"Jangan harap aku akan tunduk kepada siapapun! Apalagi seorang wanita sepertimu!" Alaska Dirgantara.
"Sekeras apapun hatimu menolakku, aku tidak peduli! Akan aku pastikan hati sekeras batu itu luluh dengan caraku!" ucap Arumi Nadya Karima.
Alaska Dirgantara, merupakan pewaris tunggal Dirgantara. Pria keras dan kasar yang terpaksa harus menerima perjodohan dengan wanita pilihan Papa Farhan---ayah kandungnya, sebagai syarat untuk mendapatkan aset keluarganya.
***
Terbangun dari koma selama tiga bulan, Arumi Nadya Karima dikagetkan dengan status barunya yang tiba-tiba sudah menjadi istri dari pria kejam yang bahkan tidak dikenalinya sama sekali. Dan lebih parahnya lagi, ia hanya dijadikan alat untuk mempermudah jalannya mendapatkan aset Dirgantara dari ayah mertuanya.
Akankah Arumi mampu menjalini hari-harinya berganti status seorang istri dari pria keras dan kejam? Atau memilih pergi dari suaminya? Yuk ikuti kisah selanjutnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lina Handayani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 30 : Terpaksa Mengobati Luka
..."Apa yang kamu perbuat akan menuai hasil yang harus kau pertanggungjawabkan. Jangan lari dari tanggung jawab, karena itu bukanlah cerminan dari pria sejati."...
...~~~...
Setalah ketiganya selesai menghabiskan sarapan paginya. Arumi segera membereskan piring yang sudah kotor dan akan dibawanya ke dapur. Namun, di sela gerakannya itu membuat Mama Rina tertegun.
"Arumi, kenapa tanganmu bisa merah seperti itu?" tanya Mama Rina sontak membuat Arumi terkejut.
Deg!
Arumi nampak kebingungan untuk menjawab, kalaupun disembunyikan juga percuma karena Mama Rina sudah melihat tangannya dengan sangat jelas.
Melihat Arumi yang diam saja, lantas Alaska pun mengambil tindakan dengan menghampiri istrinya.
"Itu bukan apa-apa Ma. Arumi kemarin tidak hati-hati saat memasak di dapur, tangannya terkena kuah sayur panas makanya tangannya sedikit memerah. Iya kan sayang?" ucap Alaska sembari menatap Arumi dengan begitu lembut.
"Oh iya Ma, Arumi tidak hati-hati kemarin. Ini enggak apa-apa kok, cuma perih sedikit. Mama tidak perlu khawatir ya," timpal Arumi memperkuat perkataan suaminya agar Mama Rina segera yakin, walupun dengan cara berbohong.
"Yang benar saja? Itu sangat merah Arumi, terus pergelangan tangan kamu juga nampak sangat merah, apa yang sebenarnya terjadi? Katakan yang jujur kepada Mama!" ucap Mama Rina, tidak sepenuhnya percaya akan apa yang menantu dan putranya itu jawab.
"Beneran ini Ma, bukan apa-apa. Arumi baik-baik saja, nanti juga sembuh," ujar Arumi kembali meyakinkan Mama Rina.
"Itu lukanya seperti masih baru. Kenapa tidak langsung diobatin saja kalau tidak parah?" tanya Mama Rina kembali membuat Alaska kesal karena terus bertanya kepada istrinya.
"Kemarin tidak sempat Ma, Arumi bilang ngantuk jadi keburu tidur. Ini mau Alaska obatin," ucap Alaska tidak ingin membuat Mama Rina semakin curiga.
"Bagus itu Alaska. Cepat kamu obatin biar merah ditangannya cepat hilang!" Mama Rina mulai yakin dengan apa yang Alaska katakan.
"Iya ini mau diobatin. Tunggu sebentar ya sayang? Mas ambil obatnya dulu," ucap Alaska sembari mengusap lembut kepala Arumi.
"Iya Mas, maaf jadi ngerepotin Mas," ucap Arumi lirih. Di dalam hatinya ia begitu senang.
"Enggak papa, kamu kan istri Mas. Mas ambil dulu, tunggu di sini!" sahut Alaska masih dengan sikap yang begitu lembut sekali.
Lantas Alaska pun segera mengambil salep yang diperlukan untuk mengobati tangan Arumi yang memerah akibat ulahnya sendiri.
"Huf! Untung wanita itu menurut dan tidak mengadu kepada dia," batin Alaska berucap di saat dirinya sedang berjalan.
Lima menit kemudian, Alaska kembali membawa sebuah salep di tangannya yang ia yakini bahwa itu mampu mengobati tangan istrinya.
"Sini sayang, Mas obati tangannya," ucap Alaska yang kini berada di samping Arumi dan menatap istrinya itu begitu tulus.
Arumi hanya mengangguk dan mengulurkan tangannya kepada Alaska agar segera diobati.
"Kalau sakit bilang ya? Tahan sebentar! Sakitnya tidak akan lama kok," ujar Alaska yang langsung diangguki oleh Arumi sebagai persetujuan.
"Sial banget hari ini! Aku harus mengobati luka yang sudah aku buat untuknya, ini sangat tidak etis sekali. Ingin rasanya menyingkirkan tangan ini, atau aku buat lebih sakit dari ini. Akan tetapi, aku cukup sadar ada dia di sini. Harusnya dia jangan datang ke sini, buat aku ribet saja," gumam Alaska di dalam hatinya yang menggerutuki dirinya sendiri bahkan Mama Rina pun ia ikut libatkan.
"Aaaww! Mas pelan-pelan dong! Sakit tahu," keluh Arumi yang merasakan sakit di tangannya, karena Alaska mengoleskan salep dengan sangat kasar.
Mendengar rintihan Arumi, Alaska pun kembali fokus mengobati istrinya. Tadi ia sempat tidak memperhatikan tangan istrinya, karena sibuk menggerutuki dirinya di dalam hati.
"Maaf sayang, Mas tidak tahu. Tahan sedikit lagi ya? Sebentar lagi selesai kok," balas Alaska, kini mengolesi kembali salep ke tangan Arumi yang memerah dengan sangat hati-hati.
"Yang bener Mas! Jangan ditekan-tekan lagi!" kata Arumi membuat Alaska menatap kedua matanya sekilas.
"Iya ini pelan. Percaya sama Mas, ya sayang? Ini juga segera selesai," ucap Alaska walupun di dalam hatinya sangat kesal karena Arumi malah berkata seperti itu.
"Haha ... lucu juga ya buat Mas Alaska nurut dan patuh seperti ini? Harusnya setiap hari lembut begini, enggak kasar lagi. Apa aku harus mengerjainya terus kali ya biar suamiku ini kembali kayak dulu?" ucap Arumi di dalam hatinya, kesenangan melihat Alaska yang nampak menahan kesal agar tidak menimbulkan kecurigaan bagi Mama Rina.
"Udah ni, enggak sakit kan?" kata Alaska setalah selesai mengoleskan salep di tangan Arumi.
"Iya Mas, terimakasih banyak suamiku. Lain kali Mas lembut begini lagi dong," ucap Arumi membuat Alaska menatap tajam istrinya.
"Iya sayang, cepet sembuh ya? Mas tidak ingin istri Mas kesakitan lagi," balas Alaska begitu lembut membuat Mama Rina mengulas senyum di bibirnya melihat kedua anak menantunya yang rukun.
Arumi hanya terseyum manis dan sengaja menyandarkan kepalanya di tubuh tegap Alaska, sehingga sedikit membuat suaminya itu kaget.
"Aku pegeng kata kamu barusan Mas. Jangan dilanggar!" bisik Arumi yang tengah bersandar di tubuh suaminya itu. Kata-katanya itu hanya mampu didenger oleh Alaska saja.
"Sialan! Sudah aku duga bahwa dia sengaja mengerjaiku. Awas saja nanti Arumi! Akan aku buat kamu tidak bisa mengkelabui aku lagi." kata Alaska di dalam hatinya, karena tidak mungkin jika dikatakan langsung, sedangkan Mama Rina terus mengawasinya.
"Nah gitu dong. Mama kan enak lihat kalian rukun seperti ini. Apalagi romantis jadi inget waktu sama Papa dulu," ucap Mama Rina dengan menampakkan senyum manis di bibirnya.
Mendengar Mama Rina mengatakan itu, lantas ekspresi wajah Alaska kembali menjadi dingin. Dia tidak ingin jika Mama Rina membahas keromantisannya bersama Papa Farhan, karena itu sama saja menyakiti hatinya. Baginya hanya almarhumah Mama Aluna yang boleh memiliki papanya.
"Iya Ma, Arumi pasti akan seperti ini terus. Iya kan Mas?" tanya Arumi dengan mendongakkan kepalanya ke atas untuk menatap wajah suaminya itu.
"Iya, kita akan seperti ini terus sayang," sahut Alaska dengan wajah yang sudah tidak segembira tadi lagi.
"Ada apa dengan Mas Alaska? Dia kan sedang bersandiwara, tetapi wajahnya tidak mendukung seperti tadi. Malah kelihatan tidak suka, sepertinya ada yang salah dari Mama Rina dan juga Mas Alaska, karena sedari tadi Mas Alaska terus saja menghindari Mama," gumam Arumi di dalam hatinya yang mulai mencurigai suami dan mama mertuanya.
"Eeemm ... Arumi, Mama pulang dulu ya? Papa pasti sudah menunggu Mama karena tadi sudah janji mau ajak Mama ke pernikahan temannya," ucap Mama Rina tidak ingin membuat suasana memburuk.
"Loh kok gitu Ma? Kan bisa ditunda dulu. Lagian masih pagi, nanti Arumi bujuk Papa deh," ucap Arumi karena tidak enak jika mertuanya pergi dengan suasana yang seperti ini.
"Tidak mengapa Arumi. Mama akan pulang sekarang saja, kamu sama Alaska lanjutin saja ya romantisnya," balas Mama Rina dengan terseyum.
"Ya udah kalau Mama maksa Arumi izinin, tapi Mama harus mau diantar sama Mas Alaska pulangnya ya?" ucap Arumi sontak membuat Alaska terkejut, sedangkan Mama Rina hanya terdiam.