Pacaran bertahun² bukan berarti berjodoh, begitulah yang terjadi pada Hera dan pacarnya. Penasaran? Ikuti terus karya Hani_Hany hanya di noveltoon ☆☆☆
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hani_Hany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB DUA PULUH TIGA
Belum sampai Hera di luar kampus, Aldo datang menyapa.
"Hai, apa kabar?" sapanya dengan tersenyum manis. Mereka jalan beriringan, niat hati mau mengajak Hera bicara berdua tapi sayangnya ditolak.
"Baik." sapanya balik, singkat dan jelas jawaban Hera. Dia segera menuju tepi jalan untuk mencari angkutan umum. Hera tetap fokus pada tujuan utamanya yaitu pulang.
"Boleh bicara berdua gak?" izin Aldo yang hendak menahan lengan Hera supaya mau menghadap ke arahnya.
"Maaf Do, aku buru-buru harus pulang. Permisi." jawab Hera ketus, mobil yang ditunggu pun telah tiba. Hera langsung naik dan meninggalkan Aldo yang masih diam mematung karena penolakannya.
Di dalam mobil, Hera sedih, kesal, kecewa bercampur jadi satu. Dia lebih suka jika Aldo tidak perlu lagi menegur atau menyapanya seperti tadi karena menjadi pusat perhatian mahasiswi lain.
Banyak yang mengagumi Aldo, tapi bagi Hera semua tinggal masa lalu yang hanya akan menjadi kenangan. Hidup terus berjalan, Hera akan semangat demi perjuangan masa depannya.
Setibanya di rumah, disambut sang ibu yang sedang duduk bercerita dengan tetangga. "Sudah pulang nak." ujar sang ibu heran.
"Iya bu, bimbingannya sebentar kok. Aku masuk ke dalam bu, tan." pamit Hera setelah mengecup punggung tangan ibu Rosita. Ibunya hanya tersenyum mengangguk lalu melanjutkan obrolan yang tertunda.
"Huft, Aldo menyebalkan sekali. Sengaja kali ya cari perhatian mahasiswi disana." omel Hera pada Aldo sang mantan kekasihnya.
Meski hanya kurang lebih setahun pacaran tapi mereka begitu dekat karena satu kelas. Aldo juga biasa berkunjung, hanya terkadang bersama teman kelas yang lainnya juga.
Hera merebahkan diri sebentar lalu melanjutkan revisi mumpung semangat. Usai dengan perbaikan Hera sholat dan makan siang. Hari hari berlalu begitu saja. Hera sudah mendapatkan persetujuan untuk lanjut ujian.
"Alhamdulillah tinggal tunggu jadwal ujian akhir." gumamnya pelan. Perjuangannya selama kurang lebih enam bulan lamanya akhirnya berhasil. Mulai dari pengajuan judul, seminat proposal, meneliti, bimbingan sana sini, dan akhirnya sudah lolos.
Usai mendaftar ujian, seminggu setelahnya keluar jadwal Hera ujian. Tepat hari ini pukul 07.00 Hera harus segera berangkat ke kampus untuk ujian.
"Ibu, mohon doanya ya. Hera hari ini ujian." pamitnya pada sang ibu sebelum berangkat.
"Iya nak. Semoga lancar dan sukses." jawab ibu Rosita memberika doa tulusnya dan kecupan ringan dikening Hera dengan penuh sayang.
Hera berangkat sendiri, karena para sahabat sibuk dengan dunianya sendiri. Sesampainya di kampus Hera disambut oleh Aldo sebelum ujian.
"Semangat ya, nanti aku menyusulmu." tegur Aldo sok akrabnya. Hera hanya tersenyum dan mengangguk. Hera segera menuju ke ruang ujian, karena harus mengecek keperluan yang belum lengkap.
"Terima kasih Mala, sudah banyak membantuku." ujar Hera pada Mala, teman satu kelasnya. Mereka tengah menunggu dosen penguji, padahal sudah pukul 07.10 tapi belum lengkap dosennya.
Setelah menunggu beberapa menit dosen masuk dan lengkap. Semua bersiap menguji, begitu juga yang teruji telah siap. Siapa sangka jika Hasyim dan Rudi hadir menjadi peserta.
"Wah, mereka buat kejutan." batin Hera tersenyum senang. Berbeda dengan Aldo yang tidak suka karena Hera didatangi dua cowok yang katanya sahabat itu, pikirnya.
Usai ujian, tahap demi tahap telah Hera lewati. Hera mampu menjawab semua pertanyaan penguji meski terkadang grogi sehingga tersendat. Semua telah berlalu, dan itu luar biasa. Kini Hera mendekat pada kedua sahabatnya untuk mengucapkan terima kasih.
"Makasih banyak, kalian dah hadir. Kirain lupa!" ujar Hera cemberut. Rudi mencubit hidung Hera gemas, dia sudah menganggap Hera seperti adik.
"Iya dong." ujar Hasyim bangga. Kedekatan mereka bertiga tidak luput dari pantauan Aldo yang merasa risih dengan kehadiran sahabat Hera.
Berbeda dengan Mala yang sok baik membereskan berkas Hera. Sedang sang pemiliknya sibuk dengan para sahabatnya.
"Ayo bereskan barang-barangnya lalu kita makan bersama." ajak Hasyim semangat. Dia melihat Mala kok rajin banget padahal ada maunya. "Itu teman kamu rajin banget." bisik Hasyim pada Hera yang masih di dengar Rudi.
Mereka bertiga menatap Mala dengan tatapan berbeda-beda. Kalau Hera menatapnya dengan rasa terima kasih sudah dibantu. Kalau Rudi menatapnya merasa kagum, karena masih ada teman Hera yang baik selain ganknya. Sedangkan Hasyim menatap Mala seperti tidak suka karena super cari perhatian.
Usai beres-beres berkas dan lainnya. Hera dan kawan-kawannya berniat makan cemilan bersama karena waktu menunjukkan pukul 09.30.
"Ajak juga teman kamu Hera." ujar Rudi berbisik sambil menunjuk ke Mala dengan menggunakan kode matanya.
"Okey." jawabnya singkat. "Mala, ayo ikut ngumpul bareng kami." ajak Hera pada Mala teman kelasnya. Mereka tidak begitu dekat jika di luar, tapi di kelas dekat karena Mala butuh bantuan Hera yang cerdas.
"Emang boleh!" ujar Mala tidak enak hati. Dia menatap kedua teman Hera dengan respon yang berbeda. Rudi yang welcome, dan Hasyim yang cuek saja.
"Iya gak apa-apa. Kita gak pernah jalan bareng kan?" tanya Hera antusias. Mereka berempat keluar meninggalkan ruangan yang masih ada Aldo bersama kawan lainnya.
Mala sangat antusias, dia tertarik dengan Hasyim yang terlihat suka bercanda tapi cool seperti sulit didekati. Menjadi tantangan bagi Mala.
"Dia kayak ramah, tapi cuek juga." batin Mala menatap Hasyim saat mereka berjalan keluar kampus.
"Kita mau nongkrong dimana?" tanya Hera antusias. Meski bayar masing-masing, bagi Hera tidak masalah, karena yang terpenting adalah kebersamaan.
"Ke taman baca saja yuk." saran Hasyim apa adanya. Dia harus memikirkan keuangan juga, siapa yang akan membayar jika mereka memilih restoran?
"Boleh tuh, lebih ramah lingkungan." sahut Rudi cepat, mereka memang lebih suka kesederhanaan. Berbeda dengan Mala yang kaget. Dia pikir akan ke restoran mewah, seperti Enzym, Icon, atau yang lainnya.
"Gimana Mala, mau ikut gak?" tanya Hera lembut, karena dia melihat ada raut wajah yang berbeda ketika Hasyim menyarankan ke taman baca.
"Gak apa-apa kok." jawabnya dengan senyum yang dia paksa dengan semanis mungkin. "Sudah terlanjur mau, nolak pun akan menjadi terlihat buruk dimata Hera." batinnya.
Akhirnya mereka berempat menuju taman baca dengan dua motor kesayangan Hasyim dan Rudi. "Hai, namaku Rudi." ujar Rudi pada Mala. Mereka memang belum berkenalan.
Hera menepuk dahinya tanda rasa bersalahnya. "Maaf ya, lupa ngasih kenal." ujar Hera tidak enak. "Ini Rudi, dan ini Hasyim. Mereka sahabat aku Mala." ujar Hera antusias.
"Oh hai, aku Mala, teman kelas Hera sejak awal masuk kuliah." ujar Mala memperkenalkan diri dengan Rudi dan Hasyim. Mereka berjabat tangan sebentar kemudian melajukan kendaraannya ke taman.
Setibanya di taman baca yang cukup sepi karena waktu pagi menjelang siang. Tidak lupa mereka singgah di Memart untuk belanja cemilan. Mereka turun dari motor masing-masing. Mala dengan Rudi, dan Hera dengan Hasyim.
***
Terima kasih sudah mampir dikarya Hani. Dukung terus ya dengan cara like, komen, subscribe ♣︎
cocok