Malika Anggraini 19 th yang di paksa menikah oleh keluarga angkatnya dengan laki laki cacat yang duduk di kursi roda karena sebuah kecelakaan.
Demi membalas budi keluarga angkatnya dan juga ingin keluar dari rumah yang seperti neraka bagi Malika, dia menyetujui permintaan Ibu angkatnya, berharap setelah keluar dari rumah Keluarga angkatnya Malika bisa mendapatkan kehidupan bahagia.
Bagaimana kisah Malika, yukkk.... ikuti cerita selanjutnya....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon devi oktavia_10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
"Ma... mama...!" Teriak Sabrina sampai di rumah mencari mamanya.
"Apaan sih kamu teriak teriak ngak jelas kak!" omel Bu Sulastri menghampiri Sabrina.
"Mama tau ngak, tadi aku ketemu sama anak pungut itu tau, dia sekarang enak enakan belanja di mall dan dia juga tambah cantik aku ngak suka" kesal Sabrina.
"Kurang ajar anak sialan itu, bisa bisanya dia hidup enak di luar sana, sementara di sini mama capek beberes sendirian, dasar anak sialan memang, awas aja klau ketemu habis dia sama mama" kesal Bu Sulastri tidak terima Malika hidup enak.
"Hmmm.... Benar ma, dia tadi juga sudah berani melawan sama aku, dia bilang bukannya kita sudah ngak boleh berhubungan sama dia, dan kita sudah ngak ada hubungan sama dia, gitu katanya tadi" kompor Sabrina.
"Kurang ajar sekali anak itu, ayo kita cari dia, kita bawa ke sini, biat tau rasa dia!" ujar Bu Sulastri marah.
"Tapi Ma.... Kita kan ngak tau dia tinggal dimana?" ujar Sabrina lagi.
"Aahhh.... Iya, kamu benar juga, gimana cara kita menemukan anak pungut sialan itu" ujar Bu Sulastri dengan berjalan kesana kemari sambil mengetuk ngetuk kepalanya.
"Ada apa sih? serius amat!" ujar Sintya yang baru datang.
"Kami lagi ngomongin si anak pungut, tadi gue ketemu dia di mall, dia tambah cantik dan bisa shoping shoping di mall" ujar Sabrina.
"Ohhh... Dia, bahkan dia sekarang kuliah di kampus Gunadarma tau" ujar Sintya santai, yang memang tidak terlalu perduli.
"Haaa.... kok bisa!" pekik Sabrina tidak terima.
"Adik tenam gue yang bilang, dia murid pindahan dan ke sekolah pakai mobil mahal" ujar Sintya, bertambah murka lah Sabri mendengar Malika mempunyai mobil mahal.
"Kurang ajar... Bisa bisanya dia punya mobil mahal, ngak bisa itu, itu harusnya punya gue, anak pungut sialan itu tidak pantas memiliki itu" marah Sabrina dengan pandangan mata sinisnya.
"Hmmm... Kita harus mencari keberadaan anak sialan yang tidak tau balas budi itu, syukur sudah di kasih tempat tinggal selama ini, masa sudah hidup enak mau di nikmatin sendiri, dasar sialan Malika ini!" bengis Bu Sulastri.
"Benar Ma... nanti kita cari ke kampusnya, kita bikin malu dia, biar tau rasa, aku ngak rela dia hidup bahagia" ujar Sabrina yang sangat membenci Malika.
******
"Mas gerakin kakinya" ujar Malika mengajak Refandi berenang di sore itu.
"Hmmm..." ujar Refandi berusaha menggerakan kakinya di dalam air kolam renang itu.
"Nah.... nah.... lihat lah kaki Mas bisa di gerakin" pekik Malika kesenangan.
Refandi juga sangat bahagia sedikit demi sedikit kakinya itu mulai menampakan hasilnya.
"Terimakasih sayang, kamu tidak pernah bosan melatih mas" ujar Refandi dengan wajah memerah saking terharunya.
"Lika cuma ingin lihat mas bisa berjalan lagi, dan membuktikan kepada orang orang di luar sana, klau mas bukan lah orang cacat yanh tidak berguna" ujar Malika menggebu gebu.
Melihat perhatian tulus dari sang istri membuat Refandi semakin menyayangi Malika.
Cup....
Terjadi lah pergulatan lidah dan tangan tangan nakal Refandi menggerayangi tubuh **** sang istri di sela sela sesi latihan mereka.
"Mas ini selalu saja begini" cibir Malika setelah pagutan mereka terlepas.
"Hehehehe.... Ini namanya sambil nyelam minum air" kekeh Refandi dengan tatapan genitnya.
"Udahan yuk, latihannya sudah semakin sore" ajak Malika, memapah Refandi ke pinggir kolam renang.
"Dek, badan kamu kecil, tapi bisa ngangkat mas yang segede ini" ujar Refandi.
"Biasa Lika kan sudah biasa angkat beban dari dulu, jadi ngangkat mas mah kecil" kekeh Malika.
Mau duduk dimana?" tanya Malika mendorong kursi roda Refandi ke luar dari kamar, setelah selesai berganti pakaian.
"Di sofa aja, ada sedikit kerjaan yang harus mas kerjain" ujar Refandi.
Malika hanya mengangguk tanda mengerti.