Rania, seorang barista pecicilan dengan ambisi membuka kafe sendiri, bertemu dengan Bintang, seorang penulis sinis yang selalu nongkrong di kafenya untuk “mencari inspirasi.” Awalnya, mereka sering cekcok karena selera kopi yang beda tipis dengan perang dingin. Tapi, di balik candaan dan sarkasme, perlahan muncul benih-benih perasaan yang tak terduga. Dengan bumbu humor sehari-hari dan obrolan absurd, kisah mereka berkembang menjadi petualangan cinta yang manis dan kocak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zylan Rahrezi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menyambut Hari Baru
Bab 21: Menyambut Hari Baru
Hari demi hari berlalu, dan kafe milik Rania semakin berkembang. Banyak orang yang datang dan merasa terhubung dengan konsep kedamaian yang mereka usung. Para pengunjung bukan hanya datang untuk menikmati secangkir kopi, tetapi juga untuk berbagi cerita dan pengalaman hidup. Setiap meja di kafe menjadi tempat di mana percakapan ringan, refleksi mendalam, dan tawa lepas terjadi.
Rania merasa bahwa apa yang mereka bangun tidak hanya memberikan kenyamanan bagi orang lain, tetapi juga mengajarinya banyak hal tentang hidup. Melalui setiap cerita yang dibagikan, ia semakin menyadari bahwa dunia ini penuh dengan beragam pengalaman yang mengajarkan arti kehidupan. Tidak ada satu perjalanan yang benar atau salah; setiap orang memiliki cara masing-masing untuk mencapai kedamaian dan kebahagiaan.
Suatu pagi, saat Rania sedang duduk di meja kayu yang terletak di pojok kafe, Bintang datang membawa kabar yang cukup mengejutkan. "Rania, gue baru dapat tawaran untuk buka cabang kafe di kota lain!"
Rania menatap Bintang dengan mata terbuka lebar. "Apa? Seriusan? Itu… luar biasa!"
Bintang mengangguk dengan senyum lebar. "Iya, mereka tertarik dengan konsep kafe kita. Tapi gue nggak tahu nih, apakah kita siap untuk ekspansi atau tidak."
Rania terdiam sejenak, berpikir keras. Meskipun tawaran itu terdengar menarik, ia merasa ada yang lebih penting untuk dipertimbangkan. "Lo yakin kita siap, Bintang? Gue rasa kita masih perlu fokus di sini dulu, untuk menguatkan fondasi yang ada."
Bintang mengangguk, meresapi kata-kata Rania. "Lo benar. Kita nggak mau terburu-buru, kan? Tapi ini juga bisa jadi kesempatan besar."
Rania tersenyum dan meletakkan cangkir kopinya. "Kita nggak perlu terburu-buru, Bintang. Kalau memang ini jalan yang tepat, kesempatan itu akan datang pada waktunya. Yang penting, kita tetap menjaga kualitas dan visi kita."
Bintang menghela napas lega. "Iya, kita akan pikirkan ini matang-matang. Terima kasih, Rania, lo selalu punya cara untuk memberi perspektif baru."
---
Beberapa minggu setelah diskusi itu, mereka memutuskan untuk tetap fokus pada kafe yang ada, memastikan bahwa mereka memberi yang terbaik untuk pelanggan dan menjaga kualitas yang sudah mereka bangun. Mereka menyadari bahwa pertumbuhan yang stabil dan konsisten jauh lebih berharga daripada terburu-buru mengejar peluang yang mungkin hanya membawa kesulitan. Mereka memilih untuk terus belajar dari setiap pengalaman, bukan hanya berfokus pada hasil.
Rania semakin merasa nyaman dengan kehidupannya yang sederhana. Ia tidak lagi merasa terjepit oleh harapan-harapan besar yang dulu ia letakkan pada dirinya. Kini, ia tahu bahwa kebahagiaan datang dari menerima segala hal apa adanya dan menikmati setiap proses dengan penuh rasa syukur.
---
Namun, kebahagiaan ini tidak berlangsung tanpa tantangan. Suatu sore, saat sedang mengatur meja di kafe, Rania mendapatkan pesan dari seseorang yang sudah lama tidak ia dengar kabarnya—Tara, sahabat lama yang pernah berjuang bersama di dunia bisnis. Tara mengundangnya untuk bertemu, dan Rania merasa sedikit terkejut.
"Rania, aku ingin bicara denganmu. Ada sesuatu yang ingin aku katakan, dan aku rasa kamu perlu tahu," bunyi pesan itu.
Rania merasa ada sesuatu yang mendesak, dan tanpa pikir panjang, ia membalas pesan tersebut, menyetujui pertemuan. Beberapa hari kemudian, mereka bertemu di sebuah restoran yang tenang di pinggir kota. Tara terlihat berbeda, lebih serius dan agak tegang.
"Ada apa, Tara?" tanya Rania dengan khawatir.
Tara menghela napas panjang, lalu memulai ceritanya. "Aku tahu kita sudah lama tidak berbicara, dan mungkin kamu merasa agak asing dengan keputusan ini, tapi… aku punya tawaran bisnis yang besar. Kita bisa membuka sebuah jaringan kafe yang bisa berkembang pesat. Aku yakin ini akan menjadi langkah besar bagi kita berdua."
Rania terkejut mendengarnya. "Tara, aku sudah merasa nyaman dengan apa yang aku jalani sekarang. Aku lebih suka fokus pada kafe yang kecil ini, di mana aku bisa lebih dekat dengan orang-orang dan benar-benar merasakan apa yang mereka butuhkan."
Tara mengangguk, seolah sudah tahu apa yang akan Rania katakan. "Aku tahu, Rania. Aku tahu kamu tidak ingin terjebak dalam proyek besar seperti dulu. Tapi aku juga tahu bahwa ini bisa membawa kamu ke level yang lebih tinggi. Kamu sudah membuktikan bahwa kamu bisa membuat orang merasa nyaman, dan ini bisa menjadi kesempatan untuk menyebarkan kebahagiaan itu ke lebih banyak orang."
Rania terdiam, berpikir tentang tawaran tersebut. Di satu sisi, ia tahu bahwa bisnis besar bisa membawa lebih banyak keuntungan, tetapi di sisi lain, ia tidak ingin kehilangan kedamaian yang telah ia temukan. Ia tidak ingin terjebak dalam rutinitas yang dulu, yang selalu membuatnya merasa terburu-buru dan tertekan.
"Aku menghargai tawaranmu, Tara, dan aku tahu itu bisa menjadi peluang besar. Tapi, aku rasa aku lebih ingin menjaga kebahagiaan yang aku miliki saat ini, menjalani hidup dengan lebih tenang, dan memberi lebih banyak waktu untuk orang-orang yang benar-benar membutuhkan. Aku nggak mau terburu-buru mengejar sesuatu yang mungkin akan membuat aku kehilangan arah."
Tara menatapnya dalam-dalam, seolah merenungkan setiap kata yang keluar dari mulut Rania. "Aku mengerti, Rania. Aku tidak akan memaksamu untuk memilih jalan yang tidak kamu inginkan. Aku hanya ingin kamu tahu bahwa aku selalu mendukung apapun keputusanmu."
Rania tersenyum, merasa lega. "Terima kasih, Tara. Aku sangat menghargainya. Mungkin ini bukan waktu yang tepat untuk ekspansi besar-besaran, tapi aku yakin kita akan menemukan cara untuk berkembang, apapun bentuknya."
---
Beberapa bulan setelah pertemuan itu, Rania dan Bintang melanjutkan perjalanan mereka dengan lebih percaya diri. Mereka tetap berfokus pada kafe, mengembangkan ide-ide baru untuk acara yang lebih intim dan bermanfaat bagi pelanggan. Mereka merasa puas dengan langkah-langkah kecil yang mereka ambil—karena bagi mereka, setiap langkah itu berarti.
Mereka mengadakan lebih banyak acara berbagi cerita, menghadirkan berbagai pembicara yang berbagi pengalaman tentang bagaimana mereka menemukan kedamaian dan kebahagiaan dalam hidup mereka. Kafe menjadi tempat yang semakin penuh dengan energi positif, dan pengunjung semakin banyak yang merasa terhubung dengan visi yang mereka bawa.
Rania akhirnya menyadari bahwa setiap pilihan yang ia buat adalah bagian dari perjalanan yang lebih besar. Kadang, menjauh dari keramaian dan mengejar apa yang benar-benar membuat hati tenang adalah keputusan yang paling bijaksana. Ia belajar bahwa hidup ini bukan hanya soal sukses atau kegagalan, tetapi lebih kepada bagaimana kita merasakannya, bagaimana kita menjalani setiap momen dengan penuh kesadaran dan kebahagiaan.
---
To be continued...