Haura, seorang gadis pengantar bunga yang harus kehilangan kesuciannya dalam sebuah pesta dansa bertopeng. Saat terbangun Haura tak menemukan siapapun selain dirinya sendiri, pria itu hanya meninggalkan sebuah kancing bertahtakan berlian, dengan aksen huruf A di dalam kancing itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lunoxs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MGTB And CEO BAB 22 - Lakukan Tes DNA
"Haura," panggil Aminah lagi yang mulai merasa cemas, apalagi saat melihat wajah Haura yang berubah jadi lebih pucat, menatap nanar pada layar kaca.
Aminah lalu membawa Haura untuk duduk di sofa, meninggalkan pecahan gelas kaca begitu saja, seraya menggenggam erat kedua tangan Haura yang terasa dingin.
"Haura, istigfar Nak," ucap Aminah lagi, ketika mereka sudah duduk.
Mendengar itu, Haura menoleh pada sang nenek, ia menggeleng pelan, tidak ingin percaya atas apa yang dilihatnya tadi.
"Apa itu ayah Azzam dan Azzura?" tanya Aminah.
Haura tak langsung menjawab, pikirannya melayang jauh menerawang masa lalu.
"Aku tidak tahu Nek, tapi mereka mirip sekali, apa benar dia pria itu?" jawab Haura dengan suaranya yang lirih, kedua manik matanya bergerak acak, menggambarkan rasa gelisah dihatinya.
Malam itu, Haura tak berani menatap wajah pria yang sudah menodainya. Malam itu ia menutup kedua matanya erat-erat. Haura tidak tahu, rupa ayah Azzam dan Azzura.
Mendengar itu, Aminah hanya bergeming, sejak dulu ia memang tidak pernah memaksa Haura untuk bercerita.
"Tidak, tidak mungkin pria itu ayah Azzam dan Azzura, ku rasa mereka hanya mirip," ucap Haura mencoba yakin, ia menatap penuh harap pada Aminah.
"Mungkin pria itu hanya menganggap Azzam dan Azura seperti anaknya sendiri, ya seperti itu." Yakin Haura lagi dengan senyumnya yang mulai terbit.
Rasanya begitu tidak masuk akal jika harus mempercayai ini semua, belum ada 2 bulan mereka pindah ke Jakarta, bagaimana mungkin bisa bertemu secepat ini. Jakarta pun begitu luas.
Aminah hanya mengangguk kecil, mencoba memberikan ketenangan pada Haura.
Setelah cukup tenang, Haura membereskan pecahan kaca itu. Mereka belum menemukan seseorang yang bisa menjadi Asisten Rumah Tangga.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Di dalam sebuah mobil mewah, Adam duduk diantara kedua anaknya. Mobil itu melaju, membelah jalanan kota Jakarta.
"Bagaimana ayah tahu, kalau rumah kami melewati jalan ini?" tanya Azzura saat melihat keluar jendela.
Di lihatnya jalan yang selalu ia melewati beberapa hari ini ketika berangkat sekolah.
Azzam yang ikut mendengar pertanyaan sang adik pun tersenyum kecil, ia semakin yakin jika ayahnya tidak berbohong. Selama ini, Adam mencari mereka semua.
Namun pertemuan mereka memang sudah digariskan Allah untuk bertemu saat ini. Saat Haura sudah bangkit dari masa terpuruknya. Bahkan Haura sudah bisa menyekolahkan kedua anaknya di sekolah ternama, sekolah elit kelas Internasional.
"Tentu saja ayah tahu, mulai sekarang ayah akan selalu ada untuk kalian. Kalian tahu tokoh film Superman? ayah akan jadi Supermen untuk kalian."
Azzam mengulum senyumnya, sementara Azzura nampak berpikir.
"Aku tidak tahu Supermen Yah, yang aku tau Spongebob," jawab Azzura seraya mengingat tokoh film favoritnya.
Adam terkekeh, benarkah ia harus jadi spongebob?
"Kalau begitu, ayah akan jadi Spongebob untuk Azzura, bukankah Spongebob selalu ada untuk orang-orang yang disayangnya? ayah akan jadi seperti itu," jelas Adam dengan begitu lembut.
Didepan sana, Luna tak henti-hentinya tersenyum. Seolah dunia sudah terbalik saat ini juga.
Seorang Adam yang dikenal begitu dingin dan tak memiliki hati kini menjadi sesosok Spongebob.
Mendapati jawaban sang ayah, Azzura bersorak riang. Tawanya begitu renyah, hingga membuat orang lain yang mendengarnya pun ikut bahagia.
Tak sampai lama, mereka sampai disebuah rumah.
Rumah Haura.
Rumah sederhana dengan cat berwarna putih bersih. Nampak begitu teduh dengan banyaknya bunga-bunga di halaman rumah.
Seketika Adam merasakan sesak. Entah kenapa, nafasnya terasa tercekak. Kali ini, ia akan bertemu dengan Haura setelah sekian lama.
"Azzam, bolehkah nanti ayah bicara berdua dengan ibu?" pinta Adam sebelum turun dari dalam mobil.
Adam bisa tahu, jika keputusan Azzam juga adalah keputusan Azzura.
"Ayah dan ibu memang harus bicara berdua, bukankah kalian harus menyelesaikan kesalahpahaman?" jawab Azzam seraya menjawab pula.
Adam tersenyum tipis, kenapa anaknya ini terlibat begitu dewasa? pikirnya.
Adam lalu mengelus pucuk kepala Azzam dengan sayang. Mendadak merasa bersalah, Azzam jadi lebih dewasa dari usianya mungkin karena selama ini, Azzam lah yang bertindak menjadi pelindung keluarga.
Bukan dirinya.
Maafkan ayah Zam, batin Adam dengan tatapannya yang dalam.
"Ayo turun," ajak Adam kemudian.
Luna tetap tinggal di dalam mobil bersama sang supir. Sementara Adam dan kedua anaknya turun. Mereka bergandengan menuju pintu rumah itu.
Bismilahirohmanirohim. Adam membatin.
Setelah itu ia menekan bell rumah sebanyak satu kali dan menunggu.
Jantungnya mendadak berdetak lebih cepat, takut dan gugup sekaligus. Adam sudah siap menerima kemarahan Haura.
Dan pintu itu akhirnya terbuka.
Haura yang membukanya.
Seketika itu juga tatapan keduanya bertemu dan terkunci, namun lambat laun kaki Haura bergerak mundur, ia merasa takut ketika melihat wajah tegas Adam. Seolah pria ini akan menerkamnya seperti malam itu.
"Ibu," panggil Azzam, lantas menyadarkan Haura dari kenangan masa lalunya. Haura tersadar dan melihat kedua anaknya disana.
Azzam dan Azzura berlari memeluk kaki sang ibu, kiri dan kanan.
"Ibu, Abang tadi menang olimpiadenya," ucap Azzura memberi tahu sang ibu, ia yakin ibunya pasti sangat bangga dengan pencapaian sang kakak.
Haura berjongkok dan mencium pipi kedua anaknya bergantian.
"Alhamdulilah, ibu bangga dan bersyukur atas keberhasilan kamu Zam," ucap Haura penuh syukur. Memiliki Azzam dan Azzura adalah anugerah dihidupnya.
Sesaat, ketiga orang ini mengacuhkan seorang pria di teras rumah. Pria yang terus menatap lekat ketiga orang itu.
Andaikan aku menemukan mereka lebih cepat. Andaikan, saat itu aku masih terbangun di samping Haura. Adam, yang hanya bisa membantin.
Tapi seperti sebuah pepatah, Nasi sudah menjadi bubur. Semuanya sudah terjadi dan tidak bisa dikembalikan seperti semula.
Adam berdehem, hingga menyadarkan ketiga orang itu akan keberadaannya.
Azzam pun dengan sigap mengajak sang adik untuk masuk lebih dulu. Meninggalkan ayah dan ibunya berdua.
Bahkan saat mereka masuk dan berpapasan dengan Aminah, Azzam mencegah langkah neneknya itu. Azzam pun meminta Aminah untuk tidak kedepan dulu.
Aminah pun menurut, meski merasa cemas. Benarkah Haura mampu menghadapi orang itu seorang diri.
"Anda siapa?" tanya Haura dengan suaranya yang bergetar. Ia tak mempersilahkan Adam untuk masuk. Haura pun tidak melangkahkan kakinya untuk keluar.
Membuat seolah, pintu yang terbuka itu adalah pembatas diantara mereka.
"Maafkan aku Haura," jawab Adam sama, suaranya pun terdengar bergetar.
Haura menggeleng, bukan masalah memaafkan atau tidak. Tapi tidak bisa menerima dengan pertemuan yang secepat ini.
"Maaf untuk apa? saya tidak mengenal Anda," jawab Haura yang tak ingin percaya bahwa pria ini adalah ayah dari kedua anaknya.
"Maafkan aku," balas Adam, ia bahkan menurunkan badannya dan bersimpuh dilantai.
Sontak Haura terkejut, namun ia memilih bergeming. Hanya air matanya yang meluruh tanpa permisi.
"Maafkan aku, akulah pria di malam itu. Pria yang sudah merenggut kesucianmu," jelas Adam yakin, apalagi saat melihat pergelangan tangan kiri Haura yang masih memiliki bekas luka.
Bekas luka yang begitu ia ingat di malam itu.
Haura menggeleng.
"Lalu apa mau mu? kamu tidak berhak atas kedua anakku, mereka hanya anakku, hanya anakku," balas Haura yang sudah mulai menangis, suaranya meninggi, ia marah.
Semudah itu pria ini datang dan meminta maaf.
Tidak tahukah pria ini apa yang sudah ku alami selama ini? tersisih dan terbuang.
"Aku tidak akan mengambil mereka darimu Haura, tidak akan. Aku sadar semua kesalahanku. Tapi aku mohon, izinkan mereka memanggilku Ayah. Aku mohon Haura, beri aku kesempatan untuk memperbaiki semuanya."
Hening.
Hanya terdengar isak tangis Haura sebagai jawaban.
Hingga cukup lama, akhirnya Haura mulai menghapus air matanya sendiri dengan kedua tangan. Ia bahkan menarik dan menghembuskan napasnya berulang.
"Lakukan tes DNA." titah Haura dengan suaranya yang tegas.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Sapa Author 👋
Jangan lupa dukungannya ya, Insya Allah Adam dan Haura akan up setiap hari jam 5 subuh.
Jika berkenan, terus berikan dukungannya ya, like dan komen sebanyak-banyaknya, Vote dan juga Hadiah.
Karena dengan dukungan kalian, buat author jadi semangat nulis, meski hujan badai ataupun panas terik 🙈😆
Salam AH ( Adam & Haura) 🌹