Wijaya Kusuma adalah putra kepala desa dari sebuah desa terpencil di pegunungan, dia harus menggantikan posisi ayahnya yang meninggal dunia sebelum masa jabatannya selesai. Sesuai dengan peraturan adat, anak lelaki harus meneruskan jabatan orang tuanya yang belum selesai hingga akhir masa jabatan.
Masih muda dan belum berpengalaman, Wijaya Kusuma dihadapkan pada tantangan besar untuk menegakkan banyak peraturan desa dan menjaga kehidupan penduduk agar tetap setia pada adat istiadat para leluhur. Apakah Wijaya Kusuma mampu menjalankan amanah ini dan memimpin desanya dengan bijaksana?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Minchio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Padang Savana
Padang Savana adalah hamparan padang rumput yang luas, ditumbuhi olek semak atau perdu. Tanaman yang ada di wilayah ini tingginya tidak lebih dari enam meter. Macan milik Prabu leluhur Wijaya sudah sampai di lokasi itu, meninggalkan jauh sungai yang membentang di pegunungan ini, menghindari pertempuran dengan ular raksasa yang tadi mereka lihat bersama aliran air yang datang dengan deras.
Wijaya melihat sekeliling, pemandangan langit dari tempat ini begitu indah, bintang terlihat sangat jelas, dan cahaya bulan menerangi padang savana yang sepi, Wijaya Kusuma tidak melihat ada ancaman apapun di tempat ini. Namun, lain halnya dengan si macan besar milik Prabu yang bisa merasakan aura mistis yang begitu kuat di padang savana ini, kekuatan besar yang datangnya dari alam lain, tersembunyi terhalangh oleh perbedaan dimensi.
Si macan berusaha tetap waspada sembari mengikuti jejak Wijaya Kusuma yang pelan, aura mistis semakin terasa kuat saat mereka sudah berada di tengah padang savana, ada kekuatan besar yang menyelimuti tempat ini. benar saja dugaan si macan besar, suara menggelegar bak petir yang menyambar terdengar kuat hingga membuat Wijaya kaget.
"Berhenti, siapa yang berani melewati daerah kekuasanku, hah!'' Tegas suara pria yang menggema di sekitar Wijaya.
Si macan besar mulai waspada pada ancaman yang akan segera datang menghampiri mereka berdua, Wijaya juga sangat waspada meskipun dia tahu lawan yang akan muncul bukan berasal dari manusia. Suara itu tak muncul lagi namun, tanah mendadak bergerak membentuk sebuah tembok-tembok yang tinggi, kini tembok besar itu menghalangi langkah Wijaya dan si macan besar.
Si macan besar meraung ke arah depan, lalu muncul sesosok wujud pria dengan tubuh kekar, sosok itu memang menyerupai bentuk manusia namun dia berwujud lain, seolah tanah dan bebatun diberi nyawa, dia benar-benar hidup dan berdiri tegak di depan Wijaya Kusuma. Sosok itu mengatakan sesuatu, ''kau tidak semudah itu bisa melewati daerah ini, kau harus melakukan pertarungan, jika kau berhasil melawan anak buahku, tembok ini akan hancur dan kau bisa pergi,'' ucap siluman berwujud tanah memberi tantangan.
Si macan besar mengaum kencang, sosok itu menunjuk si macan itu, "kucing besar, ini bukan tantanganmu untukmu, aku menantang manusia ini yang berani menginjak istanaku, dia harus bertanggung jawab atas tindakannya, tidak kah kau tahu perjanjian manusia dan kami di masa lalu?'' kata si siluman tanah.
"Perjanjian apa?'' tanya Wijaya Kusuma.
"Dahulu, leluhurmu dan para lelembut sudah melakukan perjanjian, kami membuat batas agar manusia dan bangsa kami tidak berseteru, wilayah kami telah di beri batas yaitu di antara hutan dan pemukiman kalian, kami bangsa lelembut juga tidak berani melanggar ketentuan itu,'' jawab siluman tanah.
"Tapi kenapa desaku di teror sosok seperti kalian?" tanya Wijaya.
''Dia bukan berasal dari gunung ini, mahkluk itu pasti peliharaan dukun dari kota, sudah, ayo cepat bertarung dengan anak buahku,'' tegas siluman tanah memanggil anak buahnya tanah liat yang berwujud seperti pemuda setinggi Wijaya Kusuma, sosok itu mulai berjalan ke arah Wijaya lalu memasang kuda-kuda layaknya seorang pendekar silat.
"Macan, sepertinya kali ini aku harus bertarung dengan kekuatanku, aku tidak akan takut,'' bisik Wijaya pada macan besarnya, dia pun mengelus macan itu dan memintanya untuk diam saja.