Seorang wanita mandiri yang baru saja di selingkuhi oleh kekasihnya yang selama ini dia cintai dan satu-satunya orang yang dia andalkan sejak neneknya meninggal, namanya Jade.
Dia memutuskan untuk mencari pria kaya raya yang akan sudah siap untuk menikah, dia ingin mengakhiri hidupnya dengan tenang. Dan seorang teman nya di bar menjodohkan dia dengan seorang pria yang berusia delapan tahun lebih tua darinya. Tapi dia tidak menolak, dia akan mencoba.
Siapa sangka jika pria itu adalah kakak dari temannya, duda kaya raya tanpa anak. Namun ternyata pria itu bermasalah, dia impoten. Dan Jade harus bisa menyembuhkan nya jika dia ingin menjadi istri pria itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lyaliaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31
Awan di langit menutupi rembulan malam ini, gemerlap bintang-bintang tampak membias melalui kabut tipis. Aku dan Rhine duduk di balkon depan kamar, aku tak pernah berpikir untuk berada disana sejak aku pindah ke kamarnya. Kupikir sesuatu yang buruk akan terjadi saat aku melewati jendela kaca.
Tapi ternyata tidak, aku disini sekarang, dikelilingi aroma malam dan keremangan yang mendalam sedikit membuatku merinding. Angin malam berhembus lembut menyentuh rambut halus di kulitku.
Rhine memandang ke laut, matanya yang dalam dan tenang seolah dia menatap sesuatu yang hanya dia sendiri yang bisa melihatnya.
"Rhine, kau yakin baik-baik saja jika hubungan kita seperti ini," kataku, mengalihkan pandangan dari cincin yang berkerlip di jariku ke wajahnya yang diterangi oleh cahaya lampu yang memancarkan warna kuning.
Rhine mengangguk perlahan, senyumnya samar tapi penuh makna. "Kau tak perlu terburu-buru, aku yakin dengan perasaanku," jawabnya, suaranya seolah menyatu dengan angin yang melintas. "Apa kau sungguh tidak menyukai ku? Sedikitpun?"
Aku terdiam sejenak, merenungi pertanyaan nya. "Suka, aku suka. Rasanya nyaman bila di dekatmu. Aku suka itu. Tapi kau tahu, aku bahkan tidak punya orang tua. Hanya nenek yang ku punya, dan tidak ada siapapun sekarang. Orang bilang keluarga itu ada ayah dan ibu. Dan aku tak punya itu. Keluarga yang ada karena pernikahan? Aku bahkan tak tahu bagaimana rasanya."
Aku menyukainya, aku suka saat dia memanjakan ku dan memelukku dalam dekapannya. Namun, aku takut. Aku takut untuk menaruh rasa pada seseorang yang mungkin tidak di takdirkan untukku. Dan aku tak ingin meratapi masa tua ku dengan hal menyedihkan seperti itu. Aku tidak ingin kehilangan siapapun lagi.
Rhine menatapku, matanya seakan ingin masuk dalam diriku lebih jauh. "Ada aku, kita keluarga sekarang. Kau dan aku, suami istri dalam sebuah pernikahan, kan? Kita akan jadi ayah dan ibu kalau kita punya anak, kau mau?"
Aku melangkah mundur, membuat jarak dengan Rhine, rasanya aku ingin segera mencari tempat untuk berlindung. "Tidak. Aku tak mau."
Rhine tertawa kecil, seakan dia mengatakan itu hanya berniat ingin menggodaku. "Haha, aku sudah menduganya, kau tak akan mau. Tapi aku yakin itu tidak akan bertahan lama, aku akan membuatmu menyukaiku. Bukan di ranjang, tapi disini." Rhine menunjuk ke dadaku. Dia ingin aku menyukainya dari hatiku.
"A.. Apa maksudmu?" Aku menjadi gugup karena malu dia mengetahui nya, bagaimana mungkin dia tahu aku menyukainya saat di ranjang. Saat kami bercinta. Aku mungkin memang sudah gila bercinta dengan pria yang aku tak yakin menyukainya.
Rhine menghela nafas ringan, dia berbalik dan menatap lurus padaku. "Kau lebih tahu apa yang ku maksud."
Aku mengernyit berusaha memahami.
"Kau tau, saat aku bertemu Lea. Dia mengatakan banyak hal padaku, hal yang tak pernah kupikirkan selama ini." Rhine melanjutkan ucapannya dengan nada pelan seakan itu mengundang luka lama baginya. "Aku tak tahu kalau aku se egois itu."
Aku dapat melihat sorot mata Rhine saat dia seakan kembali ke masa lalu, ada sesuatu di belakang sana yang membuatnya gelisah. "Pernikahanku berakhir karena diriku, aku hanya memikirkan diriku sendiri. Bahkan menyalahkan dia karena berselingkuh, sementara selama dua tahun pernikahan kami aku menyakitinya."
Aku masih menatap Rhine dan mendengarkan cerita yang dia sampaikan padaku, dia menyesalinya. "Tapi anehnya, dia ingin aku bahagia. Aku mengatakan kalau aku sudah menikah, dia senang mendengarnya," ucapnya pelan di selingi senyum di wajahnya. "Dia bilang aku akan bahagia denganmu. Dan aku percaya itu."
Rhine menatap jauh ke langit sebelum dia menatapku dan mendekat padaku. "Aku harap kau juga bahagia bersamaku," tambahnya, suara Rhine merendah, dia meraih tanganku dan mengecupnya lembut.
"Jadi, kau ingin kita terikat dalam janji pernikahan?" tanyaku, suara ku serasa serak seakan ada yang menyangkut di tenggorokanku.
Rhine mengangguk, dia menatapku dengan kehangatan yang lembut sebelum menggenggam tangan ku penuh keyakinan. "Aku tak ingin membebani mu dengan itu," katanya, "kau denganku, itu sudah cukup. Aku akan membuatmu merasakan sebuah keluarga, bagaimanapun kau adalah istriku sekarang."
"Tapi ku pikir janji pernikahan adalah sesuatu yang sakral," balasku, suara ku membawa rasa gelisah yang tak kunjung sembuh. "Aku tak ingin bermain-main dengan itu, aku tak ingin kehilangan siapapun karena ucapanku."
Rhine menatapku dengan begitu tulus setelah mendengarkan aku berbicara. "Kau tidak akan kehilangan siapa pun lagi, aku berjanji padamu," katanya, "Aku berniat akan mengadakan sebuah pesta, mengumumkan pernikahan kita. Aku ingin semua orang tau kau adalah istriku."
Tatapannya penuh dengan kehangatan yang lembut, seolah menarik jiwa ku untuk menyatu ke dalamnya. "Aku sangat mengharapkan persetujuan darimu," lanjutnya. "Aku ingin kau tahu betapa pentingnya dirimu bagi ku, dan aku juga ingin merayakannya pernikahan kita."
Aku terdiam sejenak, mencoba mencerna semua kata-katanya, mencoba menjawab keinginan nya. Aku sudah memikirkannya meskipun hanya dalam waktu singkat, aku menatapnya dengan senyuman yang perlahan muncul di wajahku.
Aku menjawab, "Rhine, aku sudah cukup bahagia dengan kita seperti ini. Tapi kalau kau ingin mengumumkannya aku tidak akan melarang, lagipula kita memang suami istri."
Aku merasakan getaran penuh arti dalam hatiku. Langit dan laut malam akan menjadi saksi dari pernyataan pria itu padaku, sebuah percakapan yang akan menjadi salah satu kenangan di kepalaku.
Rhine sungguh ingin memulai hidupnya yang baru denganku, dan aku tak ingin menghancurkan keinginannya. Lagi pula dia sudah menjalani hidup yang lebih lama dariku. Tiga puluh enam tahun bukankah waktu yang singkat merangkai cerita hidup di dunia penuh hasrat ini. Dia ingin memulai cerita baru denganku, sebuah kisah yang dia inginkan penuh dengan keindahan.
**
Matahari masih berada jauh di atas laut. Aku pulang kerja lebih awal hari ini, aku berharap waktu akan memihak ku untuk mempersiapkan segalanya. Aku bersiap untuk pesta pernikahan ku dan Rhine. Kegugupan merayapi tubuhku seakan menggerogoti nya semakin dalam, bercampur dalam kegembiraan dan kecemasan.
Aku mengamati pantulan diriku di cermin, seakan melihat jika bayangan ku itu tampaknya ingin berbicara tentang persiapan yang belum sepenuhnya ku selesaikan. Aku menatap diriku sekali lagi, mencari apa yang masih belum selesai padaku.
Berharap bisa menemukan keyakinan yang ku sembunyikan di balik mata yang penuh kecemasan ini. Tiba-tiba, pintu terbuka dan Rhine muncul dengan senyum hangat di wajahnya. Kedatangannya selalu bisa membuatku teralihkan.
"Sudah siap?" tanya Rhine lembut, dia bertanya seakan tahu apa yang sedang ku alami. Dia berdiri di ambang pintu dengan mengenakan kemeja biru dan celana hitam, sementara aku memakai dress biru yang senada dengan pakaiannya.
"Masih sedikit gugup," aku mengaku, aku berusaha tersenyum meskipun jantungku berdebar kencang menyuarakan kecemasan dalam diriku.
Rhine mendekat, dia meraih tanganku dan menyentuhnya lembut. "Ada aku, semua akan baik-baik saja. Kita pergi untuk merayakan pernikahan, kau dan aku, kau harus menikmatinya. Ini pesta mu, pesta kita."
Aku menatapnya dalam-dalam, merasakan ketenangan dari tatapan matanya. Aku menarik nafas panjang dan menghembuskannya singkat. "Baiklah."
Rhine tersenyum lebih lebar, dia mengarahkan tanganku untuk menggandeng tangannya. Dia hangat.
...----------------...
gk rela sebenarnya klo hrus pisah sm mereka.. 😢😢
kira2 Ryan&Hana udh ada anak jg blm ya🙈😅
klo emg Rhine bkn jodoh nya,,, kasih Kade jodoh yg lebih baik lagi thoorrr