Ratri Swasti Windrawan, arsitek muda yang tidak ingin terbebani oleh peliknya masalah percintaan. Dia memilih menjalin hubungan tanpa status, dengan para pria yang pernah dekat dengannya.
Namun, ketika kebiasaan itu membawa Ratri pada seorang Sastra Arshaka, semua jadi terasa memusingkan. Pasalnya, Sastra adalah tunangan Eliana, rekan kerja sekaligus sahabat dekat Ratri.
"Hubungan kita bagaikan secangkir kopi. Aku merasakan banyak rasa dalam setiap tegukan. Satu hal yang paling dominan adalah pahit, tetapi aku justru sangat menikmatinya."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Komalasari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
31. Bermain Sendiri
“Kenapa aku harus memintamu meninggalkan Elia?”
“Entahlah. Satu yang pasti, aku menyukai kebersamaan kita. Kamu berhasil menarik perhatianku dalam waktu singkat. Itu sungguh luar biasa.”
“Tidak. Kamu hanya berusaha mencari pelarian dari rasa sakit dan kecewa. Iya, kan?”
Sastra menatap penuh arti. Dibelainya pipi Ratri dengan segenap rasa. Pria itu berusaha keras menemukan setitik penyesalan, dari perselingkuhan yang dilakukan. Namun, dia tak mendapat apa-apa, selain kenyamanan berbeda saat bersama Ratri.
“Aku tidak akan membantah, jika kamu berpikir demikian. Maka dari itu, bantu aku melupakan semuanya, agar tidak terus larut dalam rasa kecewa.”
Sastra makin merapatkan tubuh kepada Ratri. Dirangkulnya pinggang ramping wanita muda itu. Pertautan mesra berlangsung selama beberapa saat, hingga bibir mereka terasa sangat basah karena lu•matan demi lu•matan tanpa jeda.
Sesaat kemudian, Sastra mengakhiri ciumannya dengan gigitan pelan di bibir bawah Ratri. Dia bahkan sedikit menarik, lalu mengisapnya lembut. Menghadirkan sensasi indah nan menggoda, bagi sejoli yang tengah dimabuk asmara.
De•sahan pelan terdengar, ketika Sastra memainkan nakal bibir Ratri. Membakar hasrat yang selama ini ditahan sekuat tenaga.
Namun, sepertinya tembok tinggi yang disebut ‘aturan’ itu akan segera runtuh. Kenyataannya, tak ada yang bisa mengelak dari godaan setan. Iming-iming kenikmatan penuh sensasi indah bak di surga, ingin segera diraih.
Sofa di ruang tamu terasa begitu nyaman. Lebih empuk dibanding matras yang biasa jadi alas tidur Ratri. Wanita cantik 25 tahun tersebut memejamkan mata, menahan geli ketika Sastra menciumi lehernya. Ratri hanya bisa membalas dengan re•masan pelan di tengkuk pria itu.
Embusan napas berat dan dalam, meluncur dari bibir Sastra. Dia menatap Ratri, yang membalasnya dengan sayu. Sastra tahu wanita itu juga pasti tergoda, untuk melanjutkan permainan.
“Aku hanya bisa menciummu,” bisik Sastra, seraya kembali menikmati bibir Ratri. Namun, tak bisa dipungkiri pergumulan itu telah sangat menyiksa hasrat kelelakiannya, yang ingin segera disalurkan. Sastra menekan bagian bawah tubuh, lalu bergerak perlahan.
“Ah, sial! Aku tidak kuat.” Sastra segera bangkit, lalu duduk dengan posisi setengah membungkuk. Dia menopang kepala menggunakan kedua tangan.
“Sebaiknya, aku pulang sekarang,” ucap Sastra lagi, seraya beranjak dari duduk.
Melihat Sastra sudah bersiap pergi, Ratri pun ikut berdiri.
“Kamu mau ke mana?” tanya Sastra keheranan.
“Bukankah kita akan pulang?”
“Tetaplah di sini. Besok pagi kujemput, lalu kuantar ke tempat kost.”
“Ta-tapi ….”
“Ada makanan di kulkas. Di dapur juga ada camilan. Aku sudah menyuruh seseorang untuk menyiapkan sejak kemarin-kemarin. Jadi, kamu tidak perlu takut kelaparan.” Sastra tersenyum kalem, sebelum mengecup kening Ratri.
“Ah, hampir lupa. Kamarmu yang paling depan. Pintu berwarna walnut brown. Carilah sendiri karena aku tidak mau mengantarmu ke dekat tempat tidur.”
Ratri memaksakan tersenyum, meskipun agak kikuk. Dia paham maksud Sastra. “Terima kasih. Selamat malam.”
“Selamat malam. Sampai bertemu besok pagi,” balas Sastra, kemudian berbalik. Pria itu pergi dari hadapan Ratri. yang sebenarnya tak nyaman karena apa yang terjadi beberapa saat lalu.
Sepeninggal Sastra, Ratri kembali ke sofa tempatnya bergumul bersama Sastra. Si pemilik rambut pendek itu memejamkan mata, seraya meraba leher serta dada, yang tadi disentuh Sastra secara leluasa.
“Kamu pria baik, Sastra. Kamu tidak melanggar aturan yang …. ah ….” Keluhan pelan meluncur dari bibir Ratri. Sebenarnya, dia juga sudah benar-benar terbuai oleh cumbuan Sastra.
Sementara Ratri sibuk menetralkan perasaan tak menentu, Sastra telah berada di dalam mobil. Namun, dia tak langsung menyalakan mesin dan meninggalkan area parkir. Sastra terdiam, seraya menyandarkan kepala.
Pria tampan 31 tahun yang setia dengan gaya rambut man bun tersebut memejamkan mata. Bayangan pergumulan di sofa beberapa saat yang lalu, membuat pikirannya jadi tak keruan.
“Astaga, Ratri ….” Suara pria itu terdengar berat dan dalam. Dia tak kuasa lagi menahan diri. Sastra melepas sabuk kulit serta pengait celana jeans, kemudian menurunkan resleting.
Dengan napas memburu, Sastra mengeluarkan sesuatu yang jadi lambang kejantanannya sebagai pria dewasa. Pria tampan berjanggut tipis itu memejamkan mata, sambil menggerakkan tangan naik-turun. Dia terpaksa memuaskan diri dengan cara seperti itu, daripada merasa tak nyaman.
Sungguh luar biasa. Sastra bagai terlupa pada pertengkaran dengan Eliana. Saat bersama Ratri, dia justru jadi benar-benar bergairah. Hasrat kelelakiannya terbangkitkan dan sulit dibendung.
“Ah, Ratri ….” Gerakan tangan Sastra kian cepat. Terlebih, saat membayangkan paras cantik Ratri, serta beberapa adegan mesra yang dilakukan bersama wanita itu. Sastra memejamkan mata, kemudian meringis diserta desisan pelan. Napasnya pun kian memburu.
Sungguh menjengkelkan. Sastra terpaksa memuaskan diri dengan cara seperti itu. Padahal, dia bisa sedikit memaksa Ratri agar bersedia melayani. Kesenangan yang didapat pun pasti lebih besar.
Beberapa saat berlalu, Sastra mengembuskan napas lega, lalu bersandar lesu. Pria itu diam sejenak, demi menetralkan serta mengembalikan tenaga.
“Astaga.”
Setelah merasa lebih tenang, Sastra mengambil beberapa lembar tisu, kemudian membersihkan tangan. Menghilangkan cairan putih agak kental yang mengotorinya.
“Sialan!” gerutu Sastra pelan, seraya memasukkan tisu bekas ke tempat sampah. Dia memasang sabuk pengaman, berniat hendak pergi dari sana. Namun, ketika akan memutar kunci, Sastra tiba-tiba terdiam dengan tatapan tertuju lurus ke depan.
“Apa-apaan ini?” gumam Sastra tak percaya, saat melihat SUV hitam yang tadi mengikuti, sudah terparkir tak jauh dari tempat mobilnya berada.
“Apa mungkin pemiliknya merupakan penghuni apartemen ini?” gumam Sastra lagi.
Tanpa berpikir panjang, dia langsung merogoh telepon genggam, kemudian menghubungi Ratri. Beruntung karena wanita itu belum tidur.
“Apa kamu sudah tiba di apartemenmu?” tanya Ratri.
“Um, belum,” jawab Sastra. “Aku hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja.”
Ratri tertawa pelan. Terdengar agak parau dan manja. “Aku membuka kulkas. Kulihat aad beberapa cup es krim dan salad siap makan. Terima kasih.”
“Bukankah itu makanan kesukaanmu?”
Ratri kembali tertawa pelan. “Kapan-kapan, aku akan memasak sesuatu untukmu.”
“Aku tidak yakin kamu bisa memasak,” ucap Sastra ragu.
“Ih, sembarangan. Setiap pulang ke Bandung, aku pasti memasak untuk Asha dan Bi Lestari. Kamu harus mencicipi agar percaya.”
Sastra menggumam pelan. Pria itu tersenyum simpul. Obrolan santai yang terdengar receh, tetapi sangat menghibur. “Kalau ada apa-apa, jangan sungkan menghubungiku. Kapan saja. Jam berapa pun,” pesannya.
“Siap, Bapak Sastra Arshaka,” sahut Ratri, diiringi tawa manja. “Ya, sudah. Sebaiknya cepat pulang.”
“Iya. Bye.”
Sastra memasukkan telepon genggam ke saku dalam jaket, kemudian menyalakan mesin mobil. Bersamaan dengan itu, ada seorang pria muncul dan masuk ke SUV hitam tadi.
taukan ela itu pemain drama
apa prama yaa
☹️☹️
betkelas dech pokoknya
" ternyata baru kusadari sirnanya hatimu yg kau simpan untuknya
aku cinta kepadamu,aku rindu dipelukmu
namun ku keliru t'lah membunuh cinta dia dan dirimu... oh...ohh..ohhh"
😅😅😅😘✌
jangan2 emaknya ratri ibu tirinya sastra...