Memiliki kehidupan yang nyaris sempurna, Marsha memiliki segudang prestasi, ia juga terampil dalam seni lukis dan percintaan yang bahagia bersama Reno─sepupunya sendiri. Mereka telah membangun rencana masa depan yang apik, namun siapa yang akan menyangka takdir tidak selalu mengikuti semua rencana.
Marsha tiba-tiba harus menggantikan Maya─kakaknya yang kabur karena menolak menikahi Alan─pria pilihan orang tuanya berdasarkan perjanjian bisnis. Masa depan perusahaan orang tuanya yang diambang kebangkrutan sebagai konsekuensinya.
Bagai simalakama, terpaksa Marsha menyetujuinya. Statusnya sebagai pelajar tidak menunda pernikahan sesuai rencana diawal. Alan adalah pria dewasa dengan usia yang terpaut jauh dengannya ditambah lagi ia juga seorang guru di sekolahnya membuat kehidupannya semakin rumit.
Menjalani hari-hari penuh pertengkaran membuat Marsha lelah. Haruskah ia berhenti mengukir benci pada Alan? Atau tetap melukis cinta pada Reno yang ia sendiri tidak tahu dimana ujung kepastiannya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rieyukha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
UNDANGAN SWEET SEVENTEEN
"Pagi Pak Cak," sapa Marsha seraya memberikan dua bungkus sarapan seperti biasanya.
"Pagi Neng," balas Cakra sopan, ia mengambil bungkusan itu dari tangan Marsha tidak lupa mengucapkan terima kasih. Kini Agus bertugas menjaga gerbang sekolah dan Cakra di dalam pos mengawasi CCTV.
"Neng maaf lancang boleh saya bertanya?" Cakra tampak ragu-ragu, Marsha pun jadi penasaran, tumben-tumbenan dan tampak ingin bertanya dengan serius.
"Boleh Pak, mau tanya apa?"
"Neng Marsha sama Pak Alan masih saudara ya?"
Marsha terdiam, ya tentu selama ini hanya Agus dan Cakra yang selalu melihatnya tiap pagi datang bersama, tapi saat pulang Marsha selalu menunggu di mini market sebelah sekolah menghindari kecurigaan murid lainnya.
"Memangnya kenapa ya Pak?" Marsha mencari aman dengan balik bertanya.
"Itu Neng, ada murid yang bertanya tapi saya jawab nggak tahu. Yaa memang saya nggak tahu kan. Mau menghindari berita tidak sedap aja makanya saya mau pastikan sama Neng Marsha, maaf kalau lancang."
"Iya nggak apa-apa Pak, saya memang ada hubungan tapi kalau ada yang tanya lagi suruh tanya saya langsung aja ya Pak." Marsha berpesan,
Tapi siapa yang bisa-bisanya bertanya tentang dirinya pada security sekolah. Marsha tidak ingin membuat Cakra semakin tidak enak dengan menanyakan hal itu ia memilih mencari tahu sendiri saja nanti.
"Kan benar saya Neng masih ternyata, hubungan saudara ya," celetuk Cakra senang, Marsha hanya diam ia tidak berniat membantah. Sengaja ia hanya mengatakan hubungan tanpa embel-embel dibelakangnya.
"Pantesan mirip, Neng Marsha versi cantiknya Pak Alan versi tampannya. Kalau jadi pasangan cocok sebenarnya tapi sayang kan saudara ya Neng," Cakra terkekeh dengan ucapannya sendiri.
Marsha hanya tersenyum simpul mendengar ucapan Cakra yang mengatakan sebenarnya cocok, kok Marsha menjadi merinding mendengarnya. Ia harus menyimpan rahasia ini dengan baik hanya sampai lulus, ia harus bisa.
Dikelas. Hari ini Marsha tidak pergi ke perpustakaan seperti biasanya, ia baru teringat tekadnya menjadi murid biasa saja dan informasi dari Cakra juga membuatnya kepikiran kira-kira siapa yang sudah melihatnya dan begitu ingin tahu ya?
"Apa si V ya?" gumam Marsha ragu. "Atau Anggun?"
"Hai Beb, tumben lo nggak di perpustakaan." sapa Dina dengan suara lembut yang kaget melihat Marsha masih dikelas. Marsha hanya tersenyum tipis menanggapinya.
Dina meletakkan tasnya, lalu ia seperti mencari sesuatu didalam tasnya, begitu ia mendapatkan apa yang ia cari ia berjalan menghampiri meja Marsha.
"Nih, undangan *sweet seventeen*nya Anggun. Dia titip buat lo."
"Hm?" Marsha mengerutkan alisnya heran, "Anggun tim cheerleader lo dulu?" Marsha memastikan. Dina mengangguk.
"Gue juga kaget kenapa lo di undang, tapi dia bilang karena lo kan murid berprestasi kebanggaan sekolah dia bakal rugi kalau lo nggak ada di pestanya. Gue rasa dia ngefans sama lo, like trend setter buat dia mungkin." Dina mengedikkan bahunya.
Marsha membuka undangan itu, acaranya dirumah Anggun sendiri dan jelas malam hari.
"Gue juga di undang dan Sarah juga pasti datang karena sepupunya pacaran sama kakak Anggun kan."
Marsha tampak ragu, mengingat bagaimana Anggun terlihat tidak menyukainya. "Gue nggak janji bisa datang Din, agak susah izin beginian." Marsha beralasan.
"Take your time Beb, masih sepekan lagi. Kalau lo pergi gue pergi, kalau enggak gue juga enggak. Nggak ada teman nggak asik."
~