Gadis suci harus ternoda karena suatu keadaan yang membuat dia rela melakukan hal tersebut. Dia butuh dukungan dan perhatian orang sekitarnya sehingga melakukan hal diluar batas.
Penasaran dengan ceritanya, simak dan baca novel Hani_Hany, dukung terus yaa jangan lupa like! ♡♡♡♤♤♤
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hani_Hany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 31
"Iya, aku memang kerja di luar kota tapi sedang ambil cuti karena ibuku sakit." ucap Agus mengiringi jalan Diana disampingnya.
"Semoga ibu kamu cepat sembuh ya!" ucap Diana tulus. "Sayangi dia selagi masih ada Gus, jangan seperti aku ini, belum bisa bahagiakan ibu tapi ibu harus kembali." imbuhnya dengan menunduk menahan tangis.
Sedih, tentu! Diana sangat sedih. Zain yang katanya mau meminangnya dihadapan kedua orang tuanya tapi justru tidak ada kabarnya. Perjuangan Cinta Diana dan Zain terlalu berat dan banyak rintangan.
"Diana, boleh aku tanya sesuatu? Ini masalah pribadi tapi aku sudah gak punya waktu lagi untuk menundanya." ucap Agus serius ketika mereka sampai di luar pemakaman.
"Emang ada apa Agus?" tanya Diana menatap Agus heran. "Apakah yang akan ditanyakan? Apa tentang masa laluku?" batin Diana bertanya².
"Ayo kita ke sungai." ya Agus mengajak ke sungai supaya lebih sejuk dan disana Diana bisa menenangkan diri sebelum pulang ke rumah.
"Baiklah, tapi sebentar saja ya!" tawar Diana, akhirnya mereka menuju sungai dengan berjalan kaki karena tidak jauh dari pemakaman.
"Ada apa?" tanya Diana penasaran ketika mereka sudah sampai dipinggiran sungai yang jernih. Diana duduk di pinggiran yang ada bebatuannya, terasa indah dan sejuk.
"Begini Diana, aku ingin meminangmu. Jujur saat ini aku belum mencintai kamu tapi sedari dulu aku sudah kagum pada mu, hanya aku tidak berani mengatakan secara langsung. Sebenarnya ibu ku menginginkan aku untuk segera menikah Diana, aku belum punya calon sampai saat ini." ucap Agus serius, dia menatap gemercik air yang mengalir dengan tenang.
Diana diam mematung! Dia bingung harus bagaimana, Ibunya meninggal, dan baru saja di makamkan. Sekarang Agus mengungkapkan jika ingin melamarnya. Nah bagaimana dengan Zain? Apakah dia akan benar-benar menepati janjinya meminang Diana?
"Aku masih dalam keadaan berduka Gus, aku belum bisa memberikan jawaban apa pun untukmu. Jujur sebenarnya sudah ada lelaki yang datang meminangku tapi secara pribadi. Aku ragu untuk menerimanya karena orang tuanya tidak merestui kami." ucap Diana membayangkan ketidak sukaan ibu Rianti padanya yang hanya anak orang miskin.
"Begitu." ucap Agus dengan manggut-manggut. Raut wajah Agus sudah berubah menjadi kecewa dan sedih. Bagaimana dengan permintaan ibunya? Pikir Agus.
"Beri aku waktu untuk menyelesaikan masalahku dengan temanku yang pernah meminang, ketika dia serius maka aku minta maaf jika aku tidak bisa menerimamu. Dan masalah saat ini kami sedang berduka, aku masih harus mengurus hutang piutang ibuku, jangan sampai ada yang tertinggal. Selain itu, masih harus ta'ziah di rumah. Kamu hadir ya!" pinta Diana.
Mereka terdiam cukup lama hingga Diana pamit pulang duluan. Agus mengiyakan dan tinggallah dia sendirian.
"Agus ada-ada saja." gumam Diana berjalan kaki menuju rumahnya. "Lucu ya kalau aku menikah sama Agus!" batinnya sambil senyum sendiri.
"Ih aku kenapa ya?" gumamnya lirih sambil menengok kanan-kiri, untung sunyi. Pikirnya.
Setibanya di rumah, masih ada beberapa tetangga. Ada juga keluarganya yang sedang bantu² buat persiapan ta'ziah. Malam pun menjelang, Diana mengadakan ta'ziah hingga malam ke tujuh.
"Yah, ini ta'ziah sampai malam ke tujuh kan?" tanya Diana pada ayah Sidiq saat sedang duduk² santai di teras rumah.
"Iya nak. Nanti lagi kalau malam ke 40 hari meninggalnya ibumu baru akan diadakan ta'ziah." ucap ayah Sidiq menjelaskan. Tadi malam sudah selesai malam ke tujuh meninggalnya ibu Riana. Ta'ziah dilakukan untuk mengirim doa kepada yang meninggal, memberikan semangat kepada pihak keluarga yang ditinggalkan, dan mengingatkan kepada semua manusia bahwa meninggal itu pasti hanya kapan waktunya itu yang kita tidak pernah tahu.
"Begitu yah! Oya yah, bagaimana ini, sudah dua minggu aku disini. Apa aku berhenti saja kerja di Morowali?" tanya Diana hati-hati.
"Kamu maunya gimana nak! Ayah tidak melarang mu bekerja disana, tapi ayah juga tidak bisa memaksamu untuk tetap disini." ucap ayah bijak.
Cukup lama terdiam, Diana bingung harus bagaimana! Ketika Diana hendak berbicara tetapi ayah lebih dulu berucap bahwa Diana ada yang ingin melamar.
"Kemarin itu ada orang tua Agus kesini, dia berencana mau melamar kamu. Apa kamu belum ingin menikah nak?" tanya ayah hati-hati. Biar bagaimana pun menikah keputusan Diana karena dia yang akan menjalaninya.
"Hhm gitu yah! Lantas ayah bilang apa?" tanya Diana penasaran. Dia yakin ayahnya tidak akan mengambil keputusan gegabah.
"Ayah hanya bilang sama mereka jika semuz keputusan ada pada Diana." jawab ayah tersenyum menatap Diana. Disaat masih ada sang ibu mereka tidak seakrab ini untuk ngobrol.
"Terima kasih ayah. Tapi menurut ayah gimana?" tanya Diana meminta pendapat ayahnya.
"Kalau menurut ayah pribadi, Agua baik, orang tuanya juga baik. Kalau kamu suka ya terima saja nak!" jawab ayah enteng. Bagi ayah Cinta akan tumbuh seiring berjalannya waktu dan kebersamaan.
"Ayah, kalau misalnya ada lelaki yang datang meminangku selain Agus bagaimana?" tanya Diana serius. Diana memperhatikan raut wajah ayahnya yang biasa saja.
"Kalau serius ya suruh datang temui ayah nak!" jawab ayah serius pula. Bagi ayah hal ini sangat berat melepas anak gadisnya. Ternyata anak yang dirawat selama ini sudah besar dan akan dinikahi orang, pikirnya. Tapi semua itu hanya dipendam dalam hati saja.
"Baik lah ayah. Beri Diana waktu untuk berpikir dan memilih siapa yang akan Diana pilih." ucap Diana lagi.
"Iya nak. Sholat istikhoroh nak. Insya Allah semua akan berjalan sesuai rencana Allah." ucap ayah bijak lalu masuk ke dalam rumah untuk meminum kopi hitan kesukaannya.
"Huft. Aku harus gimana ya? Zain gak ada kabar, dia serius gak sih?" tanya Diana dalam hati sambil menghembuskan nafas kasarnya.
Malam harinya Diana menghubungi Zain untuk mencari kepastian.
"Zain mana sih, susahnya dihubungi." gumam Diana pelan sambil terus menghubungi nomor telefon Zain. "Aku diabaikan lagi dan lagi. Bodohnya aku masih saja berharap." gerutunya lalu melempar ponselnya diatas kasur.