Impian Khanza sebagai guru Taman Kanak-kanak akhirnya terwujud. Diperjalanan karier nya sebagai guru TK, Khanza dipertemukan dengan Maura, muridnya yang selalu murung. Hal tersebut dikarenakan kurang nya kasih sayang dari seorang ibu sejak kecil serta ayah yang selalu sibuk dengan pekerjaan nya. Karena kehadiran Khanza, Maura semakin dekat dan selalu bergantung padanya. Hingga akhirnya Khanza merelakan masa depannya dan menikah dengan ayah Maura tanpa tahu pengkhianatan suaminya. Ditengah kesakitannya hadir seseorang dari masa lalu Khanza yang merupakan cinta pertamanya. Siapakah yang akan Khanza pilih, suaminya yang mulai mencintai nya atau masa lalu yang masih bertahta di hatinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cinta damayanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 31
Darren telah rapi dengan setelan yang telah dipilihkan oleh Khanza. Setiap waktu memang istrinya itu kerap menyiapkan pakaian kerja untuk dipakai dan Darren tidak keberatan karena memang style yang Khanza masih masuk dengan seleranya. Sentuhan terakhir sebagai penyempurna penampilan nya, Darren menyemprotkan parfum mahal miliknya ke hampir seluruh badan. Tak lupa sedikit dia tempelkan diarea belakang telinga dan pergelangan dalam tangannya.
Saat akan menaruh parfum nya Darren melihat parfum milik istrinya nyimpil di barisan skin care sederhana nya. Iseng, dia mengambil lalu membuka tutup botol kemasan parfum tersebut dan tak lama hidungnya mengendus dengan mata terpejam. Oh ini wangi yang tertinggal di bantalnya tadi malam yang membuat dirinya sulit terpejam. Aroma vanila yang manis, semanis pemakainya, eh! Mikir apa aku. Darren mengetuk-ketuk dahinya dengan botol parfum milik istrinya yang dipegangnya.
Jam tangan mewah telah melingkar di tangan kirinya. Ponsel berlogo apel tergigit juga dia pegang di tangan kirinya tadi. Sedang tangan kanan nya memegang tas kerja yang berisi laptop canggih nya. Lantas Darren pun keluar dari kamar menuju ruang makan guna mengisi perutnya yang sudah terasa perih.
Di ujung tangga Darren melihat Herman telah duduk, ikut bergabung di meja makan bersama istri dan anaknya. Saat menuruni anak tetangga, hidung Darren mencium aroma harum. Harum nasi uduk. Cacing di perutnya seketika berdemo, meminta diisi.
"Tuan!" Herman berdiri saat Darren tiba diruang makan.
Darren melirik ke anak dan istrinya terutama pada sang anak yang lahap sekali makannya. "Makan apa, Sayang?" Basa basinya. Dia tahu tengah memakan nasi uduk dengan lauk lumayan komplit layaknya penjual nasi uduk diluaran sana. Dipiring Naura, ada ayam goreng bagian paha bawah, bihun goreng dan kerupuk. Sebenarnya ada lauk lainnya sebagai pendamping yakni telor balado yang tidak dimakan Naura karena mungkin anaknya belum bisa makan pedas. Menggugah selera sekali menu sarapan kali ini pikirnya.
"Nasi uduk, Dad. Enak banget buatan, Bunda. Rasanya juara, sama yang biasa di beli bibik gak ada apa-apa nya." Puji Naura dengan mulut penuh dengan lauk dan nasi.
"Terimakasih, sayang pujiannya."Kalo gitu Naura makan yang banyak ya!" Khanza tersenyum lembut. Wajahnya kembali datar ketika berhadapan dengan sang suami. "Ini, Mas. Roti isi selai kacang, kesukaan kamu. Sudah saya siapkan."
Darren diam mematung. Istrinya tetap melayaninya. Menyiapkan sarapan. Tapi bukan roti yang dia inginkan melainkan menu yang istrinya masak. Menu sama yang dimakan anaknya, Naura.
Setelah menyiapkan sarapan seperti yang biasa suaminya makan, Khanza lantas duduk disamping putrinya. Memperhatikannya makan sambil menopang dagu. Tak lupa pula senyum yang terkembang, manis dan meneduhkan. "Oh astaga!"
Bersamaan dengan pekikan Khanza, Darren berdiri karena selera makan nya sudah hilang. Inginnya nasi uduk tapi yang disiapkan sang malah roti tawar isi selai.
Suruh siapa setiap dihidangkan masakan istrinya Darren selaku memilih makan yang lain atau hanya sekedar mencicipi nya, tidak makan banyak. Khanza pikir masakannya tidak sesuai dengan lidah suaminya. Jadilah sekarang dia tidak terlalu memaksakan atau menyempatkan masak menu khusus untuk Darren. Seperti sekarang ini Khanza tidak menawarkan nasi uduk yang telah dia masak pagu pagi buta untuk suaminya.
Kembali ke tadi Khanza yang kaget, dia terlupa. Lupa menawarkan asisten suaminya untuk sarapan bersama. Tadi dia hanya membuat minum untuk Herman selebihnya Khanza menaruh piring kosong didepannya dengan nasi dan lauk pendamping nasi uduk lebih dekat dengan asisten suaminya itu. Berharap asisten Herman akan mengambil sendiri.
"Maaf ya Mas, aku lupa nawarin Mas nasi uduk." Sesal Khanza.
"Tidak apa-apa nyonya. Minum ini saja sudah cukup." Herman melirik tuannya yang wajah sudah nampak keruh. "Kebetulan saya tidak biasa makan berat dipagi hari." Lanjutnya memberi alasan masuk akal. Sama seperti bosnya yang dia lihat sarapan roti tawar padahal ada menu nasi goreng buatan istri yang nampak mengugah selera.
"Ya sudah kalo. Saya bungkus kan saja untuk nanti dikantor. Kebetulan saya masak banyak tadi." Khanza kemudian berdiri berniat mengambil tupperwar* untuk menaruh nasi uduk didalamnya.
"Tidak usah, Nyonya." Cegah Herman merasa tidak enak dan sekaligus takut pada Tuannya yang wajah nya ketika dia lihat semakin memilukan gelap. Ada apa sebenarnya dengan tuannya, pikirnya. Dia sudah menolak berulang kali tetapi nyonya nya alias istri tuannya bersikeras menawari nya bekal.
"Gak papa. Sebentar ya, Mas saya bungkuskan."
Kuping Darren terasa panas mendengar Khanza memanggil asistennya dengan panggilan yang sama untuk dirinya. Apa tidak ada panggilan lain yang berbeda dengannya. Panggil nama saja rasanya lebih baik pikirnya.
Selain kuping nya yang terasa panas Darren juga kesal setengah mampus entah pada siapa. Istrinya atau asistennya. Kenapa bukan dirinya yang ditawari bekal? Ini justru asistennya yang notabene nya orang lain bagi Khanza.
Darren jalan duluan. Sementara Herman menunggu istri tuannya membungkuskan nasi uduk tadi. "Makasih nyonya. Nasi uduk ini pasti saya makan nanti begitu sampai kantor."
"Herman, ayo cepat!!"