Seorang laki-laki diminta menikahi puteri pengusaha kaya mantan majikan ibunya. Padahal baru saja ia juga melamar seorang wanita. Bimbang antara membalas budi atau mewujudkan pernikahan impian, membuatnya mengalami dilema besar. Simak kisah cintanya di sini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puspa Indah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAGIAN 31
Setelah mengantar Mawar pulang kini Ardha sudah berkutat kembali dengan pekerjaan di restoran. Pengunjung sudah mulai ramai, dan otomatis dia dan karyawannya sudah tak ada waktu untuk istirahat. Bahkan terkadang untuk makan malam mereka hanya makan seadanya. Karena malam hari adalah saat puncak keramaian pengunjung.
Saat restoran sudah hampir tutup. Ardha duduk di ruang kerjanya sambil mengevaluasi pekerjaan mereka hari ini, dan menyusun perencanaan untuk besok. Tak lupa persiapan resepsi dadakan yang akan diadakan dua hari lagi bertepatan dengan hari libur. Ya, Ardha memang menjadwalkan hari Minggu dan Minggu malam untuk tidak membuka restoran nya. Selain membantunya untuk lebih matang menyiapkan keperluan restoran untuk seminggu ke depan, karyawannya pun punya waktu istirahat cukup dan bisa menjalani kehidupan sosial yang sehat.
Ia melirik jam tangannya. Waktu janji temu dengan Nadya, dan tentu saja Aris tinggal 15 menit lagi. Ardha mengemasi berkas pekerjaan di mejanya kemudian melangkah menuju ke ruang ganti.
Kemudian terdengar ponselnya berbunyi. Sebuah pesan masuk, Ardha menyelesaikan kegiatannya berganti pakaian kemudian baru membacanya.
Aris: Kami sudah sampai pak, Bapak dimana?
Dia lagi...
Ardha: Masih di restoran. Tunggu aku sebentar lagi.
Aris: Siap. Kalo bisa jangan lama-lama ya pak, kasihan Nadya sudah gelisah dari tadi nih.
Ardha: Iya, iya. Ini OTW.
Ardha kemudian menyimpan ponselnya dan melangkah keluar restoran setelah pamit untuk pulang lebih dulu kepada Jason. Ia beralasan ada keperluan penting. Jason yang menyangka keperluan itu berkaitan dengan isterinya, hanya mengangguk paham dan dengan cekatan menangani sisa pekerjaan di restoran.
Di kedai kopi, Aris melambai ke arah Ardha yang kemudian duduk di kursi berhadapan dengan dua karyawan istimewanya itu. Yang satu karena janji pernikahan, yang lain karena jadi perantaranya.
Ardha menghirup kopi yang sudah disediakan untuk sekedar membasahi tenggorokannya yang tiba-tiba terasa kering. Sedangkan Nadya hanya tertunduk sambil memainkan tali tasnya.
"Sebelumnya aku minta maaf atas kejadian kemarin. Isteriku..", Ardha terdiam saat melihat mata Aris yang tiba-tiba melotot tak sopan ke arahnya.
"Mm.. Maksudku, Mawar datang ke restoran tanpa memberitahu lebih dulu. Dan.. masalah resepsi itu..", Ardha terdiam lagi kemudian melihat ke arah Aris. Aris mengangguk seolah memberi arahan pada Ardha agar meneruskan penjelasannya.
"Itu.. karena para chef sudah mengetahui pernikahan itu lewat media. Aku tak punya pilihan lain lagi untuk meredam kecurigaan mereka", ucap Ardha dengan degup jantung yang terasa cepat.
"Kuharap kamu bisa memakluminya. Kalau ada yang bisa kulakukan untuk membuatmu merasa lebih baik, tolong beritahu aku", ucapnya lagi dengan rasa bersalah.
Aris melengos, merasa lebih baik? Ceraikan isterimu dan segera nikahi Nadya, maka dia akan merasa jauh lebih baik. Tapi sayangnya itu hanya terucap dalam hati Aris.
"Maafkan saya juga pak karena tidak bisa mengendalikan perasaan saya", ucap Nadya lirih.
"Seharusnya saya menyadari kalau situasi yang terjadi memang tak bisa dihindari. Tapi tetap saja terasa sakit saat harus menyaksikannya di depan mata. Mendengar teman-teman membicarakannya, saya merasa tidak sanggup pak", sambungnya lagi.
"Mungkin akan lebih baik kalau saya mencari pekerjaan di tempat lain saja", ucap Nadya.
"Apa?!", ucap Aris dan Ardha bersamaan.
"Tidak, tidak. Kamu tidak perlu melakukan itu. Lain kali hal ini tidak akan terulang lagi, percayalah", ucap Ardha sedikit panik mendengar ucapan Nadya.
Mereka bertiga kini hanya terdiam untuk beberapa saat, sibuk dengan pikiran masing-masing.
Tiba-tiba Aris berdiri.
"Kalau sudah tidak ada yang penting lagi, saya pulang duluan ya Nad, Pak Ardha. Silahkan diteruskan bicaranya", ucap Aris sambil memasang ransel di pundaknya bersiap untuk pergi.
"Eh, saya.. juga duluan pak. Takut kemalaman di jalan. Terima kasih atas waktu dan perhatiannya", ucap Nadya sambil memasang tas selempangnya bermaksud ikut pergi.
Aris menatap heran ke arah Nadya, sementara Ardha sedikit kaget tapi tak berkomentar apapun.
"Apa-apaan sih kamu Nad, ngekor melulu. Diam sini dulu aja kenapa, siapa tahu masih ada yang mau dibicarakan Pak Ardha sama kamu", omel Ardha setengah berbisik, keberatan dengan sikap Nadya.
Padahal dia bermaksud memberi kesempatan agar mereka berdua bisa membicarakan hal lain yang lebih privasi. Nadya kemudian melihat ke arah Ardha untuk memastikan.
"Ah, tidak. Sudah cukup, tidak ada lagi yang perlu aku bicarakan. Silahkan kalau ingin pulang, ini juga sudah hampir larut malam", ucap Ardha ikut berdiri.
"Aris, tolong antar Nadya ke mobilnya ya. Terima kasih atas bantuan kamu", ucap Ardha tersenyum kaku.
"Kok berasa jadi baby sitter begini, harusnya ada bonus tambahan pak, kerja ekstra ini namanya..", Aris bicara asal yang disertai cubitan keras di tangannya, oleh Nadya.
"Aduh! Apaan sih, sakit tahu. Nyubit gak pake permisi juga", Aris kesal sambil mengelus lengannya.
"Oh iya, tentu.. tentu.. Tidak masalah", sahut Ardha serius.
"Gak pak... Saya cuma bercanda kok. Tapi tolong doakan saja supaya saya gak dapat isteri model begini. Bikin repot..", sahut Aris lagi dengan mulut yang mengarah ke Nadya.
Ardha dan Nadya pun sontak melotot berjamaah. Maksudnya?
Sedih & lucu...
Masih ada beberapa kesalahan nama...