Tidak ada seorang istri yang rela di madu. Apalagi si madu lebih muda, bohay, dan cantik. Namun, itu semua tidak berpengaruh untukku. Menikah dengan pria yang sedari kecil sudah aku kagumi saja sudah membuatku senang bukan main. Apapun rela aku berikan demi mendapatkan pria itu. Termasuk berbagi suami.
Dave. Ya, pria itu bernama Dave. Pewaris tunggal keluarga terkaya Wiratama. Pria berdarah Belanda-Jawa berhasil mengisi seluruh relung hatiku. Hingga tahun kelima pernikahan kami, ujian itu datang. Aku kira, aku bakal sanggup berbagi suami. Namun, nyatanya sangat sulit. Apalagi sainganku bukanlah para wanita cantik yang selama ini aku bayangkan.
Inilah kisahku yang akan aku bagi untuk kalian para istri hebat di luar sana.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reinon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31 si Mbok yang Penasaran
"Iya mbok. Untuk itu saya menyuruhnya pergi dari rumah ini," jawab Dave.
"Untuk itu kedepannya, saya akan menambah beberapa penjaga untuk di rumah. Maya, jangan bawa Carla bermain di taman dulu!" titah Dave.
"Baik tuan," jawab Maya.
"Mbok Darmi nanti setiap keluar rumah akan ditemani seorang pengawal dan pak Ujang," ucap Dave pada mbok Darmi.
"Baik tuan," jawab mbok Darmi sambil mengangguk tanda mengerti.
"Kalo ke warung depan komplek juga ditemani, tuan?" tanya mbok Darmi.
"Kemana aja mbok," jawab Dave.
"Tapi mbok bingung tuan."
"Bingung kenapa mbok?" tanya Dave penasaran.
"Mbok ini kan cuman asisten rumah tangga tapi kok sampe harus dikawal segala, tuan. Memangnya mbok bakal ikutan diculik juga kalo pergi sendiri, tuan?" tanya mbok Darmi.
Alisnya bertaut menjadi satu. Wajahnya menyiratkan kebingungan.
"Jadi begini mbok. Malam ini saja dia sudah berani melakukan hal seperti ini. Saya yakin dia akan melakukan hal yang lebih dari ini. Khawatirnya banyak pencari berita mendatangi rumah. Mereka akan berusaha mencari berita dari orang-orang di rumah. Biar mbok tidak kerepotan menghadapi mereka, maka dari itu saya menambah pengawal," jelas Dave.
"Oh, begitu tuan!" seru mbok Darmi.
Aku harap mbok Darmi mengerti dan tidak banyak bertanya lagi karena aku sangat lelah.
"Kalau begitu sampai di sini dulu. Saya dan nyonya mau istirahat," ucap Dave yang pengertian dengan keadaanku.
"Tunggu tuan!" sela mbok Darmi.
"Iya mbok," jawab Dave dengan sabar.
"Itu, anu tuan ..."
"Anu kenapa mbok?" tanya Dave penasaran.
"Itu loh, saya mau nanya sekedar untuk meyakinkan lagi," ucap mbok Darmi malu-malu.
Di antara mereka bertiga hanya mbok Darmi yang sangat antusias. Entah karena rasa penasarannya yang sangat luar biasa atau memang karena mbok Darmi peduli dengan keluarga kecilku.
"Silahkan mbok! Mbok mau nanya apa?" tanya Dave.
"Tapi tuan beneran kan nda ada hubungan apa-apa sama tuan Noel itu?" tanya mbok Darmi.
Dave diam sejenak. Tentu saja tidak sepenuhnya penjelasan tadi murni adanya tapi tidak mungkin juga memberitahu mereka bahwa tuan mereka memiliki perilaku seksual menyimpang. Salah-salah pak Ujang bisa mengundurkan diri bila mengetahui hal itu.
Tapi jika dikatakan Dave memiliki perilaku seksual menyimpang pasti Dave sudah menjalin hubungan yang lebih dari sekedar ciuman. Ciuman itu juga terjadi tidak sengaja. Mungkin suami tercintaku itu belum sampai di tahap penyimpangan seksual.
"Mbok ini ada-ada saja nanyanya!" seru Maya tak enak hati.
"Saya tidak ada hubungan apa-apa dengan Noel dan lelaki mana pun di luar sana," jawab Dave setengah berbohong.
Bohong jika dia tidak menganggap ada hubungan dengan Noel. Benar karena Dave tidak memiliki banyak teman lelaki spesial.
"Kalau saya seperti itu, tidak akan ada Carla di antara saya dan nyonya," timpal Dave.
Dalam hati aku berkata, "Untung saja di masa awal pernikahan aku dan Dave tinggal di luar negeri tanpa asisten rumah tangga yang tinggal serumah. Coba kalau mbok Darmi sudah ikut kami ke luar negeri dia bisa curiga di enam bulan pertama pernikahan kami."
"Lah iya, ya! Bego juga mbok," ucapnya sambil terkekeh.
"Kalau begitu maaf ya tuan, nyonya, sudah membuat tuan sama nyonya terganggu istirahatnya," ujar mbok Darmi lagi.
"Hmm, mbok, mbok! Baru sadar tuan sama nyonya kelelahan. Dari tadi nanya terus," ucap pak Ujang.
"Eh, pak Ujang. Ada sebuah pepatah yang mengatakan bahwa malu bertanya sesat di jalan. Nah, kalo mbok nda nanya ke tuan nanti mbok bisa tersesat," balas mbok Darmi.
"Memangnya mbok mau ke mana sampe tersesat?" tanya Maya polos.
"Eh, nih bocah! Maksudnya mbok itu, daripada pikiran mbok macam-macam kan lebih baik ditanyakan langsung. Jadi jelas semuanya. Terus nanti kalo ditanya-tanya mbok bisa belain tuan," ucap mbok Darmi tak mau kalah.
"Terserah mbok deh," jawab Maya lelah.
"Nyonya, biar saya ambil alih non Carla," timpal Maya.
Carla terlelap dalam dekapanku. Lenganku sedikit pegal menopang kepalanya.
"Pelan-pelan, May! Takut bangun," ucapku saat Maya mulai memindahkan tubuh mungil Carla yang bobotnya sudah melewati bobot dua karung beras yang ukuran lima kilogram per karungnya.
"Sst, sst!" seru Maya saat seluruh tubuh Carla telah berpindah padanya.
"Saya permisi ya, nyah," ucap Maya.
"Iya. Makasih ya," ucapku pelan.
"Mbok juga ikut. Takut besok pagi non Carla nyariin. Kan udah janji mau tidur bareng malam ini," ucap Maya pelan pada mbok Darmi.
"Oh, iya. Mbok hampir lupa!" seru mbok Darmi setengah berbisik sambil menepuk keningnya.
Maya berjalan lebih dulu lalu disusul oleh mbok Darmi. Pak Ujang juga tidak ketinggalan minta ijin untuk kembali ke pos. Tinggallah aku dan Dave di ruang keluarga.
"Kita juga istirahat babe," ucap Dave sambil menarik pelan tanganku hingga aku berdiri.
"Bisa ganti yang lain tidak?"
"Babe terdengar lebih imut," jawab Dave.
"Kau belum terbiasa. Nanti lama-lama juga terbiasa," ucap Dave tepat di telingaku hingga mengalirkan desiran aneh di setiap pembuluh darahku.
Astaga padahal aku sangat telah. Mengapa napas Dave yang menempel di telingaku malah membuatku merasakan sensasi yang lain.
"Kenapa babe? Kau ingin ya?" goda Dave.
"Kau harus tanggung jawab!" seruku kesal.
"Dengan senang hati aku akan mempertanggung jawabkan perbuatanku," ucap Dave sambil merangkul tubuhku.
Malam ini menjadi malam yang sangat panjang untukku. Di balik rasa lelah ada tuntutan alami yang kuinginkan. Malam ini aku dan Dave bermain layaknya sejoli yang belum pernah merasakan nikmatnya hubungan ranjang.
Kami seolah tenggelam dalam setiap buaian sentuhan. Ada rindu yang membuncah di antara kami hingga membuat permainan ranjang tak berhenti hingga menjelang dini hari. Aku terlelap dalam dekapan suamiku usai permainan panas kami.
"Mama! Mama!"
Suara teriakan anak kecil dan ketukan pintu membuatku tersadar. Seluruh tubuhku rasanya pegal. Bagian intiku terasa lengket. Belum lagi ada lengan Dave yang menimpa tubuhku. Rasanya semakin berat.
Aku membuka mata perlahan. Berusaha menyesuaikan pandangan lalu melirik pria di sampingku. Dave masih tertidur pulas.
"Papa! Papa! Buka pintunya!" teriakan Carla semakin kencang.
Aku berusaha melepaskan diri dari lengan Dave. Baru saja aku bergerak, Dave malah terbangun.
"Morning babe," ucapnya sambil menguap.
"Kayaknya sudah tidak morning lagi, Dave," ucapku.
Aku bergegas berdiri menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Tidak mungkin Carla melihatku seperti ini.
"Dave, pakai celanamu kalau tidak ingin putrimu menjadi pewawancara saat melihatmu!" seruku seraya masuk ke dalam kamar mandi.
Tidak banyak yang bisa ku lakukan. Aku harus menghilangkan jadwal berendam di pagi hari. Mandi bebek adalah cara tercepat saat ini. Usai mandi, aku menatap ke cermin. Awalnya aku tidak begitu memperhatikan tapi saat aku mengalihkan pandangan ke bagian leher, aku langsung berteriak, "Dave!"