9
Pernikahan adalah cita-cita semua orang, termasuk Dokter Zonya. Namun apakah pernikahan masih akan menjadi cita-cita saat pernikahan itu sendiri terjadi karena sebuah permintaan. Ya, Dokter Zonya terpaksa menikah dengan laki-laki yang merupakan mantan Kakak Iparnya atas permintaan keluarganya, hanya agar keponakannya tidak kekurangan kasih sayang seorang Ibu. Alasan lain keluarganya memintanya untuk menggantikan posisi sang Kakak adalah karena tidak ingin cucu mereka diasuh oleh orang asing, selain keluarga.
Lalu bagaimana kehidupan Dokter Zonya selanjutnya. Ia yang sebelumnya belum pernah menikah dan memiliki anak, justru dituntut untuk mengurus seorang bayi yang merupakan keponakannya sendiri. Akankah Dokter Zonya sanggup mengasuh keponakannya tersebut dan hidup bersama mantan Kakak Iparnya yang kini malah berganti status menjadi suaminya? Ikuti kisahnya
Ig : Ratu_Jagad_02
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ratu jagad 02, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
Mobil yang membawa Sean dan keluarganya telah tiba di rumah mereka. Zonya membuka pintu utama dan pandangannya langsung tertuju pada pajangan foto pernikahan antara Kakak dan suaminya. Namun buru-buru ia mengalihkan pandangan dan masuk ke dalam, seakan pajangan itu tidak terlihat sama sekali olehnya
Sean yang berada dibelakang tubuh Zonya tentu saja tahu mengapa Zonya sempat menghentikan langkahnya diambang pintu. Itu semua pasti karena foto ini, foto mesra antara dirinya dengan Nasila. Sean menghela napas sejenak, kemudian kakinya melangkah mendekati foto itu dan tangannya langsung tergerak untuk menurunkannya. Ia mengusap wajah Nasila dalam foto tersebut dengan tersenyum lembut
"Aku tidak akan pernah melupakanmu sampai kapanpun. Tapi demi janjiku padamu untuk melindungi Zoe dan Naina, maka aku akan menyimpan foto kita agar tidak melukai perasaan Zoe. I love yo so much my wife"
Sean langsung membawa foto tersebut menuju gudang. Ia menggantung foto tersebut di tempat yang layak, setelah itu ia keluar dari gudang untuk menemui Zonya dan Naina
"Shut..." Zonya menepuk pelan paha Naina agar anak itu tidak bangun saat dibaringkan. Setelah memastikan Naina benar-benar lelap, Zonya langsung keluar kamar "Mas..." ia terkejut saat melihat Sean berada di depan pintu kamarnya
"Aku akan ke perusahaan" ucap Sean
Zonya mengerutkan dahinya bingung. Karena tidak biasanya Sean mengatakan ke mana ia akan pergi. Namun mengingat pembicaraan antara mereka tadi pagi, membuat Zonya tersadar dan hanya menjawab ucapan Sean dengan anggukan
*
Sean telah tiba di pemakaman. Ya, apa yang ia ucapkan, nyatanya tidak sesuai dengan kenyataan. Pada Zonya ia mengatakan akan ke perusahaan. Namun nyatanya ia ke pemakaman untuk mengunjungi makam istrinya, Nasila. Ia mengelus batu nisan Nasila sejenak, sebelum akhirnya meletakkan bouquet bunga yang ia bawa
"Hai... Sedang apa di sana? Di Syurga kehidupannya sama tidak dengan di dunia? Kalau sama, biar aku tebak bahwa sekarang kau sedang men-scrol media sosial untuk menemukan baju-baju couple yang unik untuk kita berdua. Iya 'kan?" gurau Sean
Sean mengusap setitik air mata yang keluar tanpa permisi dari matanya. Ya, ia sangat hafal dengan jadwal istrinya. Jangankan makan, minum dan tidur. Bahkan kegiatan receh seperti mencari barang-barang random dan couple saja ia tahu. Se-detail itu ia mengenal istrinya
"Kalau boleh memilih, Mas masih tetap pada pilihan Mas untuk tetap mempertahankanmu, Sayang. Mas lebih menyayangimu dari apapun yang ada di dunia ini. Bahkan dari Naina sekalipun" Sean menggelengkan kepalanya, mengusir pikiran buruk yang baru saja mendatanginya lagi. Ya, se-buruk itulah pikirannya "Maafkan aku, aku masih dalam proses untuk menerima semuanya, karena semua ini benar-benar tidak semudah itu. Aku akan terus mencoba untuk menyayangi Nai seperti apa yang kau inginkan. Tapi Zoe..." Sean memejamkan matanya dengan gelengan pelan "Hingga hari ini, namamu 'lah yang masih terpatri di hatiku"
Sean terus mengutarakan isi hatinya. Jujur, hingga saat ini ia masih tidak sanggup untuk menggantikan posisi Nasila menjadi Zonya. Karena bagaimanapun, Nasila adalah cinta pertamanya dan akan menjadi cinta satu-satunya untuknya. Seketika, ingatan Sean melayang pada percakapannya dengan Nasila saat Nasila tengah mengandung saat itu
"Mas... Aku tidak bisa menutupi apapun lagi darimu karena kau sudah mengetahui segalanya. Maaf kalau aku mengecewakanmu dengan kehamilan ini. Tapi yang harus kau ingat, aku memilih hamil agar kau memiliki teman hingga tua nanti, yaitu anak kita" ucap Nasila
Mendengar ucapan istrinya, membuat Sean yang saat itu tidur membelakangi istrinya menjadi berbalik. Ia meletakkan jari telunjuknya di bibir sang istri dengan tatapan tajam "Aku sudah pernah memintamu untuk tidak pernah mengatakan itu"
"Tapi penyakitku terlalu berbahaya, Mas. Cepat atau lambat, aku akan tetap meninggalkanmu. Kalaupun nantinya aku dipanggil Tuhan untuk kembali, maka aku sudah tenang, karena akan ada anak kita yang bersamamu"
"Jangan pernah katakan itu, Sayang"
"Aku lebih percaya Zonya daripada Anggi untuk menggantikan posisiku, Mas" ucap Nasila
"Tidak!" Sean beranjak dari ranjang dan langsung keluar dari kamar, ia dengan sengaja membanting pintu begitu keras, seakan ingin menunjukkan kekesalannya pada sang istri, karena berkali-kali, istrinya selalu mengatakan hal-hal gila padanya
Sean tersadar dari lamunannya. Ia mengusap wajahnya kasar. Bagaimana mungkin ia harus melakukan permintaan istrinya. Bagaimana ia bisa menjalani pernikahan bersama Zonya, sedangkan hatinya hanya tertuju pada Nasila.
Ya, penyakit gagal ginjal yang dialami Nasila membuat Dokter menyarankan agar Nasila tidak hamil, karena resiko komplikasi pada kehamilan untuk penderita gagal ginjal akan jauh lebih besar. Namun Nasila tetap memilih hamil dengan alasan untuk melengkapi kelengkapan rumah tangga mereka. Hingga pada akhirnya, ketakutan besar Sean 'pun terjadi. Dimana ia harus kehilangan sosok wanita yang paling ia cintai
"Andai kau tahu, Sayang. Kebahagiaan setiap orang itu berbeda-beda. Kebahagiaan untukku bukanlah memiliki buah cinta dari wanita yang aku cintai, tapi kebahagiaan untukku adalah bisa hidup bersama dengan wanita yang aku cintai selamanya, dan wanita itu adalah kau. Lalu bagaimana aku akan merasa bahagia setelah cintaku sepenuhnya sudah kau bawa? Aku tidak sanggup, Sayang" lirih Sean "Aku tidak akan pernah sanggup
Glug... Jeder...
Kilat menyambar disertai guntur yang bergemuruh. Tidak lama, hujan 'pun turun dengan derasnya. Sean masih betah pada posisinya tanpa berniat beranjak sedikitpun. Ia masih merindukan istrinya, dan berada didekat makam istrinya membuatnya merasa berada dalam pelukan wanita itu. Maka tolong izinkan Sean untuk sejenak meluapkan kerinduannya pada sang istri tercinta
*
Zonya melirik ke luar rumah melalui jendela kaca kamarnya. Hujan deras tengah mengguyur kota, menciptakan suara rintik nan syahdu yang seakan membuat Zonya terhanyut untuk terus melanjutkan lamunannya. Hingga tanpa terasa, air mata menetes begitu saja dari kedua mata indahnya
"Ya Allah... Kenapa harus Kak Sila yang Engkau panggil lebih dulu, kenapa bukan aku? Kepergian Kak Sila membuat semua orang sedih. Mama, Papa, Anggi, Mas Sean, bahkan Naina, mereka semua bersedih atas kepergian Kak Sila. Jika saja aku yang Engkau panggil lebih dulu, mungkin tidak akan ada yang bersedih untukku Ya Allah. Karena bahkan tidak ada satu orang 'pun yang benar-benar tulus dan menghargai keberadaanku. Lalu kenapa harus Kak Sila? Apa memang aku tidak akan Engkau buat mati sia-sia. Apa kau masih belum cukup melihat segala penderitaanku selama ini? Lalu apa lagi penderitaan yang kau siapkan selanjutnya untukku, Ya Rabb?"
Siang itu, hujan turun seakan mewakili rasa sesak dalam hati Zonya dan Sean. Rasa sesak yang berbeda, tapi menciptakan sakit yang sama. Jika Zonya merasa sesak karena kehidupannya yang tidak pernah baik-baik saja, maka Sean merasa sesak karena ditinggal pergi oleh sang istri tercinta