Pada suatu masa dunia game menjadi rumah kedua bagi semua orang. Game bernama Another Life telah mengubah tatanan dunia menjadi di ambang kehancuran. Bidang perekonomian mengalami dampak terburuk. Banyak pabrik mengalami gulung tikar hingga membuat sembilan puluh persen produksi berbagai macam komoditas dunia berhenti.
Namun dibalik efek negatif tersebut, muncul banyak keluarga besar yang menjadi pondasi baru di tengah terpuruknya kehidupan. Mereka mengambil alih pabrik-pabrik dan memaksa roda perekonomian untuk kembali berputar.
Alex yang menjadi salah satu keturunan dari keluarga tersebut berniat untuk tidak mengikuti sepak terjang keluarganya yang telah banyak berperan penting dalam kehidupan di dunia Another Life. Alex ingin lepas dari nama besar keluarganya demi menikmati game dengan penuh kebebasan.
Namun kenyataan tidak seindah harapan. Kebebasan yang didambakan Alex ternyata membawa dirinya pada sebuah tanggung jawab besar yang dapat menentukan nasib seluruh isi planet.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putra Utra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Uji Coba
Lima jam berlalu dengan sangat membosankan. Tidak ada hal lain yang dilakukan Alex selain selalu waspada dan mengawasi sekeliling, serta sesekali memastikan Krou masih dalam keadaan baik-baik saja di tempatnya.
Saat masih berkutat dengan rasa bosan, Alex teringat pada kemampuan penyembuhan tubuhnya. Alex penasaran apakah kemampuan tersebut juga berlaku di luar alam bawah sadarnya.
"Sebaiknya aku coba saja." Alex memutuskan. Tidak ingin rasa penasaran mengganjal di benak.
Dengan menggunakan pikiran, Alex mengeluarkan sebilah belati dari ruang penyimpanan dimensi. Asap hitam keluar dari telapak tangan Alex. Sesaat menyebar ke sekitar sebelum akhirnya kembali terserap ke dalam tangan dan meninggalkan sebentuk belati di genggaman.
Seraya menghela napas panjang, Alex menempelkan bilah belati di pergelangan tangan. Tanpa ada keraguan sedikitpun, dengan sekali gerakan mantap, Alex menyayat pergelangan tangannya. Mata belatinya menekan kuat, berselancar di permukaan kulit dengan riang.
"Eh! Kenapa seperti ini?"
Mata Alex terbelalak sangat lebar. Terkejut karena tidak melihat ada luka di area bekas sayatan. Untuk memastikan, Alex sengaja mengerjap-ngerjapkan mata, lalu mengusap indra penglihatannya itu dengan punggung tangan. Hasilnya, tetap sama seperti sebelumnya. Pergelangan tangannya yang berbalut kulit putih bergradasi pelangi itu masih mulus seperti sedia kala.
"Apa aku kurang menekan?"
Curiga sekejap meletup dalam pikiran Alex. Hanya kecurigaan tersebut yang cukup masuk akal sebagai alasan apa yang baru saja terjadi. Alex tidak berani menyalahkan belati di tangannya karena senjata tersebut baru dan pemberian pihak militer yang selalu mengutamakan kualitas bagi semua anggotanya.
Seraya menghela napas, Alex kembali mengarahkan mata belati ke tangannya. Kali ini dia menggenggam dengan lebih erat, juga memastikan akan menggunakan tenaga lebih besar. Setelah semua berada dalam kontrolnya, Alex kembali melakukan gerakan menyayat. Selain itu Alex juga melakukan gerakan menusuk dan mengiris. Namun sayang, sebanyak dan sekuat apapun Alex mencoba melukai, tangannya tetap baik-baik saja.
"Apa kau sudah gila?" celetukan seseorang tiba-tiba menggema di udara.
Mendengar ada yang melontarkan pertanyaan dengan nada heran membalut setiap katanya, Alex segera menoleh ke sumber suara. Mencari tahu siapa yang baru berbicara.
"Krou?" Alex terkejut saat melihat NPC tua itu sedang menghampiri. Langkahnya santai dan tenang, serta terlihat tampak normal. "Apa kau sudah baik-baik saja?"
Dahi Krou mengernyit. Tidak percaya Alex melontarkan pertanyaan tanpa menghiraukan kata-katanya terlebih dahulu. "Ya. Aku sudah sehat. Sudah kembali seperti semula." jawab Krou mengalah.
"Lalu bagaimana dengan jiwa elemenmu?"
"Jangan khawatir! Mereka juga baik-baik saja sekarang."
"Bagus kalau begitu." Alex menghela napas panjang hingga bahunya turun. "Aku lega mendengarnya."
Krou mengangguk. Senyum tipis tersungging di bibirnya. Cukup terharu dengan kekhawatiran Alex.
"Lalu, apa yang ingin kau lakukan barusan?" tanya Krou, kembali mengulik tindakan Alex beberapa saat lalu yang terkesan gila dan tidak masuk akal.
Senyum Alex merekah canggung. Rasa malu seketika meletup di benaknya. Alex sadar jika tindakannya untuk melukai dirinya sendiri bukan sesuatu yang bisa dianggap baik-baik saja.
"Sebenarnya aku sedang melakukan uji coba." jawab Alex ragu.
"Uji coba?" Krou mengulang pernyataan Alex. Alisnya mengernyit karena terganggu dengan pengakuan Alex. "Apa yang ingin kau ketahui dengan sengaja melukai dirimu sendiri? Apa kau sudah gila?"
"Tidak. Bukan seperti itu." Alex berusaha menepis pemikiran buruk Krou terhadap dirinya. "Aku hanya ingin memastikan apakah tubuhku juga bisa menyembuhkan sendiri di dunia ini."
"Menyembuhkan luka sendiri?" Krou mengulang, memastikan pernyataan Alex.
Alex mengangguk. "Apa ada yang salah? Apa aku tidak bisa melakukannya di sini?"
Krou menggeleng ringan. Senyum tipis merekah di sudut-sudut bibirnya. Sejenak dia terkekeh ringan. "Tidak ada yang salah. Hanya saja senjata sampah seperti itu tidak akan pernah bisa melukai tubuhmu."
"Sampah?" Alex mengamati belati berbentuk sederhana di tangannya. Memutar-mutar senjata tajam tersebut seolah sedang mencari sesuatu yang salah di setiap bagiannya. Di mata Alex senjata yang berasal dari gudang militer itu cukup bagus dan nyaman digunakan untuk berburu. Jadi tidak sepantasnya di sejajarkan dengan sampah.
Alex sebenarnya berniat untuk membantah. Namun saat asap hitam tiba-tiba keluar dari telapak tangan Krou, Alex mengurungkan niat tersebut dan memilih untuk melihat apa yang akan menampakan diri dari balik asap tersebut.
"Wow! Itu--sangat indah."
Mata Alex langsung berbinar penuh kekaguman saat mendapati sebentuk belati berwarna merah bertengger di genggaman Krou. Bilah belati tersebut memiliki panjang tiga puluh sentimeter dengan garis-garis menyerupai aliran lava di seluruh permukaannya. Yang lebih membuatnya terlihat eksotis dan mendominasi, ada pancaran aura berwarna merah di seluruh bagian belati.
"Hebat, bukan?"
Alex mengangguk setuju.
"Tubuh sempurna merupakan jenis tubuh dengan pertahanan tinggi. Jadi hanya senjata tingkat legendaris yang mampu menorehkan luka." Krou memberitahu. Dia memainkan belati di tangannya dengan menyayat-nyayat udara, seolah sedang mempraktekan teknik seorang assassin. "Sekarang arahkan tanganmu ke depan!"
Alex menuruti ucapan sosok di hadapannya itu tanpa protes. Alex tidak menaruh curiga sama sekali walau sebenarnya sadar apa yang diperintahkan Krou cukup aneh. Sekelebat, Alex berniat untuk mempertanyakannya, namun karena terlalu sibuk mengagumi belati di tangan Krou, niat tersebut sirna dengan sendirinya.
"Bersiaplah!" seru Krou seraya mengangkat belatinya ke udara, teracung ke langit dengan mata bilah mengarah tegak lurus ke bawah.
Mata Alex memicing. Kecurigaan yang sebelumnya tidak pernah hinggap di benak dan pikiran kini berkobar saat melihat gerak-gerik Krou. Seketika, Alex merasakan bahaya. Wajahnya langsung berubah pucat. Namun sayang semua sudah terlambat. Dengan gerakan sangat cepat, Krou mengayunkan tangan ke bawah. Belati berwarna merah itu mengikuti, berayun dengan sempurna, membelah udara dan menebas tangan Alex dengan kuat.
Slaassh!
"Aarrgghhh!"
Teriakan Alex seketika melengking di udara, menggema hingga radius ratusan meter, mengejutkan hewan-hewan yang sedang bersantai di kedalaman hutan. Sedangkan darah menyembur dengan hebat, menciprat ke segala arah tepat setelah mata belati mengiris kulit dan membelah daging di tangan Alex. Rasa sakit seketika itu juga menghentak hingga ke jiwa remaja tampan itu. Walau sebelumnya sudah pernah merasakan badai rasa sakit tak berujung saat penaklukan esensi jiwa elemen, tetap saja Alex tidak bisa mentolerir rasa sakit yang begitu mengerikan di tangannya saat ini.
"Krou--apa yang--kau lakukan?" Alex terbata, meringis kesakitan seraya mendekatkan tangan yang terluka ke tubuh. Lalu mencengkramnya dengan tangan yang lain untuk menghentikan pendarahan.
Krou tidak langsung menanggapi. Pria tua itu tersenyum puas. Kedua bola matanya mengamati belati yang kini dihiasi noda darah di beberapa bagiannya. Dia beberapa kali mengangguk sebagai ungkapan rasa kagum pada belati tersebut.
"Aku hanya membantumu melakukan uji coba."
"Hah? Apa?"
Dada Krou mengempis dengan cepat saat menghela napas panjang setelah melihat reaksi Alex. "Ayolah! Jangan berlebihan seperti itu! Kau tidak akan mati hanya karena serangan sepele barusan."
"Dasar gila!"
Di mata Alex tidak ada hal sepele dari serangan mendadak Krou. Tangan Alex hampir putus hanya dengan sekali ayunan. Tentu saja hal tersebut bukan sesuatu yang bisa diabaikan begitu saja. Apalagi dengan rasa sakit mengerikan yang kini membelai hingga ke seluruh lengan Alex.
Krou menggeleng. Tidak percaya jika remaja di hadapannya itu akan bersikap berlebihan. Krou yakin jika apa yang telah dialami Alex saat penaklukan esensi jiwa elemen jauh lebih menyiksa dari apa yang sedang dialaminya sekarang.
"Dasar manja! Bukankah tadi kau ingin menguji apakah tubuhmu bisa menyembuhkan luka sendiri atau tidak, bukan? Lalu kenapa kau tidak melakukannya sekarang? Dasar bodoh!"
Mendengar ucapan Krou, Alex baru menyadari apa yang ingin dilakukannya beberapa saat lalu. Dengan segera, Alex mengalirkan energi ke luka di tangannya. Lalu secara ajaib, tidak sampai satu detik, rasa sakit yang sebelumnya menggila di tangan seketika menghilang. Merasakan perubahan secara tiba-tiba tersebut, Alex menyingkirkan telapak tangan di atas luka menganga yang sebelumnya bercucuran darah.
"Ini--."
Tidak ada kata-kata yang sanggup melewati tenggorokan Alex saat matanya tidak lagi menemukan luka berdarah di tangannya. Kulit dan daging yang sebelumnya robek dalam kini hilang tak bersisa. Luka menganga tersebut menutup dengan sempurna, tidak ada bekas sedikitpun selain sisa-sisa darah di sekitarnya yang mulai mengering.
"Semua jenis tubuh sempurna memiliki kemampuan untuk meregenerasi luka. Separah apapun luka yang diderita, selama masih memiliki energi maka kau akan selalu dapat menyembuhkan diri asal tidak ada bagian tubuhmu yang terpotong. Namun jika terpotong maka kau akan kehilangan potongan dari bagian tubuhmu itu."
Gleg
Alex menelan ludah, lalu mendekap kembali tangannya. Sedangkan kedua bola matanya terhujam pada Krou dengan penuh amarah dan ancaman. Menduga jika sosok di depannya itu memang berniat memotong tangannya.
"Kenapa kau menatapku seperti itu? Aku hanya membantumu semaksimal mungkin."
"Membantu? Yang ada kau hampir memotong tanganku." balas Alex dengan suara tinggi. Tidak percaya dengan ucapan Krou yang mengalun sangat santai dan tenang.
"Dasar bocah bodoh! Apa kau tidak mendengarku tadi? Aku sudah bilang, kan, jika jenis tubuh sempurna hanya bisa dilukai dengan senjata minimal berada pada tingkat legendaris?" Krou diam sejenak, mengatur napas yang sempat tidak beraturan karena tuduhan Alex. Lalu kembali bicara setelah Alex menganggukkan kepala. "Seharusnya kau berterima kasih padaku karena aku terpaksa harus mengerahkan semua kemampuanku untuk melukaimu, dan aku berhasil melakukannya."
"Jadi belati itu berada pada tingkat legendaris?"
Kepala Krou menggeleng. "Tidak. Tapi pada tingkat mitos.
Mata Alex langsung terbuka sangat lebar. Sedangkan rahangnya terjatuh ke bawah hingga membuat mulutnya menganga.
"FIX! BERARTI KAU BENAR-BENAR INGIN MEMOTONG TANGANKU!"
support ceritaku juga ya....
Imajinasi dunia game yang berbeda dari novel sejenis.
Mantap.