Nindya seorang sekertaris yang sangat amat sabar dalam menghadapi sikap sabar bosnya yang sering berubah suasana hati. Hingga tiba-tiba saja, tidak ada angin atau hujan bosnya dan keluarganya datang ke rumahnya dengan rombongan kecil.
Nindya kaget bukan main saat membuka pintu sudah ada wajah dingin bosnya di depan rumahnya. Sebenarnya apa yang membuat bos Nindya nekat datang ke rumah Nindya malam itu, dan kenapa bosnya membawa orang tuanya dan rombongan?
Ayo simak kelanjutan ceritanya disini🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon VivianaRV, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 21
"Astaga pak, jas sebanyak dan bagus seperti ini masa tidak ada yang cocok sama sekali sih. Sebentar saya pilihkan jasnya untuk anda siapa tahu anda cocok."
Nindya mulai memilah-milah jejeran jas, Nindya membawa tiga jas yang menurutnya sangat cocok untuk dikenakan oleh Kaivan dan sesuai dengan kepribadiannya. Nindya membawa mendekat tiga jas itu ke Kaivan.
"Saya memilih tiga jas ini pak yang menurut saya cocok dengan anda, bagaimana menurut anda pak? Apakah anda suka?"
"Jas pilihan kamu lumayan juga."
"Kalau gitu coba anda coba tiga jas pilihan saya ini."
"Tidak perlu, langsung bungkus saja ketiga jas itu. Saya malas mencoba jas saat ini karena terlalu ribet."
"Ya ampun pak tinggal dipakai enggak perlu ke ruang ganti kalau anda tidak ingin ribet, lebih baik anda coba sekarang pak agar enak nanti saat terlihat kekecilan atau kebesaran bisa langsung diperbaiki."
"Kalau masalah itu mah gampang, pasti juga jas itu akan sangat pas di tubuhku."
"Ya kan kita enggak tahu sekarang badan pak Kai tambah melar atau tidak."
"Jadi kamu menghina saya sekarang lebih gendut?"
"Saya enggak bilang anda gendut ya pak, anda sendiri yang bilang begitu."
"Ya tadi kan kamu bilang kalau badan aku melar kan sama aja."
"Ya kan hanya bilang begitu, saya enggak bilang kalau anda gendut kan pak?"
"Halah sama saja."
"Sudah pak enggak usah debat lagi, lebih baik sekarang anda coba jasnya."
Kaivan menghela nafas pasrah, Kaivan pasrah menuruti perkataan Nindya. "Ya sudah sebentar dulu aku akan mencoba jas ini."
Kaivan berjalan ke ruang ganti lalu mencoba jas pilihan Nindya. Saat mencoba jas pertama Kaivan segera keluar dan memperlihatkan jas yang dia coba.
"Lihat Nindya, jas yang saya pakai pas kan di tubuh saya? Kamu enggak percaya?"
Nindya memutari tubuh Kaivan terlebih dan mengamati jas yang dipakai oleh Kaivan. "Hem...jas yang anda pakai pas pak ditubuh anda."
"Kan benar apa yang saya bilang tadi, kamu sih tidak percaya dengan ucapan saya."
"Tapi kan pak kalau anda coba semua jasnya kita kan bisa membandingkan mana yang lebih bagus dan cocok untuk anda."
"Tidak usah, saya akan membeli tiga jas pilihan kamu. Ayo kita segera ke kasir untuk membayar belanjaan kita."
"Ya sudah kalau memang mau anda seperti itu lagian juga yang bayar semuanya kan anda" Nindya mengikuti langkah Kaivan keluar ruangan.
"Anda sudah selesai memilih jas anda tuan muda?" tanya Widi.
"Iya, saya sudah memilih jas yang akan saya kenakan."
"Maaf ya tuan muda saya tadi tidak bisa membantu anda memilih jas."
"Tidak apa bu Widi."
"Jadi tiga jas ini yang anda pilih tuan?"
"Benar bu Widi."
"Ya sudah biar saya bawa jas pilihan anda" bu Widi mengambil jas yang tersampir ditangan Kaivan.
Setelah itu mereka bertiga menuju ke kasir, sesudah semua barang ditotal Kaivan membayar semua barang belanjaan. Semua totalnya ratusan juta yang bisa membuat Nindya menahan nafas.
"Ayo Nindya kita pulang nanti keburu malam sampai rumah" Kaivan berlalu pergi meninggalkan kantung belanjaan.
Nindya yang melihat Kaivan berlalu pergi pun inisiatif membawa kantung belanjaan. Sebelum pergi pun Nindya berpamitan dengan sopan kepada Widi lalu menyusul Kaivan menuju mobil. Nindya meletakkan kantung belanjaan ke belakang baru setelah itu masuk ke bagian samping kemudi.
"Kenapa anda langsung pergi gitu aja sih pak, enggak nungguin saya."
"Ngapain saya harus menunggu kamu."
"Ya agar orang-orang tidak berpikiran buruk kepada anda pak, kan kita sebentar lagi akan menikah."
"Dengar ya Nindya, kita kan sebentar lagi akan menikah kalau kamu ingin saya berperilaku selayaknya calon suami saya minta sama kamu agar kamu juga berperilaku selayaknya calon istri dan ingat satu lagi! Kamu tidak boleh jalan dengan laki-laki lain di luaran sana."
"Jadi anda meminta saya untuk memulai ini semua pak?"
"Iya, karena kan kita saat ini sudah menjalani dan mengikuti acara pernikahan jadi lebih baik kita mulai lebih awal agar saat sesudah menikah nanti kita sudah terbiasa."
"Tapi anda tidak keberatan dengan ini semua pak?"
"Tidak keberatan sama sekali, ayo kita mulai dari sekarang dimulai dengan mengubah panggilan saat hanya berdua dan di depan kedua orang tua kita."
"Panggilan seperti apa yang anda mau pak?"
"Ya terserah kamu yang penting jangan pak kalau saat berdua karena saya bukan bapak kamu."
"Kira-kira panggilan apa yang cocok pak?"
"Saya sih terserah kamu saja sih yang penting panggilannya tidak aneh-aneh dan membuat saya geli."
"Ya sudah anda mau saya panggil Aa', abang atau mas?"
"Terserah dan senyaman kamu saja."
"Bagaimana kalau saya panggil Aa' Kaivan."
"Ukhuk..." mendengar panggilan Nindya seperti itu membuat Kaivan tersedak ludahnya sendiri.
"Anda kenapa pak?" tanya Nindya.
"Saya tidak papa."
"Untung saja, jadi anda mau saya panggil Aa' kan pak?"
"Iya boleh saja" ucap Kaivan sambil mengangguk kikuk.
"Terus Aa' Kaivan panggil saya apa?"
"Panggil nama saja."
"Enggak kreatif banget, masa manggil aku hanya nama saja? Panggil aku dengan panggilan lain dong Aa' jangan hanya nama saja. Misalnya Aa' bisa panggil saya sayang, honey atau babe agar terdengar lebih mesra" goda Nindya kepada Kaivan.
"Saya enggak mungkin memanggil kamu dengan semua panggilan itu, saya baru mendengar itu saja sudah geli apalagi harus memanggil kamu dengan panggilan yang kamu sebut tadi malah saya tambah geli."
"Ya sudah kalau gitu pak Kai panggil saya dengan nama saja tidak papa."
"Hmm...dan ingat Nindya kamu harus memanggil saya apa saat sedang berdua seperti ini, jangan memanggil saya pak atau bapak lagi."
"Baik Aa' Kai" ucap Nindya dengan mengedipkan sebelah matanya.
"Sudah kamu jangan genit seperti itu membuat saya eneg langsungan."
"Beneran eneg?"
"Sudah kamu jangan banyak omong, sekarang kita langsung pulang atau cari makan lebih dulu?" tanya Kaivan mengalihkan pembicaraan.
"Lebih baik kita pulang saja Aa' lagian saya juga enggak lapar kok."
Krucuk...krucuk...
"Ouh...kamu enggak lapar ya? Terus suara barusan tadi apa ya? Apakah itu suara guntur?"
Pipi Nindya langsung memerah malu, dia menundukkan kepalanya tidak berani mendongak. Kaivan terkekeh melihat Nindya yang malu.
"Jadi sekarang lebih baik kita cari makan saja ya?"
"Terserah Aa' saja saya hanya ngikut" ucap Nindya berupa cicitan.
"Baik ayo kita cari tempat makan dulu, apa kamu ingin makan di suatu tempat?"
"Tidak ada, terserah Aa' saja mau makan dimana" tanpa menunggu lama Kaivan menjalankan mobilnya mencari tempat makan yang terbaik.