sebuah notifikasi pesan masuk dari reno "sayang, kamu tolong bayarin dulu apartment aku bulan ini ya!"
lalu pesan lainnya muncul "sekalian transfer juga buat aku, nanti aku mau main sama teman teman, aku lagi gak ada duit"
jangan dibawa serius plies 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dhyni0_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 31
Pagi itu, Keira menghadiri rapat penting di ruang meeting bersama beberapa kolega dan Axel, direktur perusahaannya. Rapat kali ini membahas rencana pengembangan perusahaan di luar negeri, termasuk peluang untuk memperluas jaringan bisnis ke Singapura. Axel berdiri di depan ruangan, menjelaskan rencana besar perusahaan dengan sikap percaya diri yang selalu ia tunjukkan, membuat semua karyawan terpesona oleh visinya.
“Jadi, kita akan memulai ekspansi baru ini dengan mengirimkan perwakilan ke Singapura. Kita butuh seseorang yang bisa mewakili perusahaan, menjaga hubungan dengan partner di sana, dan memastikan proyek ini berjalan lancar,” ujar Axel, tatapannya beralih pada setiap orang di ruangan, sebelum akhirnya berhenti pada Keira.
Axel tersenyum tipis, lalu berkata, “Keira, saya ingin kamu yang mewakili perusahaan. Saya percaya kamu bisa menjalankan tugas ini dengan baik.”
Keira terkejut namun merasa sangat tersanjung. Ia menatap Axel dengan penuh rasa hormat. Tugas ini adalah kesempatan besar, dan Axel memilihnya, memberikan kepercayaan penuh padanya. “Terima kasih, Pak Axel. Saya merasa terhormat dan akan melakukan yang terbaik,” jawabnya sambil mengangguk.
Setelah rapat selesai, semua orang mulai beranjak dari ruang meeting. Keira masih merasakan euforia karena terpilih sebagai perwakilan perusahaan. Namun, di tengah kegembiraannya, ponselnya tiba-tiba berdering. Layar ponselnya menampilkan nama yang sudah ia kenal baik, Reno.
Keira mengangkat telepon dan bertanya, “Ada apa, Ren?”
“Transfer gue duit,” jawab Reno dengan nada dingin tanpa basa-basi.
Keira menghela napas. Ia sudah beberapa kali memberikan Reno uang, dan menurutnya, jumlah yang sudah ia berikan cukup besar. “Bukannya waktu itu udah, kan?” tanyanya, berusaha bersikap tenang.
“Duit segitu mana cukup, udahlah cepetan!” kata Reno dengan nada kesal, seolah-olah itu adalah tanggung jawabnya.
“Berapa?” tanya Keira, tak ingin memperpanjang pembicaraan.
“Lima juta,” jawab Reno tanpa ragu.
Keira mengerutkan kening. Namun, ia tidak ingin berdebat lebih jauh, jadi ia hanya menjawab, “Yaudah, bentar, aku transfer.”
Setelah percakapan selesai, Keira segera membuka aplikasi m-banking di ponselnya dan mentransfer uang yang diminta oleh Reno. Tak lama setelahnya, ia mengirim pesan ke Reno, “Udah aku transfer.” Namun, tidak ada balasan dari Reno. Keira menghela napas berat. Di balik semua kebaikan yang ia tunjukkan, entah kenapa Reno selalu tampak tak pernah puas.
Hari itu berlalu dengan berbagai perasaan yang campur aduk di hati Keira. Ia merasa bangga atas kesempatan yang diberikan Axel, tetapi di sisi lain, kehadiran Reno dan permintaan-permintaan yang selalu menguras energinya membuatnya merasa terbebani.
Sore harinya, setelah selesai bekerja, Keira melangkah keluar dari gedung kantor dengan harapan bisa pulang dan beristirahat. Namun, saat tiba di area parkiran, ia melihat sosok yang sudah tak asing lagi sedang berdiri menunggunya Reno. Melihatnya, Keira terkejut. Ia tidak menyangka Reno akan datang ke kantornya tanpa memberitahu terlebih dahulu.
Keira mendekatinya, berusaha menyembunyikan kegelisahan di balik senyumnya. “Reno,” sapanya lembut.
“Ayo, gue anterin pulang. Gue gak mau lo ketemu si Axel itu,” kata Reno langsung, tanpa basa-basi. Nada suaranya terdengar tajam, mencerminkan rasa tidak suka yang sangat jelas terhadap Axel.
Keira hanya mengangguk dan mengikuti perintahnya, walaupun di dalam hatinya, ia merasa tidak nyaman. Reno semakin menunjukkan sikap posesif yang terkadang membuatnya merasa terjepit. Ia tahu, setiap kali ia mencoba membicarakan Axel atau pekerjaan, Reno selalu bereaksi berlebihan.
Keira naik ke motor Reno, dan mereka mulai melaju di jalanan kota yang mulai gelap. Selama perjalanan, tidak ada obrolan di antara mereka. Keira hanya bisa merasakan ketegangan yang menggantung di udara, seolah-olah kata-kata yang tak terucap memenuhi jarak di antara mereka. Reno tidak mengatakan apa-apa, namun sikapnya yang dingin sudah cukup membuat Keira merasa bersalah, meskipun ia tahu bahwa dirinya tidak melakukan kesalahan apa pun.
Sesampainya di apartemen Keira, ia turun dari motor Reno dan mengucapkan terima kasih. “Terima kasih udah anterin pulang, Ren,” katanya pelan.
Namun, Reno masih menunjukkan wajah tanpa ekspresi, tatapan matanya tajam. “Jangan macem-macem ya. Gue gak suka lo deket-deket sama cowok lain, apalagi si Axel itu,” ucapnya dingin.
Keira mengangguk, meskipun dalam hatinya ia merasa kesal dengan sikap Reno yang selalu membatasi pergaulannya, bahkan untuk urusan pekerjaan. “Aku ngerti, Ren. Tapi kamu juga harus paham, Axel itu atasanku. Aku cuma kerja,” jawabnya hati-hati, berharap Reno bisa sedikit mengerti.
Namun, Reno tidak tampak tertarik mendengarkan penjelasan Keira. “Gue gak peduli! Yang penting, jangan sampe gue liat lo deket sama dia,” tegasnya sebelum berbalik pergi tanpa menunggu respons dari Keira.
Keira hanya bisa menghela napas panjang sambil menatap punggung Reno yang semakin menjauh. Setiap hari, ia merasa semakin terjebak dalam hubungan yang membuatnya tertekan. Ia ingin Reno mengerti bahwa dirinya bukanlah milik seseorang sepenuhnya, apalagi dalam hal pekerjaan. Namun, Reno seolah-olah tidak bisa menerima hal itu.
Malam itu, Keira duduk sendirian di sofa apartemennya, menatap ke luar jendela yang menunjukkan pemandangan kota yang gemerlap. Ia memikirkan banyak hal; pekerjaannya, kesempatan besar yang diberikan Axel, serta Reno yang semakin hari semakin sulit ia pahami. Hubungan ini mulai menjadi beban, sesuatu yang terus menguras emosi dan energinya.
Keira mulai merenungkan keputusannya untuk tetap bertahan dalam hubungan ini. Ia mencintai Reno, tetapi cinta itu perlahan-lahan berubah menjadi rantai yang mengikatnya, membuatnya merasa terkekang. Setiap hari, ia merasa seperti berjalan di atas telur, takut salah langkah dan memicu amarah Reno.
Namun, di sisi lain, Keira takut akan konsekuensi jika ia memutuskan hubungan ini. Reno mungkin akan bereaksi lebih parah, dan ia tidak yakin bisa menghadapi itu seorang diri. Keira merasa terjebak dalam lingkaran yang tidak ada ujungnya.
Saat tengah malam tiba, Keira memutuskan untuk tidak memikirkan masalah ini lebih jauh untuk malam ini. Ia harus tetap fokus pada tugas yang akan datang perjalanan ke Singapura mewakili perusahaan. Bagaimanapun juga, ini adalah kesempatan besar untuk kariernya, dan ia ingin memberikan yang terbaik.
“Ini mungkin kesempatan untuk aku mengambil jarak,” bisiknya kepada dirinya sendiri. Perjalanan ini akan memberinya waktu dan ruang untuk merenung, menilai kembali hidup dan hubungannya dengan Reno.
hampir mirip dengan hidupku
Semangat terus Authot
Jangan lupa mampit ya 💜