Orang bilang punya istri dua itu enak, tapi tidak untuk Kelana Alsaki Bragha.
Istrinya ada dua tapi dia tetap perjaka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mega Biru, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 6
Malam menjelang ....
Kelana tak main-main dengan ucapannya. Ia sudah memanggil pak penghulu datang ke rumahnya, disertai saksi untuk pernikahannya.
Tunggu permainannya, Dara. Batin Kelana
Pria itu mengembangkan senyuman puasnya. Ia sudah tak sabar ingin melihat reaksi Kadara saat tahu semuanya, sekaligus ingin membuat Kadara merasakan rasanya dikhianati dengan wanita lain, seperti yang sudah ia lakukan bersama pria lain.
DRRRRT!
Kelana mendapatkan telepon dari Kadara, setelah pria itu bersiap menggunakan jas pengantin untuk pernikahannya dengan Kadara esok.
“Halo?” Kelana mengangkat telepon itu.
[Mas, besok kita jadi nikah, kan? Tenda pernikahan kita udah siap di depan rumahku. Kamu akan tepati janji kamu untuk tetap nikahi aku kan, Mas?] tanya Kadara.
“Kapan aku pernah mengingkari janji? Bukankah aku memang selalu tepati janji? Besok aku akan menikahi kamu?” sahut Kelana dengan senyuman puasnya, namun rasa sakit hati karena diselingkuhi dan difitnah semakin tumbuhan di hatinya.
Aku hanya janji untuk menikahimu, bukan janji tidak akan menduakanmu. Batin Kelana.
Jika yang memfitnah dan membohonginya itu orang lain, mungkin Kelana masih bisa memaklumi. Tapi jika yang melakukan itu wanita yang sangat dipercaya dan ia cintai, tentu rasa sakit itu tak bisa ditoleransi lagi.
[Syukurlah, aku cinta kamu, Mas. Aku udah nggak sabar ingin jadi istri kamu. Kita malam pertamanya di hotel aja ya, Mas. Di rumahku kasurnya sempit,] ujar Kadara.
‘Siapa juga yang mau malam pertama dengan pemilik jengger ayam? Tidak mungkin aku mau tertular penyakit dari kamu,’ batin Kelana.
[Mas?]
[Halo?]
[Kamu masih ada kan, mas?]
[Kenapa diem aja?]
Semakin lama Kelana jadi muak mendengar suara Kadara, padahal dulu suara kekasihnya itu sangat merdu di telinganya, bahkan selalu ia rindukan.
“Sudah dulu, aku sedang ada urusan.” Kelana menutup panggilan.
Kelana memandang wajah tampannya di cermin. Sakit, sangat sakit yang Kelana rasakan.
“Mas Kelana sudah siap?” tanya Ajeng yang baru datang. Mata asisten rumah tangga itu pun tampak masih sembab karena tak berhenti menangis.
Bagaimana tidak, ibu mana yang rela melihat anaknya yang masih dibawah umur tiba-tiba menikah dengan pria berusia 30 tahun.
Meskipun Kelana ganteng.
“Siap,” jawab Kelana.
Ajeng menghampiri anak majikannya itu dengan mimik kecewa. “Saya nggak nyangka Mas Kelana akan jadi menantu saya. Saya juga nggak nyangka Mas Kelana bakal tega pada putri saya. Padahal saya sudah anggap Mas Kelana seperti anak sendiri, sudah menganggap Bu Agustina seperti saudara saya sendiri, tapi ternyata Mas Kelana yang hancurkan putri saya sendiri.”
“Maaf.”
“Kata maaf nggak cukup, Mas. Saya beneran nggak nyangka Mas Kelana ternyata gini orangnya. Padahal dari dulu Mas itu baik dan sopan, kenapa sekarang jadi laki-laki bajingan?”
Kelana hanya diam mempersilahkan Ajeng mengeluarkan isi hatinya.
“Tapi bubur sudah menjadi tai. Mau saya nangis sampai mata saya keluar, Bening tetap sudah ternodai. Saya cuma berpesan sama Mas, tolong jaga Bening, dia itu masih belia, dia belum tau apa-apa tentang rumah tangga. Bening itu anak yang polos dan manja, cinta-cintanya hanya ingin jadi artis ternama, dan jangan pernah sakiti hatinya karena Bening gampang nangis walau anaknya ceria.”
“Baik.”
Ada rasa tak enak hati karena Kelana sudah membohongi asisten rumah tangganya yang sudah dianggap seperti keluarga itu, di dalam hatinya pun pria itu berjanji untuk tak menyakiti Bening seperti permintaan calon mertuanya itu, bahkan Kelana juga sudah berjanji tak akan mengapa-apakan Bening dan tak ingin merusak masa depannya juga.
Kelana hanya sedang kepepet dengan keadaan, ia tak bisa meminta tolong pada wanita lain karena Kelana tak punya banyak teman wanita. Idenya itu datang tanpa sengaja, namun entah mengapa Kelana merasa senang karena akan menikahi Bening.
“Semuanya sudah menunggu di bawah, Mas. Sekali lagi tolong jaga putri saja,” ujar Ajeng, lantas pergi meninggalkannya calon menantunya.
Kelana hanya bisa diam mendapat ujaran kebencian dari ibu dan calon mertuanya, namun lagi-lagi ia menyalakan Kadara yang membuatnya melangkah sangat jauh.
“Gara-gara jengger ayam semuanya jadi begini. Lagian siapa sih laki-laki yang udah kasih jengger ayam buat Dara? Mendingan jenggernya Dudung ke mana-mana,” gumam Kelana sambil menuruni anak tangga.
Langkah kaki pria itu berhenti setelah menginjak lantai bawah. Sorot matanya menatap jeli seorang gadis yang sudah memakai kebaya pengantinnya. Wajah gadis itu pun tampak pangling saat sentuhan make up sudah menghiasi wajahnya.
“Bening?”
Kelana baru sadar gadis itu adalah calon istrinya. Postur tubuh bak artis itu benar-benar menghipnotis pandangannya. Apalagi Bening memiliki wajah yang bening seperti namanya.
“Kenapa makin lama Bening makin keliatan cantik. Wajah, badan, lekukan, semuanya kelihatan dewasa. Minus cara ngomongnya saja yang keliatan masih di bawah usia,” gumam Kelan.
“Kelana, cepetan,” titah Agustina yang sudah siap di hadapan pak penghulu dan yang lainnya.
“Apa itu mempelai prianya?” tanya Pak penghulu.
“Benar, Pak. Itu calon suami saya, ganteng, kan?” ucap Bening.
‘Bening, ibu tau hati kamu pasti sedang trauma. Kamu hanya pura-pura ceria, kan?’ batin Ajeng.
“Iya, ganteng. Calon suami Mbak sangat ganteng,” sahut pak penghulu yang mengira Bening gadis berusia matang.
“Bisa kita mulai, Pak?” ucap Kelana yang baru saja duduk di hadapan Bening.
“Bisa, Mas. Semua syaratnya sudah siap. Tapi saya ingin memastikan kalau pernikahan ini bukan pernikahan secara negara. Jadi Mas dan Mbaknya tidak akan mendapat surat-surat resmi seperti pernikahan pada layaknya. Kalian hanya mendapat surat keterangan nikah secara agama saja,” jelas Pak Penghulu.
“Saya sudah paham, Pak,” jawab Kelana.
“Baik, kalau gitu kita mulai pernikahannya.” Pak Penghulu menyodorkan tangan di tengah orang suruhan Kelana yang sudah mengambil video proses pernikahan itu.
Kelana menjabat tangan penghulu itu dengan hati mantap, namun ekor matanya dapat menangkap jelas aksi Bening yang sedang memandangnya sambil senyum-senyum.
“Bismillahirrahmanirrahim, saudara Kelana Alsaki Bragha bin Almarhum Bapak Alsaka Braghantra, saya nikahkan engkau dengan Sya Bening Embun binti Almarhum Bapak Aiman Panjangitan, dengan mas kawin cincin emas seberat 3 gram dibayar tunai!”
“SAYA TERIMA NIKAHNYA SYA BENING EMBUN BINTI ALMARHUM BAPAK AIMAN PANJANGITAN DENGAN MAS KAWIN CINCIN EMAS SEBERAT 3 GRAM DIBAYAR TUNAI!” sahut Kelana.
“Bagaimana saksi? Sah?” tanya Penghulu.
“SAH!” jawab saksi.
“Alhamdulillah.” Pak penghulu mulai membacakan doa.
“Om, aku mau kuliah di Korea, ya?” bisik Bening di telinga Kelana, di tengah orang-orang yang sedang khusuk berdoa.
“Korea?” bisik Kelana.
“Iya, om. Sekalian biayain aku debut jadi artis Korea juga, ya?”
‘Mati.’
Visual Kelana Alsaki Bragha