Sensasi Duda Seksi
Jalanan malam serasa sunyi seakan di selimut keheningan. Aku berjongkok di tepi jalan setapak yang dihiasi oleh deretan bunga-bunga mekar, seolah-olah dunia ini sedang berpesta di bawah sinar rembulan. Aku masih mengamatinya dengan seksama.
Cahaya lembut yang memantul di kelopaknya memberikan mereka kilau yang mempesona, seakan sedang memamerkan keindahan yang tersembunyi di balik warnanya. Aku merasa iri, bahkan pada daun-daun yang tampak cacat namun menyatu dengan bunga indah yang memikat.
Aku mencoba menatap diriku. Rasanya wajahku menjadi terlihat kacau karena mata yang bengkak dan riasan yang luntur, dan juga memar merah di kakiku akibat sepatu hak tinggi berwarna hijau yang kini kupegang di tangan membuatku mengasihani diriku sendiri.
Aku melangkah menyusuri jalan tanpa alas kaki, lelah hingga rasanya tulangku akan patah. Kelelahan yang kurasakan bukan hanya dari fisik, tetapi dari semua beban emosional yang menggerogoti diriku. Rasanya sakit di dalam sana. Aku telah menjadi sebatang kara, tak punya siapapun lagi. Aku hanya punya aku.
Kurasa tidak, aku memang sudah seperti ini sejak lama. Sejak kecil aku tinggal bersama nenek, tumbuh dan besar hingga sekarang dengannya. Aku sering berhalusinasi tentang sosok orang tua yang seharusnya ku panggil ayah dan ibu.
Nenek bilang orang tua ku sedang bekerja di tempat yang jauh dan akan kembali. Saat itu aku mempercayainya, umurku masih tujuh tahun saat nenek mengatakannya. Tapi sekarang aku sudah tidak polos lagi.
Mereka meninggalkanku, aku tak punya orang tua. Mereka tak pernah datang dari dulu. Bahkan ketika nenekku meninggal satu minggu lalu, mereka tidak muncul.
Para tetangga dan orang yang melayat bergosip bahwa nenekku tidak punya anak membuatku terjaga dalam kebingungan. Banyak pertanyaan muncul dalam benakku. Aku lahir dari mana? Mungkinkah aku dibuang atau dipungut?
Terlepas dari itu semua, naasnya, aku harus menghadapi kenyataan pahit tentang pacarku. Kami telah menjalani hubungan selama setahun, yang kurasa penuh dengan kebahagiaan. Namun, tampaknya semua itu hanyalah ilusi yang kurasakan sendirian.
Aku berencana memberi kejutan untuknya, karena hari ini adalah anniversary kami. Aku menunggu nya di lobi kantornya dengan penuh harapan, senyum lebar menghiasi wajahku saat melihatnya keluar dari lift. Langkahku begitu ceria, hingga aku mendengar suara seorang wanita bersorak di belakangku.
Sontak aku berhenti dan menoleh. Wanita itu berlari dan memeluk kekasihku dengan penuh cinta, seolah dunia ini hanya milik mereka berdua. Aku terdiam, kakiku rasanya lemas, namun itu tak bisa dibiarkan. Aku harus menuntut penjelasan. Namun, kecupan yang diberikan wanita itu sudah menjelaskan semuanya.
Hatiku terasa hancur seperti puing-puing yang pecah berserakan yang tidak akan bisa di satukan kembali. Tatapan kami bertemu sejenak sebelum dia menghindarinya. Tanganku mengepal, rasa sakitnya seperti terbakar di dalam perapian. Rasanya aku ingin menghilang, tapi aku tahu aku tak bisa meninggalkan pria itu begitu saja.
Dengan sekuat tenaga, aku menamparnya, dan anehnya, wanita itu langsung membalas dengan menamparku. Dia mengangkat tangannya dengan ringan. Kami bahkan tidak saling mengenal, tetapi dia menyebutku wanita gila saat aku mengatakan pria itu adalah kekasihku. Dan sialnya, pria itu juga membantah, mengaku tidak mengenalku.
Lalu, satu tahun ini bagaimana? Aku menatapnya lama sebelum bergegas pergi dengan air mata yang tak tertahan. Aku tak akan menampakkan betapa hancurnya aku pada mereka berdua.
Hingga akhirnya, aku berakhir di sebuah bar. Aku tidak berniat mabuk, hanya saja aku ingin duduk menikmati keheningan sambil menyesap mocktail yang aku pesan.
Bar ini sepi. Hanya ada pasangan-pasangan yang lewat di belakangku, menuju lorong kecil di pojok bar. Mungkin mereka mencari kehangatan malam, tapi aku hanya mencari ketenangan. Itu sudah lebih dari cukup.
"Apakah kau akan bertahan di sini semalaman?" tanya pria di seberang meja, Ryan, bartender yang sudah cukup dekat denganku. Kami selalu berbagi cerita. Dia adalah seorang pendengar yang baik.
"Ya, jika memungkinkan. Rumahku terlalu sepi." Jawabku dengan nada yang penuh keputusasaan dan wajah yang lagu.
"Ck. Di sini juga sepi. Bukankah kau punya kekasih? Bermalam saja bersamanya. Malam yang sepi ini bisa jadi malam yang penuh gairah, benar kan?" dia menggoda ku sebelum kembali ke tempatnya dan menaruh gelas tinggi yang dia pegang di lemari penuh gelas.
"Mungkin, tapi bukan untukku. Dia akan menikmati malam ini dengan selingkuhannya." Aku menghela napas.
"Apa? Benarkah? Si brengsek itu selingkuh darimu setelah memeras uangmu?" Ryan berkata dengan nada marah, dia menaikkan lengan bajunya. Ryan melangkah keluar dari zona nyamannya dan berdiri di sampingku. "Orang tak tahu malu seperti nya harus diberikan pelajaran," ujarnya dengan tegas.
Aku hanya menatapnya dari permukaan meja, merebahkan kepalaku lemas. "Sudahlah, aku tak ingin berurusan lagi dengannya. Mungkin aku harus mencari om om kaya saja?"
"Apa? Aku tidak salah dengar?" Ryan tampak terkejut.
"Ya, aku hanya ingin duduk di rumah dan berhenti memikirkan segala sesuatu."
"Wow, aku tidak menyangka wanita yang selalu bersemangat dan penuh energi seperti mu sekarang menyerah karena diselingkuhi. Tapi kau tenang saja, kau datang pada orang yang tepat. Sebentar," Ryan berkata sebelum kembali ke tempatnya.
Aku menegakkan kepala dan menatapnya yang sibuk mencari sesuatu. Aku penasaran dan sedikit curiga. Jangan-jangan dia ingin menjadikanku simpanan untuk pria beristri yang haus nafsu. Tidak, itu bukan yang kuinginkan.
"Di mana ya, aku yakin meletakkannya di sekitar sini." Ryan masih mencari dengan cermat.
"Apa yang kau cari?" tanyaku penasaran.
"Kartu nama," jawabnya singkat.
"Jangan bilang kau akan menjual ku pada muncikari. Aku tidak akan menjual tubuhku. Dan aku masih per—"
"Ha, ini dia," Ryan memotong ucapanku seolah aku tidak mengatakan apapun. dia menepukkan kartu itu di meja. Kartu nama elegan itu tampaknya terlalu mewah untuk seorang muncikari.
[Rhine Morris]
/Bar Vios
"Bar? Kau ingin aku menggoda pemilik bar?"
"Ya, kenapa tidak? Dia kaya. Lihat baik-baik. Dia pemilik bar Vios. Siapa yang tidak tahu bar itu."
"Ya, dan karena dia pemilik bar yang sukses, dia pasti sudah tua. Bukankah kau bisa mencarikan pria yang sedikit lebih tua dariku?"
"Aish! Kau terlalu sering menonton drama. Dia tidak setua itu. Mungkin delapan tahun lebih tua darimu. Dia juga tampan. Dan kabar baiknya, dia duda tanpa anak."
"Benarkah?" Aku mengambil kartu nama itu, menatapnya dengan penuh arti. Artinya, aku tidak perlu menjadi simpanan.
"Oke. Aku akan mencobanya," kataku sambil tersenyum meski mataku masih bengkak. "Ayo Jade, waktunya mengubah hidupmu." Aku menguatkan tekadku. Aku Jade Rowland, baru dua hari lalu aku seorang karyawan di sebuah perusahaan swasta, aku berhenti bekerja karena lelah dengan potongan gaji yang tidak adil. Sekarang, aku pengangguran dan siap untuk memulai babak baru dalam hidupku.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
dita18
baru mampir thoorrr
2024-07-31
1