“Gun ... namamu memang berarti senjata, tapi kau adalah seni.”
Jonas Lee, anggota pasukan khusus di negara J. Dia adalah prajurit emas yang memiliki segudang prestasi dan apresiasi di kesatuan---dulunya.
Kariernya hancur setelah dijebak dan dituduh membunuh rekan satu profesi.
Melarikan diri ke negara K dan memulai kehidupan baru sebagai Lee Gun. Dia menjadi seorang pelukis karena bakat alami yang dimiliki, namun sisi lainnya, dia juga seorang kurir malam yang menerima pekerjaan gelap.
Dia memiliki kekasih, Hyena. Namun wanita itu terbunuh saat bekerja sebagai wartawan berita. Perjalanan balas dendam Lee Gun untuk kematian Hyena mempertemukannya dengan Kim Suzi, putri penguasa negara sekaligus pendiri Phantom Security.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eka Magisna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Fragmen 31
Selang dua hari kemudian ....
Sebuah bangunan sejenis tempat peristirahatan di lereng bukit, sepi dan jauh dari pedesaan, suara derap langkah kaki Tetua Munjong menggema dari halaman, masuk ke bangunan itu, lalu keluar lagi melalui pintu belakang.
Kakinya kemudian melambat, kaku dan membelalak setelah penglihatannya dikuasai sesuatu beberapa meter di depan sana.
Untuk beberapa saat lelaki tua itu membeku, isi kepalanya masih mencerna keadaan yang saat ini terasa seperti bukan di dunianya.
Pohon yang hanya berdiameter kurang lebih tiga puluh senti beberapa jarak di depan, mengekang seseorang dengan seutas tali kain di batang induk berserat kasar.
“Dia benar-benar menepati janjinya,” gumam Munjong. Membelalak takjub, tapi belum meyakini penglihatannya sendiri, sedikit tidak percaya ini adalah nyata.
Dia yang dimaksudnya tentu adalah Lee Gun.
Orang itu, pria yang diikat di badan pohon itu ... adalah orang yang telah membuat putrinya menetap di rumah sakit jiwa, lalu mati mengenaskan karena bunuh diri mengikat lehernya sendiri di ruang isolasi, enam bulan setelah tragedi.
Adalah si perampok sekaligus pemerkosa yang terus buron dan sulit ditemukan, selalu beruntung dan lolos dari kejaran polisi walaupun banyak kasus menjerat karena kejahatan yang tidak itu-itu saja.
Tapi Lee Gun ... semudah ini anak itu menangkapnya. Bagaimana bisa?
Sepertinya kedetektifan negara K ini harus belajar banyak darinya. Dia selalu selangkah di depan dengan jarak lebih jauh dari mereka.
“Tuhan memberkati melalui tanganmu, Anak Muda.”
Ponsel di saku Munjong berdering singkat. Segera pria itu merogoh untuk melihat siapa pengirim pesan.
Dari nomor tidak dikenal: +82000xxxxx, yang isinya;
'Aku sudah melakukan syaratmu, saatnya kau yang menepati janjimu, Tetua.'
“Bedebah kecil ini bahkan tahu nomor ponselku.” Munjong menggeleng, rasanya ingin bertepuk tangan tapi itu bukan gayanya.
Jemarinya mulai mengetik balasan: 'Tentu! Terima kasih, Nak. Lain waktu aku akan mengajakmu menikmati hewan bakar yang lebih besar.'
“Aku tidak akan pernah melupakan jasamu, Bedebah Kecil,” katanya selepas pesan itu terkirim. “Lee Gun yang luar biasa.”
Nama lengkap Gun dia tahu saat menanyai data diri pemuda itu terkait pernikahan dengan Kim Suzi beberapa waktu lalu oleh asistennya di Gaepyoung.
Selain itu, dia pernah meminta seseorang mencari tahu siapa pemuda itu. Data yang didapat hanya menunjukkan jika Gun hanya seorang pelukis yang saat ini bekerja rangkap menjadi pengawal pribadi putri presiden. Selebihnya bersih, tak ada jejak kriminal atau terlibat apa pun yang menjurus ke daftar hitam.
“Aku kagum dengan keberanianmu. Kau juga begitu tenang.”
Dia mengingat bagaimana Gun begitu santai saat dihakimi orang satu desa ketika itu. Bahkan saat dinikahkan dengan nonanya, anak itu tak menunjukkan beban apa pun. Dan caranya bekerja, sungguh sangat di luar nalar.
“Andai putriku masih hidup ... mungkin dia yang akan kunikahkan denganmu, bukan putri Suho.” Sesaat mendesah, menyesali keadaan yang sudah terlanjur cacat.
Saat yang sama, tatapan mata Munjong mencuat pada pria yang terikat, langsung menajam seperti tombak. “Semua ini gara-gara badjingan itu!”
Melupakan Gun dan rasa terima kasih serta penyesalannya, ponsel dikembalikan Munjong ke dalam saku. Saat ini ada lain hal yang lebih penting dari sekedar harapan mustahil tentang menantu.
Dia melihat jelas, orang itu tidak baik-baik saja. Seluruh wajah dipenuhi lebam membiru dan luka gores di beberapa titik, saat ini dalam keadaan pingsan.
Gun sudah pasti membuatnya bonyok lebih dulu saat pengejaran dan sebelum dia persembahkan pada Munjong sebagai pertukaran yang menguntungkan satu sama lain.
Langkah kaki tetua adat itu mendekat lalu berhenti di jarak kurang dua meter dari pria nahas yang begitu dia nantikan kemunculannya sejak bertahun lalu.
“Penjara terlalu nyaman untuk bajing*n sepertimu. Tempat itu tidak cocok. Makan dan tidur dengan teratur hanya akan membuatmu hidup lebih lama.”
Tatapan mata Munjong semakin memerah tajam, suara geram yang mengerikan menambah kesan dominan seorang yang siap untuk membunuh. “Aku akan mengambil alih semua hukum atas dirimu, Keparat! Jangan harap kau akan bisa melarikan diri!”
Meski dianggap agung, Munjong juga manusia seperti dia.
Dia siapa?
Dia!
Penulis yang manis!
*
*
*
Satu beban tentang pernikahan sudah tertangani baik. Saat ini Lee Gun berada di rooftop bersama Archie. Menikmati udara malam bersama sebotol anggur dan sepiring cookis yang dibeli Nam Cha satu hari lalu.
“Jadi kau akan tetap menjadi pengawal Nona Suzi walaupun dendam kematian Hyena sudah terbalas?” Archie bertanya serius.
Satu sloki anggur dalam himpitan jari ditatap Gun seraya berpikir, kemudian berkata tanpa mengangkat wajah, “Aku merasa berat meninggalkan dia saat ini,” akunya jujur.
“Oh, ya? Apa alasannya?” Archie memancing, sekilas di bibirnya ada senyuman samar.
“Ada banyak bahaya yang mengintai di sekelilingnya. Dia bisa celaka kapan pun.” Pancaran mata Gun tak kalah serius. “Setidaknya sampai dia aman, baru aku akan meninggalkan semua yang terkait dengan presiden.”
Sebenarnya Gun sendiri pun merasa ada yang sumbang, apa alasan sebenarnya di balik keinginannya itu. “Aku merasa tiba-tiba punya tanggung jawab seperti itu.”
Archie menelan minumannya sekali tenggak, lalu tersenyum tipis dengan kepala mengangguk-angguk, sangat pelan. “Aku mengerti. Lakukan apa yang menurutmu benar. Lagi pula, dia istrimu. Kau harus menjaga dan melindunginya sebaik mungkin.”
Pasang mata Gun sontak melebar. Dua kalimat akhir Archie membuatnya lumayan tersentak. “Istri?”
*
*
Esok harinya.
Sebuah lagu klasik terdengar merdu dari dalam kamar putri presiden, memberi harmoni tenang untuk sesiapa yang punya pendengaran bagus. Suara Kim Suzi mendayu halus, setenang danau di selatan kota. Saking tenang, mungkin bisa digunakan untuk terapi hipnosis. Burung di raling balkon sampai terkantuk-kantuk ikut menikmatinya.
Setengah menit kemudian lagu itu selesai, berganti suara decit lemari terbuka dan menutup. Mungkin berganti baju?
“Waktunya sarapan bersama Ayah!” ujar gadis itu, saat sudah berpakaian lengkap.
Pintu keluar kemudian ditarik Suzi dengan semangat dan senyum merekah indah.
Namun sesuatu menyambut di depan hingga menciptakan keterkejutan keras bagi dirinya, lekas menggantikan semua irama. Dia langsung menegang dan membelalak.
“Gun!”
“Pagi, Nona.”
Pria itu berdiri di depan pintu kamar dengan tampilan rapi. Rambut gondrong sebahu dipangkas lebih pendek dengan gaya slicked back. Setelan formal lengkap serba hitam menambah kadar ketampanan tak manusiawinya menjadi semakin bercahaya seperti dewa.
Semua wanita auto meleleh ke lantai seakan tanpa tulang, dijamin penulis.
Tak terkecuali Nona Kim Suzi. Liur di dalam mulut terdorong kesat ke tenggorokan, rasanya sesak, dunianya tiba-tiba lambat seolah diberhentikan waktu.
Di tema kedua, Gun terpesona sekian detik. Suzi terlihat cantik dengan terusan sederhana sebatas lutut. Rambut yang panjang tergerai indah seperti model iklan shampo di televisi. Wajahnya bersinar seperti porselen.
“K-kau ... kapan kembali?” Satu pertanyaan akhirnya lolos terdorong dari kerongkongan Suzi. Lupa dia menjawab sapaan 'pagi' pria itu beberapa saat lalu.
“Semalam,” jawab Gun, menyuguhkan senyum semanis gula.
“Se-semalam?”
“Ya!”
“Kenapa tidak memberitahuku?” Pertanyaan itu impulsif, Suzi tak sadar mengatakannya. Beruntung suaranya sangat pelan seperti gumam.
“Apa?!” tanya Gun, kurang jelas mendengar, namun hanya pura-pura. Indera dengarnya setajam pedang milik Archie Less. Mungkin sedang belajar bodoh.
“Ah, tidak! Tidak apa-apa!” sangkal Suzi, cepat. Segera dia membuang wajah sebelum lebih jauh menjadi tolol. “Ayo turun! Ayah pasti sudah menunggu di meja makan.” Gegas melangkah melewati Gun. Wajah meringis disembunyikan sembari jalan. “Bodohnya aku!”
bilamana memang pembaca suka dan sllu menantikan update anda thor...pasti walaupun boom update juga pasti like...itu pasti...
Oiya kabar Archie gimana? Masih koma kah? Kangen sama aksi² Archie yang heroik, Archie dimana kau ❤️
ini pada nunggu gebrakan mu.
semangatg thorr.. d tunggu up nya😁😁🌹🌹