Virginia menjual keperawanan yang berharga pada Vincent demi menyelamatkan nyawa adiknya yang saat ini sedang koma. Namun, Vincent yang sedang mengalami prahara dalam hubungannya dengan sang mantan istri, menggunakan Virginia untuk membalas dendam pada sang mantan istri.
Vincent dengan licik terus menambah hutang Virginia padanya sehingga anak itu patuh padanya. Namun Vincent punya alasan lain kenapa dia tetap mengungkung Virginia dalam pelukannya. Kehidupan keras Virginia dan rasa iba Vincent membuatnya melakukan itu.
Bahkan tanpa Vincent sadari, dia begitu terobsesi dengan Virginia padahal dia bertekat akan melepaskan Virginia begitu kehidupan Virgi membaik.
Melihat bagaimana Vincent bersikap begitu baik pada Virgi, Lana si mantan istri meradang, membuatnya melakukan apa saja agar keduanya berpisah. Vincent hanya milik Lana seorang. Dia bahkan rela melakukan apa saja demi Vincent.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon misshel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pemerasan
"13 milyar?!" Arfa kaget mendengar ucapan salah seorang karyawan yang bertugas mengurus keuangan ayahnya. "Gila!"
Arfa mengusap wajahnya kasar, "separah apa emangnya?"
"Parah banget emang, katanya sampai anak itu kaya bayi lagi. Dia bahkan baru belajar mendengar dan penglihatannya belum sepenuhnya berfungsi dengan baik." Vania nama karyawan itu. Dia sengaja menceritakan perihal ganti rugi tersebut atas perintah sang atasan, semata-mata agar berhenti berurusan dengan Lana lagi dalam bentuk apapun. Setya sudah merelakan semuanya asal anaknya bisa kembali dengan selamat.
Sebelumnya, Setya tidak pernah terbuka soal keuangannya pada siapapun termasuk Arfa.
Arfa menangkap ucapan Vania berbeda dari tujuan awal. "13 milyar itu bukan uang yang sedikit."
Vania sama sekali tidak menerima kesan bahwa Arfa menanggapi berbeda ucapannya, jadi dia mengangguk. "Uang itu memang besar, tapi sesuai banget jika itu adalah ganti rugi buat dua tujuan dan dua orang."
Tapi tetap saja, 13 milyar itu bahkan mampu membuat seseorang hidup mewah tanpa bekerja seumur hidupnya.
Arfa penasaran seperti apa anak yang dia tabrak kemarin. Ia menatap Vania sejenak sebelum pergi dari sana. Pikirannya penuh dengan kejadian nahas hari itu. Motor yang dipakai anak itu bahkan terlihat baru.
Langkah Arfa kemudian bergerak ke rumah sakit dimana korban tabrak larinya berada.
...
"Egi, kami tahu kalau kamu kesusahan, tapi gimana, ya ...."
Egi menatap wanita yang merupakan orang tua dari teman El. Hari itu El meminjam motor milik wanita ini.
"Itu saya kredit, Gi, baru 4 kali nyicil." Wanita itu sungkan, tapi bagaimana lagi. Dia tahu Egi kesusahan, tapi motor itu juga dipakai untuk sampingan mencari nafkah suaminya juga.
"Saya akan ganti yang baru, Bu." Egi memegang tangan wanita bernama Dewi itu. "Saya minta maaf karena udah bikin ibu kesusahan."
Egi bersungguh-sungguh. Kemarin ketika dia ke rumah sewa, dia juga ke rumah Bu Dewi ini, tapi beliau sedang tidak di rumah, jadi dia menitipkan pesan pada tetangga agar Bu Dewi datang ke rumah sakit ini.
Dewi tidak percaya. "Gi, kami nggak minta yang baru, kok, asal bisa jalan aja! Maaf, ya, saya terkesan tidak tahu diri."
Egi tersenyum, "saya yang harusnya bilang begitu, Bu. Saya berterima kasih Ibu sudah mau sabar sampai El membaik."
"Saya nggak tega sama El, Gi. Ya Tuhan, sebenernya, aku itu anggap El kaya anak sendiri, dia anak yang baik. Sungguh jika keuanganku cukup, aku nggak bakal ke sini, Gi."
"Dia udah membaik banget, Bu, bahkan udah bisa bilang haus dan lapar, sudah bisa bilang ngantuk, meski belum ada suaranya." Egi menatap pintu ke arah ruangan El yang tidak sembarangan orang bisa masuk. Egi saja masih dibatasi. "Doakan El segera pulih, ya, Bu."
Dewi mengangguk, "tentu, Nak."
Egi menatap sendu Bu Dewi. "Saya ikut Ibu ke dealer, ya. Nanti pilih saja yang Ibu mau. Yang nabrak El udah kasih bantuan, jadi saya ada rezeki dikit."
Dewi mendadak ingat sesuatu. "Gi, katanya kamu nikah sama dokter yang rawat El, ya?"
Egi tersipu saat mengangguk. Mengingat itu kenapa rasanya aneh ya? Hidupnya agak ajaib memang, jadi wajar kalau orang lain juga heran.
Sejenak Dewi terdiam. Ia memilih kata yang tepat, meski akhirnya dia hanya bisa mengucapkan kata yang baik. "Selamat, ya, kapan-kapan ajak ke rumah Ibu, kenalan sama tetangga kamu."
Egi mengangguk lagi. "Oh, ya, Bu ... saya masih ada hutang ke tetangga, nanti saya nitip, ya! Saya akan kasih nama tiap amplopnya biar Ibu nggak lupa."
Bu Dewi mengangguk penuh arti. Tangannya yang saling bertaut bergerak gelisah. Sepertinya dia punya banyak pertanyaan tetapi mulutnya sanggup menahan.
Arfa berpapasan dengan Egi, mendengar percakapan itu dengan jelas. Namun dia tidak mengetahui Egi adalah kakak dari orang yang ditabraknya.
"Bu Virginia!"
Saat itu, Egi menoleh cepat. Seorang perawat memanggilnya. Egi menatap Bu Dewi agar sejenak menunggunya.
"Sebentar ya, Bu." Setelahnya, Egi berlari ke arah perawat.
"Ya, Sus."
"El ngambek, Bu, dia menolak dikasih susu."
Egi menoleh ke arah Bu Dewi, dan memohon dimaklumi atas keadaan ini. Bu Dewi pun mengerti, jadi dia menyilakan Egi selesaikan dulu urusannya.
Mendengar nama anak juga nama Virginia disebut, Arfa berhenti dan membeku. Dia lekat menatap Egi dan batinnya terasa berisik sekali.
"Dia jual diri demi adiknya? Dokter hebat disini mau menikah dengan orang semiskin itu?"
Arfa dalam perjalanannya ke sini mencari tahu siapa korbannya melalui Arifin. Dia sekarang tidak buta lagi mengenai korbannya.
Dan fakta ini, bahkan ayahnya belum menyebutkan. Pasti baru dia yang menyadari.
Ama anak anaknya ga adil. padahal sama sama anak kandung.
Itulah.. sebenarnya ikatan darah ga selamanya kuat. Buktinya banyak kasus emak ninggal anaknya dengan tega.
Suami tua asal baik, bertanggung jawab , setia . udah jaman sekarang mah itu harus di syukuri.