"Hidup aja, ikutin kemana arus bawa lo. Teruskan aja, sampe capek sama semua dan tiba-tiba lo bangun dirumah mewah. Ucap gue yang waktu itu ga tau kalo gue bakalan bener-bener bangun dirumah mewah yang ngerubah semua alur hidup gue "- Lilac
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Razella, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Little Jo
Pagi-pagi sekali Johan sudah bangun dan bersiap diri. Disibaknya dengan penuh semangat tirai kamar yang masih menghalangi sinar matahari. Anak itu dengan semangat menyisir rambutnya hingga tertata rapi. Memakai kemeja berwarna biru langit dan celana bahan hitam untuk membalut kaki jenjangnya. Semua yang ada dikamar ia rapikan. Mulai dari mengikat gorden agar tak berkibar ketika terkena angin, membuka jendela agar udara pagi masuk, bahkan merapikan kasur yang awut-awutan.
Alasan bocah delapan belas tahun itu begitu rajin adalah, hari ini Johan Alaric Lancaster akan mulai masuk kuliah hari pertama. Tepuk tangan.
Semangatnya menyebar hingga membuat seluruh penghuni rumah yang kini resmi menjadi milik Joseph itu tersenyum gemas. Johan bahkan menuruni tangga sambil bersenandung kecil dan melompat girang. Dan seperti biasa, begitu sampai didapur, aroma susu langsung menyapa indra penciuman-nya dengan lembut.
"Pagi semua!!"
"Pagi, Johan. Semangat banget nih kayaknya yang mau masuk kuliah?" Bu Aini dengan halus mengusap kepala Johan. Hal itu tentu saja membuat senyum Johan makin lebar dan makin semangat. Cerita lengkap dari awal mula masuknya Johan ke kampus yang sama dengan Raja dan Rama adalah, anak itu berniat membantu sang papi mengelola bisnis baru. Setelah pertemuan mereka kemarin, ketiga keluarga utama Lancaster yang tersisa itu berniat akan membuat bisnis baru dengan Joseph dan Johan sebagai petinggi utama. Johan tentu saja setuju dan mengatakan akan belajar dengan serius untuk hal itu. Anak itu bahkan menyuruh Joseph agar tak memikirkan hal apapun dan fokus pada pendidikannya terlebih dahulu.
"Abang kamu ngga balik kesini, Han?'' Tanya bu Desi saat melihat Johan mulai memakan sarapannya.
"Kayaknya balik kok, bu. Disini ada calon bininya masa mau ditinggal gitu aja? Cuma abang katanya mau disana dulu biar lebih deket sama papi."
"Kenapa lo sama Jojo manggilnya malah beda-beda gitu? Kenapa lo ngga manggil ayah juga sama tuan Jeol?" Tanya Rama saat ia perhatikan Johan begitu nyaman memanggil sang ayah dengan panggilan papi. Panggilan yang jelas berbeda dengan Joseph.
"Gue suka aja manggil papi. Lagian dulu abang disuruh manggil papi juga ngga mau. Abang juga udah nyoba membiasakan diri dulu buat ikutan manggil papi, tapi ngga bertahan lama."
"Emang si Jojo beneran soft spoken anjir."
Lilac hanya mendengarkan. Sekedar informasi saja, wanita itu semalam tak bisa tidur karna memikirkan Joseph. Padahal Joseph hanya menginap dirumah sang ayah yang notabene nya juga rumahnya, padahal Joseph berada ditempat yang tak terlalu jauh dengannya dan kini tak ada aturan apapun yang bisa membatasi keduanya. Tapi rasanya Lilac malah makin rindu jika seperti ini. Wanita itu menghelan napas. Diliriknya kursi paling pojok yang kini kembali kosong karna pemiliknya tak dirumah.
"Oh iya, kak Lilac mau ikut anter ke kampus ngga?" Lilac sedikit tersentak kaget saat mendengar pertanyaan Johan.
"Kenapa harus ikut? Kan nanti juga bakal ada Raja sama Rama."
"Tapi papi bilang dia mau ketemu kak Lilac. Kenapa ngga sekalian aja nanti pas nganter aku?"
Dalam hati Lilac menerka-nerka apa yang ingin ayah kedua kakak beradik itu bicarakan dengannya. Apakah pria itu menaruh rasa tak suka padanya karna sudah membuat Joseph berubah? Atau mungkin karena wanita itu dengan enaknya tinggal dirumah mewah ini padahal dirinya dan Joseph belum punya status apapun. Lilac sedikit mengerutkan alisnya sambil berpikir.
"Santai aja kak. Nanti abis nganter gue, abang juga bakal ikut kok ngobrol sama lo sama papi. Ngga usah tegang begitu komuk nya." Johan memperhatikan Lilac yang masih sedikit mengerutkan alisnya. Pipi wanita itu seketika mengembung dan kembali melanjutkan kunyahannya. Tak lama setelahnya, Lilac, Johan, Raja dan Rama menyelesaikan acara sarapan mereka dan bergegas untuk mengantar Johan terlebih dahulu. Sedikit bocoran, Johan sengaja masuk universitas beberapa minggu setelah masa pengenalan mahasiswa baru berakhir. Itu karena Johan tidak mau repot dengan semua keperluan ospek dan tetek-bengeknya. Bangun pagi, buru-buru mandi, disemprot kakak tingkat, belum lagi semua persiapan yang menurutnya tidak masuk akal. Sedikit menyesal memang, cuma yasudahlah.
Saat mereka berempat sudah sampai didepan gerbang, Lilac tak segera turun dari mobil. Wanita itu masih diam memperhatikan Joseph yang sudah berada didepan sana bersama seorang pria paruh baya yang tingginya sudah disalip oleh anak itu. Hal pertama yang membuat Lilac mengumpat adalah ketampanan anak itu. Lihatlah bagaimana kulitnya yang kini terlihat begitu maskulin diterpa matahari. Kemeja berwarna navy yang lengannya digulung hingga siku, rambut pendeknya yang bahkan tak mengurangi kadar ketampanan, juga celana bahan berwarna kopisusu yang membalut kaki jenjangnya.
"Nona ngga mau turun?" Rama bahkan sampai membukakan pintu penumpang untuk sang nona karena wanita itu tak kunjung turun.
"Hah? Eh, iya. Iya, makasih Rama."
Dengan jantung berdebar Lilac turun sambil memperbaiki penampilannya. Ia rasa, baju kantor yang ia gunakan dengan rok hitam selutut itu bisa dibilang sopan bukan? Ditambah lagi tubuhnya yang dibalut blazzer panjang berwarna senada dengan celana Joseph.
"Ini kalian mau berdiri disini aja? Ngga ada yang mau ikut adek ke kantor administrasinya?" Tanya Johan sambil bergantian menatap para orang dewasa yang ada disekelilingnya itu. Joseph berjalan mendekati sang adik dan merapikan sedikit tatanan rambutnya.
"Adek sama Raja dan Rama ngga papa kan? Abang, ayah sama kak Lilac mau ngobrol dulu sebentar. Adek berani kan?"
Johan mengangguk semangat. Ia tatap sang papi yang masih bersedekap dada dibelakang tubuh besar abangnya. Tak ragu ia layangkan tatapan sinis dengan lidah yang menjulur, meledek Jeolion.
"Ngga akan papi kasi uang jajan ya kamu, anak nakal."
"Papi mah emang jahat! Ayo guys. Dah, abang. Nanti pulangnya ga usah kesini. Ngedate aja sama kak Lilac. Kasian dia semalem merana." Setelah mengatakan hal yang berhasil membuat Lilac mematung, Johan dengan santai mengapit lengan Raja dan Rama untuk mengantarnya menuju ruang administrasi fakultas nya. Meninggalkan Jeolion, Joseph dan Lilac yang kini saling diam.
"Hadeh..." Desah Jeolion saat ia lihat tatapan Joseph pada wanita yang ia ketahui bernama Lilac itu sarat akan kerinduan. Dasar anak muda.
"Ekhem. Ayo kita cari tempat yang enak dulu buat ngobrol. Jangan disini."
Yang paling tua menuntun jalan bagi Joseph dan Lilac dibelakangnya. Ia biarkan kedua muda-mudi itu bergandengan tangan walau rasanya seperti diledek.