Novel ini diilhami dari kisah hidup Nofiya Hayati dan dibalut dengan imajinasi penulis.
🍁🍁🍁
Semestinya seorang wanita adalah tulang rusuk, bukan tulang punggung.
Namun terkadang, ujian hidup memaksa seorang wanita menjadi tangguh dan harus terjun menjadi tulang punggung. Seperti yang dialami oleh Nofiya.
Kisah cinta yang berawal manis, ternyata menyeretnya ke palung duka karena coba dan uji yang datang silih berganti.
Nofiya terpaksa memilih jalan yang tak terbayangkan selama ini. Meninggalkan dua insan yang teramat berarti.
"Mama yang semangat ya. Adek wes mbeneh. Adek nggak bakal nakal. Tapi, Mama nggak oleh sui-sui lungone. Adek susah ngko." Kenzie--putra Nofiya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ayuwidia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 12 Amarah
Happy reading 😘
...Untuk membuktikan besarnya rasa cinta, dibutuhkan pengorbanan dan perjuangan...
...🌹🌹🌹...
Air langit turun kian deras saat roda mobil yang dikendarai oleh Zaenal menginjak halaman rumah Nofiya.
Sayang, Zaenal terlupa menyimpan payung di dalam mobilnya.
Tanpa berpikir panjang, ia meraih jaket kulit berwarna hitam yang tersimpan di jok mobil bagian belakang, yang ingin dipergunakannya untuk melindungi Nofiya dari guyuran air langit.
"Alhamdulillah, sudah sampai rumah." Nofiya menerbitkan senyum dan segera melepas seal belt. Tangannya bersiap untuk membuka pintu. Namun Zaenal segera mencegah.
"Jangan keluar dulu, Yang!" titah Zaenal dan Nofiya tak kuasa membantah.
Ia menunggu sampai Zaenal membukakan pintu.
Setelah memandu Nofiya keluar dari dalam mobil, Zaenal merentangkan jaket kulit yang dibawanya untuk menaungi kepala Nofiya.
"Tu, dua, tiga. Lari, Yang!"
Setelah mendengar aba-aba dari Zaenal, Nofiya mulai berlari kecil menuju teras rumah, bersamaan dengan Zaenal.
Keduanya terus berlari, menerjang air langit.
Karena terlalu fokus berlari, mereka tidak memperhatikan pemandangan yang tersaji di hadapan.
Rupanya Ridwan sudah bersiap menyambut kedatangan mereka berdua. Pria paruh baya itu duduk di kursi dengan pandangan netra yang tak lepas dari dua objek, yang sudah dinantinya sedari tadi.
"Om --"
"Papa --"
Zaenal dan Nofiya terkesiap begitu indra penglihatan mereka membentur wajah Ridwan.
Rasa takut mulai menyapa, hingga bibir mereka tak kuasa untuk berkata.
"Dari mana kalian?"
Ridwan memasang wajah datar. Namun terlihat menakutkan. Melebihi wajah makhluk yang kini tengah berdendang di atas pohon mangga tanpa menghiraukan guyuran air langit dan hembusan sang bayu yang memainkan gaun dinasnya.
"Ma-af, Om. Tadi, kami dari Kafe K & R --"
"Apa pantas seorang pria membawa anak gadis tanpa meminta izin orang tuanya?" Ridwan memangkas ucapan Zaenal. Ia melontarkan tanya dengan suara yang terdengar menggelegar, mengalahkan suara guntur yang menyertai kilatan petir.
"Pa, tadi ... sebenernya Zen ingin meminta izin pada Papa. Tapi Fiya melarang --"
"Diam! Papa bertanya pada temanmu. Bukan kamu." Ridwan meninggikan intonasi suara, sehingga Nofiya tidak berani membantah. Apalagi menatap sepasang netra papanya yang terbingkai kabut amarah.
"Om, saya mohon jangan memarahi Fiya. Saya minta maaf karena telah membuat Om Ridwan murka. Seharusnya saya meminta izin pada Om sebelum membawa Fiya bertemu dengan papi dan mami saya di Kafe K & R." Zaenal memberanikan diri berucap dan berusaha menyingkirkan rasa takut.
Sebagai seorang pria gentleman, Zaenal telah siap menghadapi kemurkaan Ridwan dan segala tantangan yang membentang demi memperjuangkan cintanya.
"Om, papi dan mami menitip salam untuk Om Ridwan dan Mama Fiya. Papi dan mami berharap bisa bertemu dengan Om Ridwan dan Mama Fiya di Kafe K & R, untuk berkenalan dan menjalin silaturahim," imbuhnya. Namun Ridwan tak acuh.
Pria paruh baya itu memilih untuk tidak menanggapi ucapan Zaenal dan membawa tubuhnya bangkit dari posisi duduk.
"Fiya, masuk!" titahnya dengan merendahkan nada suara.
Nofiya mengangguk lemah dan mengindahkan perintah sang papa.
Dengan langkah yang terasa berat, Nofiya masuk ke dalam rumah tanpa menoleh ke arah Zaenal.
Maafin aku, Zen. Aku yang salah. Aku terlalu takut meminta izin pada papa sebelum kamu membawaku pergi bertemu papi dan mami mu. Maaf .... Batin Nofiya berbisik lirih, seiring langkah yang semakin menjauh dari Zaenal.
"Pulanglah! Jangan temui Fiya lagi!"
"Tapi, Om --"
Ridwan menghembus nafas kasar, lalu menutup pintu rumahnya. Membiarkan Zaenal yang masih berdiri di depan pintu dan mulai menggigil kedinginan.
🍁🍁🍁
Bersambung ....
ada2 gajah deh
dasar Conal
Dia otaknya encer...hehehege
Ampuunnn Dahhh
sini di belakang rumahku..sambil ngingu pitik
Dari tadi, aku baca di Zaenal manggilnya YANG..YANG..terus..
itu nama pacarnya Zaenal, Fiya apa Mayang sih..
Aku juga ketawa nihh
Aku pikir Kirana putri cantiknya Author
yang gantengnya sejagad jiwa..yang kumisnya bikin Author gak bisa lupa