NovelToon NovelToon
My Love Story

My Love Story

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Romantis / Cintapertama / Teen School/College
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Rian solekhin

"Apakah aku ditakdirkan tidak bahagia di dunia ini?"

Ryan, seorang siswa SMA yang kerap menjadi korban perundungan, hidup dalam bayang-bayang keputusasaan dan rasa tak berdaya. Dengan hati yang terluka dan harapan yang nyaris sirna, ia sering bertanya-tanya tentang arti hidupnya.

Namun, hidupnya berubah ketika ia bertemu dengan seorang wanita 'itu' yang mengubah segalanya. Wanita itu tak hanya mengajarinya tentang kekuatan, tetapi juga membawanya ke jalan menuju cinta dan penerimaan diri. Perjalanan Ryan untuk tumbuh dan menjadi dewasa pun dimulai. Sebuah kisah tentang menemukan cinta, menghadapi kegelapan, dan bangkit dari kehancuran.

Genre: Music, Action, Drama, Pyschologycal, School, Romance, Mystery, dll

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rian solekhin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 7: Ancaman?

Ryan berjalan menyusuri koridor sekolah dengan napas terseret. Beberapa siswa melintas tanpa menoleh, obrolan dan tawa mereka seakan menjadi latar belakang hampa. Pikirannya masih berputar-putar, mengulang mimpi buruk yang kembali datang malam tadi, mengunci harapan yang kian menipis. Setiap langkahnya terasa menekan, seolah-olah setiap inci koridor ini adalah penjara yang menyesakkan.

Kejadian di taman sekolah tadi siang berputar lagi dalam pikirannya. Senyum Hana, senyum yang seharusnya menenangkan malah menjadi duri yang menusuk. 'Mengapa dia baik padaku?' pikir Ryan sambil mengingat suara lembut Hana yang memintanya duduk. Tapi rasa nyaman itu hanya membawa beban baru. "Aku tidak layak mendapat perhatian seperti itu."

Selama pelajaran, Ryan duduk di pojok kelas, terpisah dari bisikan-bisikan teman-temannya. Suara guru di depan terdengar seperti dengungan yang jauh. Pikirannya tenggelam dalam ingatan akan tatapan dingin Rei, senyum sinis Ivan, mereka yang selalu ada di setiap sudut gelap hidupnya, seperti ancaman yang tak pernah hilang. Ryan tahu, meski mereka belum mengganggunya secara langsung akhir-akhir ini, bayang-bayang mereka terus menghantui.

"Tak akan pernah ada akhir dari ini," bisik suara di kepalanya, membuat dada Ryan semakin berat.

Seolah mendengar pikirannya, bisikan-bisikan itu kian menguat, bertanya hal yang sama berulang kali.

Apa gunanya kau di sini?

Tidak ada yang peduli padamu.

Kepalan tangan Ryan makin mengeras. Tolong, hentikan.

Di tengah tekanan itu, pintu kelas terbuka. Ryan mendongak dengan mata berat. Hana masuk, membawa sebuah kotak musik kecil di tangannya. Wajahnya tenang, dan ada sesuatu di tatapannya yang membuat Ryan sesaat lupa pada kesunyian hatinya.

Saat Hana melewati mejanya, mata mereka bertemu. Ryan segera menunduk, merasa tak pantas menerima perhatian itu. Selama sisa pelajaran, ia berusaha melupakan kejadian ini, tapi bayangan Hana terus menghantui pikirannya. "Dia hanya kasihan padaku," bisik suara sumbang di dalam kepala.

Bel pulang berbunyi, dan Ryan segera merapikan barang-barangnya. Tanpa menoleh ke mana pun, ia keluar, mencari udara segar. Suara-suara ramai di koridor hanya terdengar seperti gemuruh jauh, tak lagi nyata.

Tanpa sadar, langkah-langkahnya membawanya ke gang di belakang sekolah. Tempat yang gelap dan sempit, mencerminkan apa yang ia rasakan. Ryan bersandar pada dinding, menatap ke langit yang mendung. Rasa lelah mencengkeramnya.

Suara-suara dalam kepalanya kembali muncul, kali ini lebih tajam.

Kau sendirian.

Tak ada yang akan merindukanmu.

Ryan memejamkan mata, merasakan air mata mengalir tanpa ia sadari. Mungkin mereka benar.

Suara langkah kaki mendekat, membuatnya membuka mata. Dari ujung gang, Rei dan Ivan muncul. Wajah mereka dihiasi senyum sinis yang membuat Ryan bergidik.

"Hei, Ryan," sapa Rei dengan nada mengejek. "Sendirian lagi?"

Ryan merasa kakinya mundur secara refleks, namun dinding di belakangnya tak memberinya ruang. 'Tidak sekarang,'pikirnya, gemetar.

"Kau kelihatan pucat," Ivan mendekat, menepuk bahunya dengan keras. "Ada masalah?"

Ryan mencoba bicara, tetapi suaranya terdengar kecil. "Apa... apa yang kalian mau?"

Rei mengangkat bahu, seolah itu pertanyaan yang tak perlu dijawab. "Kita cuma ingin berbicara," katanya, suaranya dingin dan beracun. "Sebagai teman sekelas."

"Teman?" Ryan ingin tertawa pahit, tapi tidak punya kekuatan. "Aku... aku harus pergi."

Tawa Ivan terdengar rendah, menghina. "Jangan buru-buru, Ryan. Kita belum selesai."

Sentuhan kasar Ivan di bahunya membuatnya ingin menghilang. Kata-kata itu menghantam seperti palu, memaksanya mengakui apa yang tak pernah ingin ia akui. Ia lemah. Tak berguna.

Di tengah situasi yang menyesakkan itu, sebuah suara lain terdengar dari belakang mereka. Suara yang tidak asing namun tak ia sangka akan muncul di saat ini.

"Hei, apa yang kalian lakukan di sini?"

Rei dan Ivan menoleh, ekspresi mereka berubah. Hana berdiri di ujung gang, wajahnya serius.

"Apa urusanmu?" Rei menatap Hana dengan tatapan tajam.

Hana mendekat, langkahnya tenang namun penuh kepercayaan diri. "Jika kalian mengganggu teman sekelas, itu urusanku."

Ryan terdiam, hatinya bergetar melihat keberanian Hana. "Hana, pergi dari sini," ucapnya pelan, hampir memohon.

Namun Hana tetap berdiri di tempatnya, matanya tertuju pada Rei dan Ivan. "Biarkan Ryan pergi," katanya dengan nada tegas yang membuat udara di sekitarnya berubah.

Ivan terkekeh, sinis. "Oh, jadi kau datang sebagai pahlawan sekarang?"

Tatapan Hana berubah tajam. "Tidak ada yang berhak memperlakukan orang lain seperti ini."

Rei mendekat, namun Hana tak mundur. "Siapa kau berani campur tangan?"

Hana tak menunjukkan sedikit pun ketakutan. "Seorang teman," ucapnya, tanpa ragu. "Sekarang, tolong pergi."

Rei dan Ivan saling memandang, lalu mengangkat bahu dengan enggan. "Baiklah. Tapi ingat, ini belum selesai, Ryan," ujar Rei sambil berlalu.

Begitu mereka pergi, Hana berjalan mendekat, menatap Ryan dengan penuh perhatian. "Kau tidak apa-apa?" tanyanya lembut.

Ryan menghindari tatapannya, merasa malu. "Kenapa kau peduli?"

"Karena aku tidak bisa diam melihat hal ini," jawab Hana. "Ingat, kau tidak sendiri."

Kata-kata itu menyentuh Ryan, seolah menjadi sedikit cahaya di tengah kegelapan. "Terima kasih," ucapnya pelan, hampir tak terdengar.

Hana tersenyum, memberikan kehangatan yang nyaris ia lupakan. "Kalau ada apa-apa, bicaralah padaku."

Ryan menelan rasa syukur sekaligus canggung di tenggorokannya. Tatapan Hana masih di sana, penuh perhatian yang seharusnya ia anggap hangat. Namun, dalam hatinya, rasa takut dan malu bercampur jadi satu, mengikat lidahnya untuk berkata lebih banyak.

"Aku bisa pulang sendiri," katanya sambil berusaha menyembunyikan kegugupan. "Ada urusan yang harus aku selesaikan."

Hana sempat tampak ragu, tapi ia hanya mengangguk pelan. "Baiklah. Sampai besok, Ryan."

Dengan cepat, Ryan berbalik, melangkah menuju lorong, berharap Hana tak melihat kegugupannya. Begitu pintu utama terlihat, ia langsung berbelok, masuk ke WC pria, menutup pintu dengan cepat. Nafasnya tertahan, seolah baru saja lari dari sesuatu yang tak terbayangkan.

Di hadapan cermin, ia melihat wajahnya sendiri, sedikit memerah. 'Apa yang dia pikirkan sekarang?' pikirnya, menatap bayangannya sendiri. Suara hatinya terus mempertanyakan semua interaksi barusan.

Hana tadi… berdiri di sana, membelanya di depan Rei dan Ivan, bahkan memanggilnya teman. Kata-kata itu menggema, menciptakan konflik di benaknya. Apakah itu hanya simpati? Kasihan? Atau… ada sesuatu yang lain?

Tangannya meremas sisi wastafel, menahan perasaan yang mulai bergejolak. Tidak bisa dibendung, meski sekuat apa pun ia mencoba menyangkal. "Aku hanya beban," gumamnya lirih. "Siapa yang mau repot-repot peduli?"

Ryan menatap cermin, berusaha menghilangkan semua pikiran itu. Tapi bayangannya di sana, tatapan kosong yang sama seperti yang selalu ia lihat, tak memberikan jawaban.

1
TAG
semangat der.. keren loh bahasanya
TAG: kaya novel Buya hamka bacanya harus sambil mikir/Smile/
RYN: makasih/Proud/
total 2 replies
TAG
belum 5 menit /Grin/
RYN: apanya?
total 1 replies
TAG
belajar silat harusnya si ryan/Grin/
Emi Lia Wulandari
lanjuttttt .. semangat kak
Emi Lia Wulandari: sama kak.. aku kadang nulis juga gitu🤣🤣🤣
RYN: thanks udah support walaupun nulis ni Bab setengah turu/Facepalm/
total 2 replies
Emi Lia Wulandari
semangat thor
putri cobain 347
absen kak 🙏🙏
TAG
Oke sih. tapi harus banyak mikir kalo baca yang puitis gini /Smile/
TAG: Ok gw ikutin
RYN: pelan-pelan aja... btw nanti kedepan nya banyak dialog nya/CoolGuy/
total 2 replies
TAG
titiknya satu aja sih kayanya
RYN: makasih udah ngasih tau
RYN: wkwk ketinggalan koma nya/Facepalm/
total 2 replies
nao chan
wah novel tentang pembulian seru juga
RYN: jangan lupa ninggalin jejak like nya/Proud/
total 1 replies
putri cobain 347
absen kk
RYN: oke, semangat/CoolGuy/
total 1 replies
Cherry
Justru enak pake titik koma yang jelas. Kalau ga pake, bacanya capek ga ada jeda. 😁
RYN: jangan berlebihan please/Facepalm/ gak nyambung itu
total 1 replies
Cherry
Kalau aku kadang malah dikobok pake tangan. Jorok 😂
Cherry: Ok ok
RYN: siap. Besok udah selesai tenang aja./Proud/ file jya masih progres ku revisi.
total 9 replies
Cherry
So farr.. aku suka sama ceritanya. Penuh motivasi dan filosofi hidup yang mendalam. BTW, dah coba dengar lagu Jepang belum? Terutama genre alternatif rock 😁
RYN: ya... BTW say suka beberapa lagu Jepang judul nya 'aimyon—anone', 'Yuika—Sukidakara' dan 'mosawo—koiiro'

sudah setengah tahun saya jatuh cinta pada 3 lagu itu
Cherry: Karyaku juga belum bener, tapi kamu dah baca. Makasih ya
total 4 replies
Cherry
Belum ada adegan dia minum cokelat panas, sudah tersedak. Mungkin kalau sebelumnya di jelasin seperti “ia meminum cokelat panas sambil menunggu pertanyaan berikutnya, juga untuk menghilangkan ketegangan di hatinya,” bakal lebih nyambung untuk adegan berikutnya yang tersedak itu. 😁
RYN: lupa kirim kayak nya versi full revisi nya, karena 3 kali revisi/Frown/
total 1 replies
Cherry
Itu bukan tebak-tebakan.. tapi sejenis Truth or Dare hanya saja ga ada tantangannya, cuma kejujuran. 😁
Di novelku juga ada permainan seperti itu, judul chapternya “Truth to Truth. Tapi beda fungsi, bukan untuk main atau bersenang-senang. 😂
RYN: terinspirasi dari berbagai manhwa sih/Sweat/ kayak manhwa 'The Girl From Random Chatting'
total 1 replies
Cherry
Kyk aku.. 24 jam, musik apapun selalu terngiang. Mau saat dengar musik atau enggak, selalu nempel dibenak. Walau ga keingat lagu, ya pikiran ramai dengan masalah atau ide-ide novel atau gambar lainnya. Pokonya isi kepala ga pernah tenang. 😁
Cherry: Tapi bikin ga fokus, kadang. 😁
RYN: saya menulis juga pake musik agar dapat momen nya/Sweat/
total 2 replies
Cherry
Pulang-pulang, emaknya ngambek. Ya, ga tau kenapa aku merasa walau terkesan cuek ibunya MC tetep peduli sama anaknya. Buktinya tetep nyiapin sarapan, bekal makan siang, dan nanyain keadaan anaknya di sekolah. Mungkin aja kalau tahu anaknya ga pulang, bakal habis dimarahin. 😁
RYN: Nah di sini letak Mistery nya, bakal ku buat rumit. clue nya bunuh diri. silahkan berfantasi.
total 1 replies
Cherry
Ini kan dah pernah dibahas di episode dia duduk di taman sekolah. Kenapa Hana nanyain musik lagi? Dia lupa kah?
RYN: yah telat./Sweat/ udah ku revisi lagi untuk ke sekian kali nya.

kalau gaya tulisan ku aneh di bawah itu. sebenernya habis nulis, harus totalitas jangan ada celah. aneh pas gw baca jir/Facepalm/
Cherry: Ga perlu sempurna, yang penting jadi.
Kelamaan nunggu sempurna mah, ga bakal pernah beres.
total 3 replies
Cherry
Beneran Chopin dong.. 😂
Cherry
Ini juga, ketulis dua kali
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!