan kedua tangan ke dalam saku jaket bulu yang sedang dirinya kenakan.

Vanessa ber- “oh” ria seraya mengangguk-anggukkan kepala. “Ya, udah, kalo gitu aku pamit pergi ke kelas duluan, ya, Kak.”

Gita menganggukkan kepala, tetapi kemudian kembali bersuara saat mengingat ada sesuatu yang ingin dirinya katakan kepada Vanessa.

“Van, tunggu bentar.”

Vanessa berbalik badan, kembali menatap ke arah Gita. “Iya, kenapa, Kak?”

“Nanti, waktu istirahat lu sama Angel ke ruang OSIS, ya, ada sesuatu yang mau gue omongin ke kalian berdua,” pinta Gita.

Vanessa mengangguk sebagai jawaban, kembali berpamitan kepada Gita, berbalik badan, lalu berjalan menyusuri koridor menuju ke kelasnya.

•••

“Vanessa belum datang, Kar?” tanya Angelina, mendudukkan tubuh di kursi yang berada di depan meja milik Karina.

Mendengar pertanyaan Angelina, membuat Karina yang sedang bermain game di dalam handphone sontak mengangkat kepala, menatap ke arah sang sahabat, lalu menggeleng.

“Belum, Ngel,” jawab Karina, menyandarkan punggung ke sandaran kursi, kembali memainkan game di dalam handphone.

Angelina melipat kedua tangan di atas kursi dan merebahkan kepalanya di sana. Ia mengalihkan pandangan ke arah jendela kelas, melihat rintikan air hujan yang masih terus turun membasahi bumi.

“Tumben banget dia belum datang, biasanya jam segini dia udah ada di dalam kelas,” gumam Angelina.

Karina mengerutkan kening, mematikan handphone, menaruh benda pipih itu ke atas meja, kemudian menoleh ke arah pintu masuk kelas ketika baru saja menyadari hal yang dikatakan oleh Angelina.

“Iya, juga, ya. Vee biasanya udah ada di kelas jam segini, tapi kenapa dia sekarang belum datang juga.” Karina menggigit bibir bawah, masih terus melihat ke arah pintu masuk kelas sembari mengetuk-ngetuk pelan meja menggunakan jari telunjuk.

Angelina merubah posisi kepala menghadap ke arah Karina sambil memperbaiki beberapa helai rambut yang menutupi matanya. “Apa dia hari ini gak masuk, ya, Kar?”

“Kayaknya gak, deh, Ngel. Soalnya dia gak ada ngomong apa-apa di group.” Karina menggelengkan kepala pelan, menatap Angelina sejenak, kembali melihat ke arah pintu masuk kelas, lalu mengembuskan napas lega. “Itu, Vee baru datang, Ngel.”

Setelah Karina mengatakan itu, Angelina mengangkat kepala, menoleh ke arah belakang, dan mendapati kehadiran Vanessa yang sedang berjalan mendekatinya sembari mengukir senyuman manis di wajah.

“Pagi, Angel. Pagi, Karin,” sapa Vanessa, setelah berada di dekat kedua sahabatnya.

“Pagi juga, Vee,” jawab Angelina dan Karina secara bersamaan, sembari mengukir senyuman di wajah.

Vanessa berjalan menuju meja miliknya yang berada di samping Karina, menaruh tas di atas meja dan mendudukkan tubuhnya di kursi.

“Lu dari mana aja, Vee? Kok, tumben baru datang?” tanya Karina, menatap ke arah Vanessa.

“Aku gak dari mana-mana, kok. Tadi, cuma agak lambat aja jalannya ke kelas, soalnya mau nikmatin hujan dulu,” jawab Vanessa, lalu mengalihkan pandangan ke arah Angelina. “Oh, iya, Ngel. Tadi aku ketemu sama kak Gita, terus dia minta, nanti waktu istirahat kita berdua ketemu sama dia di ruang OSIS.”

Angelina sedikit mengerutkan kening saat mendengar perkataan Vanessa. “Ke ruang OSIS? Mau ngomongin apa, ya?”

“Paling juga masalah pemilihan ketua OSIS sama wakil ketua OSIS, Ngel. Kalian berdua, kan, direkomendasikan sama dia.” Karina mengalihkan pandangan ke arah depan, melihat beberapa teman sekelasnya yang sedang bermain di depan sana.

“Eh, pemilihannya belum diadain? Bukannya harusnya bulan kemarin udah diadain, ya?” tanya Vanessa, sedikit terkejut saat mendengar jawaban dari Karina.

Angelina menggelengkan kepala. “Belum, Van. Anak-anak pada protes sama pihak sekolah waktu itu, makanya pemilihan ketua dan wakil ketua OSIS ditunda.”

“Protes kenapa, Ngel?” Raut wajah Vanessa berubah menjadi sangat penasaran.

Angelina menatap lekat wajah Vanessa, diam beberapa saat, bingung harus menjawab pertanyaan sang sahabat atau tidak. Ia takut Vanessa akan merasa sangat bersalah kalau tahu bahwa pemilihan ketua dan wakil ketua OSIS ditunda karena para siswa-siswi protes kepada pihak sekolah agar menunggu Vanessa pulih dan dapat mengikuti pemilihan.

“Ngel,” panggil Vanessa, saat melihat Angelina hanya diam dan menatap lekat ke arahnya.

Mendengar panggilan Vanessa, membuat Angelina seketika tersadar, lalu menunjukkan senyuman tipis ke arah sang sahabat.

“Iya, kenapa, Van?” tanya Angelina.

“Itu, anak-anak kenapa pada protes,” jawab dan tanya balik Vanessa.

Senyuman tipis Angelina perlahan-lahan mulai menghilang. Ia menutup mata sejenak, mengembuskan napas panjang beberapa kali, lalu kembali menatap lekat wajah Vanessa.

“Gue bakal ceritain, tapi lu janji dulu sama gue, lu gak boleh merasa bersalah setelah denger ceritanya.” Angelina mengangkat jari kelingking tangan kanan ke arah Vanessa. “Gimana, lu mau janji sama gue?”

Vanessa mengerutkan kening, bingung dengan permintaan janji yang tiba-tiba saja dibuat oleh Angelina. Ia menatap wajah dan jari kelingking sang sahabat secara bergantian, lalu perlahan-lahan mulai mengaitkan jari kelingkingnya ke milik Angelina.

“Iya, gue janji,” jawab Vanessa, dengan perasaan tiba-tiba saja tidak enak.

Angelina kembali mengembuskan napas panjang, melepas kaitan jari kelingkingnya dan jari kelingking Vanessa. Ia melipat kedua tangan di atas kursi, lalu kembali menatap lekat wajah sang sahabat.

“Van, anak-anak waktu itu protes sama pihak sekolah karena lu, mereka mau pemilihan ketua dan wakil ketua OSIS ditunda sampai lu sembuh, dan lu bisa ikut serta di dalam pemilihan,” jelas Angelina.

Kedua mata Vanessa melebar sempurna dengan mulut yang sedikit terbuka kala mendengar penjelasan dari Angelina.

“Jadi, ini semua karena aku, Ngel?” Vanessa perlahan-lahan mendudukkan kepala, menggenggam erat kedua tangan di atas paha, merasa sangat bersalah karena telah membuat beberapa calon ketua dan wakil ketua OSIS yang lain harus terpaksa mengalah hanya karena menunggu dirinya sembuh.

Karina mengalihkan pandangan ke arah Vanessa, sedikit melebarkan mata, saat melihat tubuh sang sahabat yang mulai bergetar.

“Vee,” panggil Karina, perlahan-lahan menyentuh punggung Vanessa dan mengelusnya dengan lembut.

“Ngel, Kar, ini semua salah aku, ya,” gumam Vanessa.

Mendengar gumaman Vanessa, membuat Angelina sontak bangun dari tempat duduk, berjalan mendekati tubuh sang sahabat, lalu memeluknya dengan cukup erat.

“Ini bukan salah lu, Van. Ini semua permintaan anak-anak, dan semua calon juga udah setuju buat ditunda. Jadi, jangan merasa bersalah gini. Ingat, Van, tadi lu udah janji, kan, sama gue buat gak merasa bersalah? Tolong tepati janji lu.” Angelina memberikan elusan lembut pada rambut Vanessa.

“Vee, yang dibilang Angel bener, semuanya udah setuju, kok, buat nunda pemilihannya. Jadi, lu jangan gini, ya,” sambung Karina, masih terus memberikan elusan lembut di punggung Vanessa.

Vanessa hanya diam, bingung harus merespons apa, otaknya sekarang dipenuhi oleh berbagai macam delusi dan pikiran yang membuatnya menjadi sangat ketakutan.

Akan tetapi, itu tidak berselang lama, berbagai macam delusi dan pikiran negatif yang menghantui Vanessa perlahan-lahan mulai menghilang kala kedua sahabatnya terus-menerus menenangkan dirinya.

Vanessa perlahan-lahan mulai mengangguk, dan membalas pelukan Angelina.

“Makasih untuk semuanya, Ngel, Kar.”

To be continued :)

1
Sean71
ceritanya bagus kok
sering sering bikin novel kek gini ya thor😁😁
Sean71: ok thor di tunggu hehe
Musoka: Makasih, kak. tunggu karya author selanjutnya, ya
total 2 replies
Sean71
dah tamat... gini aja nih kaga di beri tahu kondisi tubuh Vanesa gimana thor😁😁😁
Musoka: Kondisi tubuh Vanessa author serahkan ke para pembaca, ya. kalian bebas beranggapan Vanessa masih hidup atau udah meninggal
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!