Bintang, CEO muda dan sukses, mengajukan kontrak nikah, pada gadis yang dijodohkan padanya. Gadis yang masih berstatus mahasiswa dengan sifat penurut, lembut dan anggun, dimata kedua orang tuanya.
Namun, siapa sangka, kelinci penurut yang selalu menggunakan pakaian feminim, ternyata seorang pemberontak kecil, yang membuat Bintang pusing tujuh keliling.
Bagaimana Bintang menanganinya? Dengan pernikahan, yang ternyata jauh dari ekspektasi yang ia bayangan.
Penuh komedi dan keromantisan, ikuti kisah mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Egha sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20.
Beberapa meter lagi, Sera akan tiba dirumah. Ia sudah mempersiapkan alasan terbaik, saat Bintang bertanya nanti. Terlalu bodoh, jika harus menurut kata sang suami. Kakinya pegal, perut kenyang, ia juga gerah belum mandi, ditambah ia bingung harus kemana lagi. Karena satu-satunya alasan ia mau ke Mall, hanya ingin makan.
"Kau sudah pulang, Nak? Bagaimana kuliahmu?" ibu mertua yang sedang duduk dihalaman depan berdiri menyambut menantunya.
"Seperti biasa, Ma. Aku gerah mau mandi."
"Baiklah. Kamu cepat istirahat."
Sera bersorak ria, ternyata Bintang belum pulang. Ia bisa mandi dan berleha-leha sejenak. Bodoh amat, jika si freezer itu menunggu depan pagar seorang diri. Masalah selanjutnya, ia bisa mengadu kepada mertua. Oh, semenyenangkan itu, pikir Sera.
Rupanya, rencana Sera tidak seindah pikirannya. Begitu pintu kamar terbuka, sosok yang ia hindari berdiri tepat didepannya. Menatap tajam seperti singa kelaparan, kedua tangan masih berada dalam saku celana. Sera terbelalak, berusaha untuk tenang, meski jantungnya sudah terpacu lebih cepat.
"Kau sudah pulang?" tanya Bintang, memberikan tatapan ingin menerkam dan suaranya terdengar berat.
"Iya, Kak." Sera berjalan melewati sang suami, setelah menutup pintu.
"Kau dari mana seharian?" Bintang maju perlahan, sembari membuka kancing kemejanya.
Sera terbelalak dan gelagapan, ia mundur dengan kedua tangan didepan dada. Masa bodoh, dengan keanggunan. Ia harus memberontak.
"Kau kenapa?" Sera semakin terpojok ditepi tempat tidur.
"Kau? Hah!" Bintang menyeringai, "jadi, ini sifatmu yang sebenarnya."
Dengan gerakan cepat, Bintang memelintir tangan Sera. Gadis itu shock, Bintang tepat berada di belakangnya dengan satu tangan menyentuh bahunya. Lalu berbisik, "aku menyuruhmu berkeliaran, tapi kau malah asyik pacaran, istriku. Kau tahu kan, apa hukumannya?"
Tangan Sera yang terkepal, kini gemetar. Wajahnya memerah dan ritme napas yang tidak beraturan. Ia memejamkan mata, saat Bintang mencium tengkuk, bahu, hingga pipi. Tanpa pikir panjang, Sera membenturkan kepalanya kebelakang.
Aaahh....
Bintang mengerang kesakitan, sembari memegang hidungnya yang perih, ada cairan merah jatuh menetes.
"Kak, maaf." Sera mengambil tissu, mencoba membersihkan noda darah. "Aku refleks, Kak."
Rasain, lu!
"Kau sengaja, kan?" Bintang merebut tissu dari tangan istrinya.
"Aku refleks, Kak. Sumpah!"
Tok tok tok.
"Kenapa?" teriak Bintang pada seseorang diluar yang mengetuk pintu, disaat yang tidak tepat.
"Ada tamu, den."
"Iya." Bintang membersihkan hidungnya, lalu menoleh pada Sera yang terpaku ditempat. "Kita belum selesai."
Bintang membanting pintu dengan keras. Sera yang sudah tahu akan terjadi hal seperti itu, tetap menatap lurus. Ia lalu tertawa puas, merayakan kemenangannya.
"Masih untung, hidung lu yang gue hantam, bukan adik masa depan lu."
Sera terdiam sesaat, membayangkan bagaimana jika ia tadi hilang kendali dan langsung memberikan tendangan game over. Sepertinya, si freezer itu akan langsung mengusirnya. Bukankah, itu bagus? Pikir, Sera.
Diruang tamu, ibu duduk ditemani seorang gadis yang ia kenal baik. Namun, mereka baru bertemu setelah tiga tahun lamanya.
"Kapan kau kembali?"
"Sudah satu minggu, Tante. Kebetulan kontrak aku sudah selesai."
"Baguslah. Jangan lama-lama dinegeri orang. Ibu kamu, bagaimana? Sudah lama, Tante tidak bertemu."
"Beliau masih betah di Bali, Tante."
Bintang muncul dengan wajah masam. Ia bahkan, tidak mau menatap Hania, yang tersenyum kepadanya.
"Sera, mana?"
"Mandi, Ma. Kenapa memanggilku?"
"Duduk dulu. Ini Hania, datang. Kamu masih ingat, kan?"
Ibu mulai bercerita tentang masa lalu. Hania dan Bintang yang satu sekolah dari TK. Mereka teman dari kecil, hingga kuliah. Tapi, kemudian berpisah setelah Hania menjadi model dan Bintang yang sudah bekerja di perusahaan sang papa.
Hania yang mendengarkan masa lalu, ikut menambahkan cerita. Kadang tertawa, seolah menunjukkan bahwa dia masih punya tempat. Bintang tidak merespon apa-apa, dia hanya membisu sembari memegang hidungnya.
"Kalian duduk dulu. Mama mau panggil Sera." Ibu pergi meninggalkan keduanya, yang tampak seperti orang asing.
"Mau apa, kau datang kemari, hah?" desis Bintang kasar. Raut wajahnya, menunjukkan ketidaksukaan.
"Aku mau melihat istrimu," sinis Hania, "ingat Bintang, aku tidak terima kau meninggalkanku karena wanita itu."
"Sepertinya, kau sudah gila! Jadi, kau sengaja datang, melihat respon ibuku. Ayolah, kau hanya teman, di mata beliau."
"Aku sudah meninggalkan karirku, hanya demi kembali bersamamu. Tapi, kau malah menikah."
"Kau kembali, hanya karena karirmu sudah redup. Jangan bilang, seolah demi aku."
"Bintang," teriak Hania. Dan disaat yang sama, ibu muncul bersama Sera. Hania menatap gadis berwajah lugu itu dengan sinis.
"Ini menantuku, Sera. Jika saja, kamu kembali cepat, Tante akan memberimu undangan." Ibu memperkenalkan Sera dan Hania bangkit menyebut namanya. "Aku Hania, teman masa kecil Bintang."
Sera merasa ada sesuatu, yang janggal dari wanita didepannya. Tatapan mata, cara berbicara kepadanya, seolah sedang menunjukkan bahwa ia memiliki hubungan erat dengan keluarga ini.
"Jadi, kamu istri Bintang," ujar Hania, yang terdengar menganggap remeh Sera.
"Iya, Kak. Aku istri satu-satunya." Sera merangkul tangan Bintang, lalu bersandar dibahu. Ia lalu tersenyum, seolah mengejek.
Wanita ini! Batin Hania, mendadak panas.
Bintang yang mengetahui maksud Sera, ikut memanas-manasi, dengan mengecup dahi sang istri. Hania menekan emosinya, dengan berpura-pura meminum teh.
"Kalian pasangan serasi?" ujar Hania, sembari meletakkan cangkir.
"Tante pikir, mereka tidak akan sedekat ini, karena dijodohkan. Ternyata, pikiran Tante salah."
"Iya, Mama salah. Bahkan, Mama sudah mau punya cucu." Bintang tertawa dan Sera mengikutinya dengan tawa yang kaku.
Hati Hania semakin emosi. Niat hati ingin memanas-manasi Sera, justru ia merasa terjebak dengan rencananya sendiri. Apalagi, dua sejoli didepannya bermesraan, seperti dunia milik berdua.
"Mama, ke kamar dulu. Kalian mengobrol saja." Ibu pergi meninggalkan mereka dan menit berikutnya, Bintang ikut menyusul dengan alasan yang tidak masuk akal.
Tinggallah, Hania dan Sera. Selepas ibu dan Bintang pergi, Hania dengan leluasa menunjukkan statusnya kepada Sera dan sepenting apa dia di kehidupan Bintang.
"Aku dan Bintang, teman masa kecil dan aku sudah seperti keluarga," ujar Hania.
"Aku istrinya Bintang dan aku adalah keluarga," balas Sera.
"Kau," Hania bangkit, dengan rahang mengeras, "aku, kekasihnya dan akan menikah dengannya. Tapi, kau tiba-tiba muncul dan merusak segalanya."
Sera tertawa, sembari menggeleng kepala, "Hei, Nona. Sepertinya, kau sakit! Jika memang kau kekasihnya, kenapa juga dia mau menerima perjodohan dan menikah denganku."
"Karena, dia tidak punya pilihan dan aku tidak berada disisinya," jelas Hania berapi-api.
"Kau sudah tahu jawabannya dan masih menyalahkanku? Kasihan!" Sera bangkit, hendak meninggalkan Hania pergi. Namun, gadis itu mengikuti langkahnya dan mencegat.
"Dasar, jalang!" Hania mengayunkan telapak tangannya, namun dengan mudah Sera menangkapnya.
"Jangan tidak tahu malu! Jika kau menginginkannya, memohon padanya. Jangan menggangguku. Jika Bintang memilihmu, aku dengan senyum akan melepasnya." Sera menghempaskan tangan Hania dengan kasar.
🍓🍓🍓
ceritanya bagus, jadi ga sabar nunggu up