NovelToon NovelToon
Ark Of Destiny

Ark Of Destiny

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Mengubah Takdir / Cinta Murni / Romansa
Popularitas:973
Nilai: 5
Nama Author: Antromorphis

"Maka Jika Para Kekasih Sejati Telah Melewatinya, Cinta Tegak Berdiri sebagai Sebuah Hukum Pasti Dalam Takdir."


Sebuah novel yang mengisahkan perjalanan epik seorang pemuda dalam mengarungi samudera kehidupan, menghadirkan Hamzah sebagai tokoh utama yang akan membawa pembaca menyelami kedalaman emosional. Dengan pendalaman karakter yang cermat, alur cerita yang memikat, serta narasi yang kuat, karya ini menjanjikan pengalaman baru yang penuh makna. Rangkaian plot yang disusun bak puzzle, saling terkait dalam satu narasi, menjadikan cerita ini tak hanya menarik, tetapi juga menggugah pemikiran. Melalui setiap liku yang dilalui Hamzah, pembaca diajak untuk memahami arti sejati dari perjuangan dan harapan dalam hidup.


"Ini bukan hanya novel cinta yang menggetarkan, Ini juga sebuah novel pembangun jiwa yang akan membawa pembaca memahami apa arti cinta dan takdir yang sesungguhnya!"

More about me:
Instagram: antromorphis
Tiktok:antromorphis

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Antromorphis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Secarik Kertas

Tubuh Hamzah terlihat lemas, nafasnya masih ngos-ngosan, dan keringat membasahi seluruh tubuhnya. Ia teringat akan kejadian aneh dalam mimpinya yang menggetarkan jiwa. “Astaghfirullah, mimpi apa yang aku lihat,” ucapnya pelan, berusaha menenangkan diri. Dengan kedua tangannya, ia mengusap keringat yang mengalir di dahi nya yang lebar. Suara adzan subuh dari masjid yang tidak jauh dari rumahnya memecah kenyamanan malam itu.

“Allahuakbar, Allahuakbar…” Suara itu mengalun lembut, membawa ketenangan di tengah kegelisahan hati.

“Alhamdulillah Ya Allah,” gumam Hamzah bersyukur atas panggilan untuk beribadah yang datang tepat pada waktunya.

Perlahan-lahan, ia bangkit dari tempat tidurnya dan mengambil kemeja panjang yang tergantung di dinding. Setelah mengenakan bajunya, Hamzah beranjak menuju Aan yang masih tertidur pulas. “An, bangun. Ayo sholat subuh dulu!” serunya dengan semangat.

“Eeeemmm,” jawab Aan setengah sadar, suaranya masih berat karena mengantuk.

“Heh, ayok sholat dulu!” sahut Hamzah lebih tegas.

“Iya iya,” jawab Aan dengan nada terpaksa, namun matanya masih terpejam.

Dalam suasana pagi yang tenang dan penuh harapan itu, Hamzah merasakan ada sesuatu yang lebih besar dari sekadar mimpi yang menghantuinya—sebuah panggilan untuk menemukan makna dalam setiap detak jantungnya. Aan kemudian membuka matanya, merasakan dinginnya angin subuh yang menembus kedalam kamar melalui celah ventilasi. Dengan malas, ia bangkit dari tempat tidurnya dan meraih baju yang tergantung di dinding, aroma segar dari kain yang baru dicuci mengingatkannya pada ibu yang selalu merawat setiap detail di rumah.

Hamzah keluar dari kamar kecilnya, dan mulai bersiap untuk melangkah keluar rumah. Seperti biasa, Bapak mereka sudah tidak ada di dalam rumah; beliau telah berangkat ke masjid sebelum waktu subuh, bertugas sebagai muadzin di desa mereka. Dari jendela kamar, Aan dapat melihat sosok ibu yang sudah mulai meninggalkan rumah, bergabung dengan jamaah subuh yang berjalan berdampingan, seolah memberikan kesan hangat dalam dinginnya subuh. Hamzah menunggu sebentar hingga adiknya siap, lalu menyusul ibu mereka. Jalanan masih tampak sepi, hanya ada beberapa orang yang terlihat menuju masjid. Dalam dinginnya suasana subuh itu, pikiran Hamzah melayang pada mimpinya semalam—sebuah mimpi yang penuh teka-teki dan membuatnya gelisah. Ia terbenam dalam pikiran hingga tak menyadari ada suara lembut yang menyapanya dari arah belakang.

“Assalamu'alaikum Nak Hamzah,”

Suara itu datang dari seorang laki-laki paruh baya yang sangat dihormati di desa Sawah Lor—Pak Kyai Rozi. Aan yang menyadari kehadiran Pak Kyai segera menepuk bahu kakaknya.

“Mas, dipanggil Pak Kyai,” ucapnya dengan nada bersemangat.

Spontan Hamzah menjawab panggilan Pak Kyai sambil terbata-bata, “Wa… Wa'alaikumussalam Pak Kyai, Astaghfirullah, saya minta maaf Pak Kyai.” Mereka berdua segera mendekati Pak Kyai dan mencium tangan beliau dengan penuh rasa hormat.

“Ada apa nak Hamzah? Kok subuh-subuh sudah melamun?” tanya Pak Kyai dengan nada penasaran.

“Eh, mmm, tidak ada apa-apa Pak Kyai,” jawab Hamzah berusaha menutupi kegelisahannya.

“Yasudah kalau begitu. Ngomong-ngomong, nak Hamzah mau berangkat kapan ke luar negeri?” tanya Pak Kyai lagi.

“InsyaAllah jam delapan pagi nanti Pak Kyai,” sahut Hamzah dengan lebih tenang.

“Nanti sebelum berangkat, nak Hamzah mampir ke rumah dulu ya,” sambung Pak Kyai dengan senyuman hangat.

“Baik Pak Kyai, InsyaAllah,” jawab Hamzah sambil mengangguk. Dalam hati, ia merasa bersyukur atas bimbingan dan perhatian dari sosok yang selalu menjadi panutan bagi mereka.

Sesampainya di masjid, Hamzah melangkah dengan penuh semangat menuju tempat wudhu. Suara air yang mengalir menambah ketenangan dalam hati saat ia membersihkan diri, menyiapkan jiwa untuk beribadah. Setelah selesai wudhu, ia melangkah memasuki masjid dengan nuansa tradisional itu, namun tiba-tiba wajahnya memerah, seolah nyala api yang tak tertahan. Ia menundukkan kepala, berusaha menyembunyikan rasa malu yang tiba-tiba melanda. Di hadapannya, seorang wanita bersinar dengan anggun. Parasnya begitu cantik; matanya bening seperti embun pagi dan kulit wajahnya putih bersih, berpadu sempurna dengan mukena putih yang dikenakannya. Setiap langkah wanita itu seolah membawa Hamzah lebih dekat ke dalam dunia yang penuh warna. Jantungnya berdegup kencang, seakan ingin melompat keluar dari dadanya.

“Mas Hamzah…” suara lembut itu menghentikan langkahnya.

Ririn, wanita yang telah lama mengisi ruang hatinya, diasapi dengan nada manis yang membuat kegelisahan bergetar. Panggilan itu membuat Hamzah tak berdaya; rasa tegang dan bahagia bercampur aduk dalam dirinya. Dengan perlahan, ia mengangkat kepala yang sedari tadi tertunduk, menatap Ririn dengan mata berbinar.

“Iya Dik...” jawab Hamzah, suaranya bergetar penuh harapan.

Dalam sekejap, mereka berdua melangkah bersama memasuki masjid, membiarkan suasana sakral menyelamatkan mereka. Di dalam hati Hamzah, sebuah cerita baru mulai terukir—sebuah kisah tentang cinta dan keindahan yang tak terduga di tempat suci ini.

***

Air mata Hamzah mengalir deras, membasahi pipinya saat ia menengadah ke langit, melafalkan doa yang penuh harapan.

“Ya Allah, ampunilah dosa-dosa hamba... Mudahkanlah segala urusan hamba... Ampunilah dosa-dosa kedua orang tua hamba... Ya Allah Ya Rabb, hanya kepada-Mu lah hamba mengadu, berikanlah selalu petunjuk dan hidayah-Mu dalam segala langkahku... Aamiin."

Suara lirihnya seakan menggema di antara pepohonan yang rimbun di desa Sawah Lor. Di sudut masjid, Pak Kyai Rozi menyaksikan dengan penuh kasih. Senyumnya merekah melihat ketulusan Hamzah, murid kesayangannya yang selalu taat dan patuh.

Hamzah adalah tangan kanan dari Pak Kyai, beliau memiliki majelis Al-Qur’an dan kajian kitab klasik di desa Sawah Lor. Di majelis Al-Qur'an yang didirikannya, Pak Kyai berusaha memberikan pendidikan agama yang mendalam kepada warga desa. Disisi lain, Hamzah adalah mahasiswa dengan lulusan terbaik di jurusanya yaitu Filsafat Islam, bukan hanya menjadi tangan kanan Pak Kyai, tetapi ia juga sosok teladan bagi banyak orang. Setiap kali Hamzah mengajar, semangatnya menular kepada para santri. Ia tidak hanya menyampaikan ilmu, tetapi juga menghidupkan nilai-nilai yang terkandung dalam setiap ayat Al-Qur'an dan kitab klasik yang mereka pelajari. Dalam hatinya, Hamzah tahu bahwa setiap doa dan usaha yang ia lakukan adalah untuk mendapatkan ridha Allah dan menggapai keberkahan dalam kehidupan serta kehidupan orang-orang di sekitarnya.

Setelah selesai berdoa, Hamzah beranjak dari duduknya dengan langkah yang ringan, meski hatinya masih dipenuhi rasa haru. Ia melangkah keluar dari masjid, niatnya jelas: pulang ke rumah. Namun, saat ia hendak mengenakan sandal, suara lembut seorang wanita memanggilnya dari belakang.

“Mas Hamzah,” Panggil Ririn, suaranya mengalun manis di telinga Hamzah.

Seakan terpesona oleh nada itu, Hamzah menoleh, dan seketika wajahnya memerah, jantungnya berdegup kencang seperti irama yang tak terduga. Aan, adik Hamzah yang berdiri di samping, tak bisa menahan tawa melihat reaksi kakaknya.

“Iya dik,” jawab Hamzah dengan nada malu-malu, berusaha menyembunyikan rasa gugup yang menggelora.

Ririn mendekat dengan langkah pelan, jarak di antara mereka hanya lima langkah. Dengan tangan bergetar, ia menyodorkan sepucuk surat kepada Hamzah.

“Ini untukmu mas,” ucap Ririn sambil memerintah wajahnya, pipinya merah merona.

“Ini apa dik?” tanya Hamzah penuh rasa ingin tahu, matanya tak lepas dari surat yang kini berada di tangan.

“Ini sepucuk surat untukmu mas, jangan lupa dibaca ya mas,”

jawab Ririn, suaranya semakin lembut seiring dengan warna merah yang menghiasi wajahnya.

“Iya dik, nanti pasti mas baca,” jawab Hamzah dengan suara bergetar, merasakan getaran aneh di dalam dadanya.

Aan masih tertawa terbahak-bahak, bahkan tenggelam mulai sakit karena terlalu lucu melihat situasi itu.

“Adik pulang dulu ya mas, Assalamu'alaikum mas,” kata Ririn sebelum berangkat pergi.

“Wa'alaikumussalam, iya dik hati-hati ya,” balas Hamzah sambil melihat Ririn mengenakan sandalnya dengan wajah yang masih memerah.

Tak tahan dengan Aan yang terus menerus mengejek dirinya, Hamzah pun segera mendekati adiknya dan menjewer kupingnya dengan penuh kasih sayang. “Awas kamu ya,” katanya sambil tersenyum nakal.

“Iya kak maaf kak, aduh, aduh maaf kak,” jawab Aan sambil tertawa kesakitan.

“Yaudah yuk pulang ke rumah,” ajak Hamzah setelah suasana kembali tenang.

Dengan langkah ringan dan hati yang penuh rasa ingin tahu tentang surat misterius itu, mereka berdua meninggalkan masjid dan melangkah pulang ke rumah, merasakan hangatnya kebersamaan di tengah tawa dan canda. Selama perjalanan pulang, Hamzah tak bisa menyembunyikan senyumnya yang lebar. Setiap kali ia mengingat momen-momen indah yang baru saja dilaluinya, jantungnya bergetar penuh bahagia. Aan, adik yang selalu penasaran, memperhatikan kakaknya dengan bertanya padanya.

“Dari semalem senyum-senyum sendiri, memang bener kesambet ini kak Hamzah,” ucapnya sambil tertawa, suaranya ceria dan penuh canda.

Namun, Hamzah hanya mengangkat bahu, mengabaikan lelucon adiknya itu. Setibanya di depan rumah, ia segera melangkah masuk dengan cepat, seolah ada sesuatu yang mendesak di dalam hatinya. Ibu Hamzah, yang sedang berada di dapur, melihat anaknya yang sedang terburu-buru dan langsung bertanya dengan nada khawatir,

“Kamu kenapa, Le? Kok melaju terburu-buru?”

“Oh ini Bu, mmm Hamzah mau buat kopi,” jawabnya sambil tersenyum kegirangan, matanya berbinar penuh semangat.

Aan yang mengikuti dari belakang tak mau ketinggalan, “Biasa Bu, mbak Ririn... Eheemmm,” ucapnya dengan tawa menggoda.

Mendengar jawaban kedua anaknya, Ibu hanya bisa tersenyum dan menggelengkan kepala. Setelah menjawab pertanyaan ibunya, Hamzah melangkah ke dapur untuk menyiapkan segelas kopi panas. Suara Bapak Hamzah terdengar dari ruang depan,

“Le... Bapak dibikinin kopi sekalian!”

“Siap grak Pak,” jawab Hamzah sigap.

Segera setelah kopi selesai dibuat, ia membawa dua gelas ke ruang depan dan menyodorkannya kepada Bapak. “Ini Pak kopinya,” ucap Hamzah seraya memberikan satu gelas kopi panas.

“Terimakasih ya Le,” balas Bapak dengan senyuman hangat.

Senyum itu membuat Hamzah merasa lebih bahagia. Setelah itu, ia bergegas menuju kamar, tidak sabar untuk membaca sepucuk surat dari Ririn yang ia terima setelah sholat subuh tadi. Sesampainya di kamar, Hamzah duduk di atas kasur dan meletakkan segelas kopi di meja. Dengan hati berdebar-debar, ia merogoh saku bajunya dan mengeluarkan surat berwarna merah yang terlipat rapi. Di bagian luar lipatannya terdapat tulisan yang membuat jantungnya berdegup kencang: “Untuk Mas Hamzah, kekasihku.” Surat itu seolah menjadi jembatan antara harapan dan kenyataan yang selama ini ia impikan.

***

1
eterfall studio
keburu telatt
eterfall studio
menarik
Perla_Rose384
Aku tahu pasti thor punya banyak ide kreatif lagi!
Antromorphis: Hehehe, stay tune yha kk, masih banyak misteri di depan sana yang harus kakak pecahkan🙌🏼
total 1 replies
yongobongo11:11
Ga nyangka bisa terkena hook dari karya ini. Jempol atas buat author!
Antromorphis: Hehehe, terimakasih banyak kk, nantikan Bab selanjutnya yha, masih banyak misteri yang harus kakak pecahkan🙌🏼
total 1 replies
Heulwen
Ngerti banget, bro!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!