NovelToon NovelToon
Kembalinya Ayah Anakku

Kembalinya Ayah Anakku

Status: sedang berlangsung
Genre:One Night Stand / Single Mom / Hamil di luar nikah / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati
Popularitas:2.9k
Nilai: 5
Nama Author: DENAMZKIN

Celia adalah seorang ibu tunggal yang menjalani kehidupan sederhana di kota Bandung. Setiap hari, dia bekerja keras di toko perkakas milik ayahnya dan bekerja di bengkel milik seorang kenalan. Celia dikenal sebagai wanita tangguh, tapi ada sisi dirinya yang jarang diketahui orang, sebuah rahasia yang telah dia sembunyikan selama bertahun-tahun.

Suatu hari, teman dekatnya membawa kabar menarik bahwa seorang bintang basket terkenal akan datang ke kota mereka untuk diberi kehormatan oleh walikota dan menjalani terapi pemulihan setelah mengalami cedera kaki. Kehebohan mulai menyelimuti, tapi bagi Celia, kabar itu adalah awal dari kekhawatirannya. Sosok bintang basket tersebut, Ethan Aditya Pratama, bukan hanya seorang selebriti bagi Celia—dia adalah bagian dari masa lalu yang telah berusaha dia hindari.

Kedatangan Ethan mengancam untuk membuka rahasia yang selama ini Celia sembunyikan, rahasia yang dapat mengubah hidupnya dan hidup putra kecilnya yang telah dia besarkan seorang diri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DENAMZKIN, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

PEMBICARAAN YANG BELUM SELESAI

Celia mendorong tubuhnya ke bawah mobil lain sambil menyeka keringat di dahinya. Hari-hari seperti ini membuatnya berharap bisa bekerja di kantor. Bukan berarti bekerja di toko itu buruk; dia menikmati pekerjaan yang melibatkan tangannya.

Celia suka membantu orang dan berinteraksi langsung dengan pelanggan. Dia juga bisa menghabiskan lebih banyak waktu bersama ayahnya. Meski ayahnya selalu mengingatkan tentang mencari pria, membutuhkan pria, atau berpikir bahwa seorang pria bisa membantunya dan Rion, dia tahu itu hanya cara ayahnya mencoba menjadi ayah yang baik.

Celia menghela napas sambil menggunakan alatnya untuk melepas baut lainnya. Kehidupan ayahnya tidak mudah; ibunya meninggal saat Celia masih kecil, jadi ayahnya membesarkannya seorang diri. Ditambah lagi, Celia adalah kebanggaan dan harapannya untuk masa depan.

Celia terus bekerja, melepaskan pompa bahan bakar untuk memperbaiki retakan yang ada. Ayahnya selalu mengharapkan lebih darinya, namun yang dia berikan hanyalah seorang anak perempuan yang hamil di usia tujuh belas tahun tanpa tujuan hidup dan tidak punya apa-apa untuk dibanggakan. Celia menghela napas lagi, berharap suatu hari nanti dia bisa melakukan sesuatu yang bisa membuat ayahnya bangga atau suatu hari nanti bisa merawat ayahnya seperti dia yang pernah dirawat olehnya.

"Celia?"

Celia menoleh dan melihat Ivan. "Apa maumu, Ivan?"

"Aku hanya ingin tahu, kamu berencana makan siang tidak?" tanyanya sambil tertawa gugup.

"Iya," jawab Celia sambil menunjuk retakan pada pompa bahan bakar. "Tapi bukan dengan kamu," lanjutnya, membalik pompa bahan bakar untuk memeriksa lebih lanjut.

"Ah, ayolah, Celia. Wanita juga butuh makan," kata Ivan.

Celia menatap Ivan. Rambutnya yang berminyak menjuntai di leher, kumisnya hampir menutupi bibir atasnya. Ivan adalah pria kurus dengan kulit lengan yang belang karena sinar matahari, dan Celia yakin bau aneh di bengkel itu ada hubungannya dengan kebersihan Ivan.

"Ivan, saat aku melihatmu, nafsu makan adalah hal terakhir yang ada di pikiranku."

Celia kembali bergerak, tetapi Ivan terus mengikutinya dari belakang.

"Bagaimana kalau aku memesan pizza, dan kita makan langsung dari kotaknya? Jadi Kita tidak perlu duduk bersama atau apapun."

Celia menggeleng. "Ivan, aku punya anak kecil di rumah, dan aku punya stretch mark di perut. Kenapa kamu tidak menyerah?"

"Kamu seorang ibu tunggal yang sangat menarik dan paling cantik di kota ini," jawab Ivan dengan senyum licik.

"Kamu benar-benar romantis," jawab Celia dengan nada datar sambil meletakkan pompa bahan bakar di meja.

"Aku membawa bekal sendiri." Celia melirik ke luar ke arah lapangan parkir dan melihat seorang pria duduk di trotoar dengan kursi roda.

"Sedang apa dia disana?" gumamnya sambil mengambil dokumen kerja dan menandatangani formulir. Setelah meletakkan papan catatan itu, dia berjalan menuju lapangan parkir.

"Eric? Ada orang di lapangan parkir!" Tidak ada jawaban.

Celia menghela napas, mengambil sebotol air dari pendingin, lalu berjalan menuju pria asing itu. Semakin dekat dia mendekat, rasa jengkel di dalam dirinya semakin meningkat, seiring dengan suhu udara yang panas.

"Kursi yang bagus," katanya sambil memandang ke bawah, sementara pria itu tersenyum ke arahnya.

"Aku merasa kamu tidak begitu menyukaiku," kata Ethan dengan raut wajah sedih.

"Betul," jawab Celia tanpa basa-basi.

Ethan diam sejenak, lalu mengalihkan pandangannya ke jalan.

"Toko perkakasmu tutup," katanya.

"Kami buka jam satu setiap hari Kamis," Celia menyilangkan tangannya. "Apa yang kamu butuhkan?"

Ethan mengangguk dan bersandar. "Aku butuh sarung tangan, tanganku mulai lecet karena terus mendorong roda. Aku penasaran, apakah kamu punya sarung tangan kerja?"

Celia mengangkat alisnya, "Bagaimana kamu tahu aku bekerja di sana?"

"Aku bertanya pada beberapa orang tentang sarung tangan, dan namamu yang direkomendasikan," Ethan tersenyum padanya, sementara Celia memalingkan wajah sambil membuka botol airnya. "Jadi, bisa membantuku atau tidak?"

"Datang saja ke toko dalam dua jam, aku punya sarung tangan untukmu." Celia hampir berbalik pergi ketika Ethan berbicara lagi.

"Kamu tahu, dua jam itu waktu yang lama, dan aku mungkin nanti merasa lapar." Ethan menghela napas, "Hei, mungkin kita bisa makan siang bersama?"

Celia menutup botol airnya. "Aku akan menyimpan sarung tangan itu, kamu bisa mengambilnya kapan saja."

"Lia,"

Tidak ada yang memanggilnya seperti itu selama enam tahun. Dia merasakan angin mengibaskan rambut di tengkuknya. Darahnya seakan menghangat, dan dia berbalik.

"Apa?"

"Aku tidak bangga dengan caraku mengakhiri semuanya dulu," ujar Ethan dengan wajah sedikit muram. "Aku masih delapan belas tahun dan bodoh."

Celia menghela napas panjang. "Kamu datang sejauh ini hanya untuk mengatakan itu?"

"Tidak, sejujurnya aku bahkan tidak menyangka kamu masih ada di sini," jawab Ethan sambil mendorong kursi rodanya sedikit ke depan. "Kenapa kamu masih di sini?"

"Itu cukup pribadi untuk seseorang yang tidak pernah kamu temui selama sembilan tahun."

Ethan memiringkan kepalanya, "Tidak, jika kamu tahu seperti apa hubungan yang kita miliki dulu."

Celia menyilangkan tangan. "Kita tidak pernah punya hubungan, Ethan," katanya sambil menggelengkan kepala. "Aku tidak peduli kalau kamu kembali ke kota. Tinggalkan aku dan keluargaku sendiri." Kali ini, dia benar-benar mulai berjalan menjauhinya.

"Kalau begitu, kenapa kamu berbohong dan bilang kalau kamu sudah menikah?"

"Itu asumsimu."

"Kamu bilang kamu berada dalam hubungan yang sehat dan bahagia. Kalau aku tidak salah ingat, bahkan 'urusan di kamar tidur' sempat disinggung." Ethan mendorong kursi rodanya ke depan sambil meringis, tangannya menyentuh ban karet yang panas.

Celia menggelengkan kepala, tetapi terus berjalan menjauh.

"Lia, kita harus membicarakan ini," kata Ethan, mendekati pintu garasi.

Celia meraih tombol untuk menurunkan pintu. "Aku tidak harus bicara apa pun denganmu. Aku tidak mau ada urusan lagi denganmu," katanya sambil menekan tombol itu.

Ethan mundur sedikit, menyaksikan pintu garasi turun dan menutupnya di luar. Itu mengembalikannya ke kenyataan. Ethan menghela napas panjang, menatap pintu itu sebentar sebelum memutar kursi rodanya dan menjauh.

Ethan mengetuk pintu lagi, tapi Celia tidak menjawab. Dia mengetuk sekali lagi, dan pintu terbuka. Celia yang terlihat sangat marah keluar, membuat Ethan mundur sedikit.

"Kamu marah," katanya sambil memasukkan tangannya ke saku.

"Wah, hebat sekali pengamatanmu," jawab Celia, meletakkan tangannya di pinggul.

Ethan membuka mulutnya, tetapi tidak ada kata yang keluar. Dia terdiam sejenak, menatap badai di matanya, lalu mencoba lagi. "Dengar, aku tidak bermaksud untuk—"

"Untuk memperlakukanku seperti itu di depan teman-temanmu? Untuk mengabaikanku dan berpura-pura tidak mengenaliku?" Celia memotongnya, membuat Ethan menggigit bibirnya.

"Celia, kita tidak berada di lingkaran sosial yang sama," katanya sambil mengangkat bahu. "Aku hanya panik. Teman-temanku tidak akan mengerti, dan mereka pasti akan—"

"Akan mengusirmu dari 'grup anak keren'?" potong Celia lagi.

"Sialan! Bisakah kamu membiarkanku selesai bicara?" bentak Ethan, suaranya naik. Celia memutar matanya dengan kesal. "Kamu berbeda, oke."

“Coba simpan saja untuk orang yang peduli, ya?” Celia berbalik menuju pintu, tapi Ethan meraih lengannya. Ketakutan menyerangnya, dan bukan hanya karena dia membutuhkan bantuan Celia untuk lulus kelas sejarahnya. Semuanya bergantung pada kelas itu—beasiswa basketnya, status sosialnya, masa depannya, Dina, orang tuanya… semua orang menggantungkan harapan padanya.

“Aku mengenalmu, dan percaya atau tidak, aku melindungimu.”

“Jangan pura-pura mengenalku, Ethan. Kamu hanya menginginkan sesuatu dariku, lalu ingin aku berlari mengikuti perintahmu tanpa bisa bersuara.” Celia melepaskan lengannya dari Ethan.

Ethan meletakkan tangannya di pintu, menutupnya dengan tegas, membuat Celia terjebak di antara dia dan pintu. Celia berbalik, matanya yang coklat menatap langsung ke mata abu-abunya.

“Orang-orang tidak selalu baik. Mereka tidak selalu mengenali orang baik saat melihatnya, dan jelas mereka tidak akan memperlakukan siapa pun sebagaimana mestinya. Henry berniat menguncimu di loker sebagai lelucon.”

Celia membeku. “Aku tidak percaya.”

“Oh, jadi bulan lalu, saat mereka menguncimu di kamar mandi laki-laki, itu bentuk perdamaian?” Ethan menurunkan tangannya dari pintu dan mundur selangkah. “Aku hanya tidak ingin kamu diperlakukan seperti itu.”

“Mungkin kamu seharusnya memberi tahu mereka itu,” balas Celia dengan suara rendah. “Atau kamu takut teman-temanmu akan menganggapmu sebenarnya orang baik?”

“Tidak semudah itu. Aku tidak bisa mengubah mereka,” kata Ethan sambil mengangkat bahu. “Aku tidak bangga akan hal itu, tapi setidaknya aku tahu aku berada di posisi untuk membantu.”

“Kamu tidak membantu, Ethan. Kamu hanya mencegah mereka melakukannya hari ini,” jawab Celia sambil menyilangkan tangannya. “Kamu punya duniamu, aku punya duniaku. Kenapa kita tidak saling bantu saja dengan menjaganya tetap terpisah?”

Celia membuka pintu, melangkah masuk, dan menutupnya di belakangnya. “Selamat tinggal, Ethan.”

1
Oyen manis
duh penasaran reaksi celia dan ethan
Oyen manis
keren sih, biasanya bakal di aborsi kalau udah kaya gitu.Tapi yang ini di rawat sampai gede
Oyen manis
nyesek si jadi celia tapi lebih nyesek jadi dina ;)
Grindelwald1
Tersentuh banget dengan kisah ini.
Dálvaca
Jangan lupa terus update ya, author!
DENAMZKIN: siap. terima kasih
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!