Setelah Danton Aldian patah hati karena cinta masa kecilnya yang tidak tergapai, dia berusaha membuka hati kepada gadis yang akan dijodohkan dengannya.
Halika gadis yang patah hati karena dengan tiba-tiba diputuskan kekasihnya yang sudah membina hubungan selama dua tahun. Harus mau ketika kedua orang tuanya tiba-tiba menjodohkannya dengan seorang pria abdi negara yang justru sama sekali bukan tipenya.
"Aku tidak mau dijodohkan dengan lelaki abdi negara. Aku lebih baik menikah dengan seorang pengusaha yang penghasilannya besar."
Halika menolak keras perjodohan itu, karena ia pada dasarnya tidak menyukai abdi negara, terlebih orang itu tetangga di komplek perumahan dia tinggal.
Apakah Danton Aldian bisa meluluhkan hati Halika, atau justru sebaliknya dan menyerah? Temukan jawabannya hanya di "Pelabuhan Cinta (Paksa) Sang Letnan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9 Sebelum Mencintaimu
"Aku bukan belum move on, tapi aku hanya kebetulan saja buka media sosial dan secara tidak sengaja melihat status mantan aku." Haliza memberi alasan sesuai dengan apa yang dilakukannya barusan. Dan tentu saja keberadaan mantan kekasihnya yang tidak sengaja ia lihat di facebook, secara tidak langsung kembali membuat hatinya tergugah rasa sedih yang dalam. Dan kalau boleh jujur, Haliza ingin menangis dan menjerit mempertanyakan kenapa lelaki yang masih ia cintai itu tiba-tiba memutuskan hubungan secara sepihak tanpa alasan yang jelas.
Kalau seumpama dia main mata dengan perempuan lain, lantas kenapa mantan kekasihnya itu seminggu sebelum memutuskan hubungan, ia sempat mengungkapkan keseriusannya untuk melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan?
Sampai saat ini Haliza belum menemukan jawaban atas rasa penasarannya terhadap mantan kekasihnya itu. Sebelum jawaban itu ia dapat, maka Haliza belum merasa tenang menjalani hubungan dengan pria lain termasuk dengan Aldian saat ini.
"Kamu tidak akan pernah move on selama masih berusaha menguntit media sosial mantanmu itu. Aku kasih tahu, ya, mantan kekasih yang kamu cintai itu kenapa ia sampai memutuskan hubungan denganmu tanpa sebab? Sebab ia memang sudah tidak memerlukan kamu lagi dalam hidupnya. Tapi bodohnya kamu, masih saja intip-intip media sosialnya. Demi apa coba? Demi membuat hatimu bertambah stres tentunya," tekan Aldian menyudutkan. Padahal Haliza tidak merasa kalau dia masih mengintip media sosial mantannya itu.
"Aku tidak mengintip media sosial mantan aku. Statusnya tiba-tiba saja muncul dan aku mengkliknya karena merasa penasaran. Wajar saja jika aku belum move on dari dia, sebab tidak mudah begitu saja kita melupakan seseorang yang pernah dekat dengan kita, terlebih dia pernah mengungkapkan keseriusannya untuk mengajakku ke pelaminan," sangkal Haliza sedikit menggebu.
"Kalau kamu tidak mudah begitu saja melupakan mantanmu yang pergi, kenapa malam itu saat keluargaku datang melamarmu, kamu tidak menolak keras? Aku pikir diammu itu adalah tanda setuju bahwa kamu siap dijodohkan dan sudah berdamai dengan masa lalumu."
"Aku pun punya masa lalu, tapi ketika kedua orang tuaku memutuskan ingin menjodohkan aku dengan perempuan yang tidak aku kenal, aku sudah memantapkan hatiku untuk berdamai dengan masa laluku dan aku bertekad akan berusaha mencintai perempuan yang akan dijodohkan denganku. Tapi kalau pada kenyataannya seperti ini, rasanya sia-sia usahaku melupakan masa laluku," tandas Aldian melanjutkan kalimatnya yang tadi sempat terjeda beberapa saat.
"Setiap orang pasti akan move on dari masa lalunya, tapi tergantung berapa lama waktu yang dibutuhkan. Aku mungkin saja nanti akan move on, tapi butuh waktu. Sebab tidak mudah melupakan kenangan-kenangan kami saat bersama. Terlalu banyak kenangan manis yang kami lewati sehingga aku masih belum bisa melupakan mantanku begitu cepat," beber Haliza tanpa sadar semua pengakuannya memancing rasa curiga dalam diri Aldian.
"Aku percaya kamu tidak mungkin secepat itu bisa melupakan mantanmu. Tentunya karena kamu sudah menyerahkan harta paling berharga dalam dirimu," duga Aldian yakin diiringi seringai sinis.
Haliza terbelalak, dia bukan tidak paham apa yang dikatakan Aldian barusan. Dugaan Aldian justru membuat Haliza meradang, karena ia merasa belum pernah menyerahkan kehormatannya pada lelaki manapun termasuk Ardian mantan kekasihnya.
"Kamu jangan sembarangan menduga yang tidak-tidak, Mas. Aku tidak senakal dugaanmu. Aku bahkan tidak kepikiran menyerahkan mahkotaku sebelum aku resmi dinikahi," sangkal Haliza menggebu.
"Halah, palingan omong kosong. Tidak mungkin kamu sesedih itu apabila tidak ada yang hilang dalam dirimu yang paling berharga," tuding Aldian lagi.
"Kamu salah, Mas. Aku tidak semurahan itu," sangkalnya lagi berkaca-kaca.
"Kalau benar kamu tidak menyerahkan yang paling berharga itu, berani tidak malam ini kamu membuktikannya padaku? Malam ini," tegas Aldian sembari menatap tajam diiringi senyuman sinis ke arah Haliza.
Haliza diam, tapi bukan berarti dia membenarkan perkataan Aldian, melainkan dia belum siap seandainya malam ini memberikan haknya untuk Aldian. Sebab dalam dirinya belum ada perasaan cinta yang tumbuh untuk pria tentara di hadapannya itu.
"Kenapa diam? Aku tahu diammu merupakan sebuah jawaban, bahwa kamu sudah pernah melakukan hal itu dengan mantanmu sehingga kamu merasa berat untuk melupakannya," celoteh Aldian lagi semakin membuat Haliza sakit hati.
"Kamu jangan katakan itu lagi, Mas. Karena itu semua tidak benar. Aku belum bisa move on dengan mantan kekasihku, karena dia sama sekali tidak memberikan alasan kenapa dia pergi dan memutuskan hubungan."
"Dan perlu kamu ingat, Mas. Sepertinya aku akan sulit untuk memberikan hakku padamu, sebelum aku bisa mencintaimu," lanjut Haliza penuh penekanan.
Aldian menatap Haliza berang, dia tidak terima pernikahan yang sakral dan suci itu dirusak dengan sebuah kalimat yang tidak masuk akal.
"Itu hanya sebuah alasan yang klise. Kamu yakin hanya karena alasan belum mencintai aku, lantas kamu belum mau memberikan haknya untukku? Aku rasa itu semua hanya akal-akalanmu saja supaya aku tidak menjamahmu, seperti apa yang kamu lakukan minggu sebelumnya dengan pura-pura haid sebulan penuh." Aldian kembali tidak mempercayai Haliza. Aldian justru meyakini kalau Haliza sudah pernah melakukan hal di luar batas bersama mantan kekasihnya.
"Itu bukan alasan, Mas. Tapi aku memang belum bisa menyerahkan seutuhnya diriku untukmu sebelum aku bisa mencintaimu. Kamu juga tentu sadar dan mengerti bagaimana sulitnya melupakan masa lalu kalau kita benar-benar belum berdamai," jelas Haliza lagi berharap Aldian percaya dan mengerti.
"Alahhh, sudahlah, tidak perlu memberikan pernyataan ini itu. Semua tidak penting lagi bagiku," tukas Aldian sembari bergegas dan berlalu meninggalkan Haliza yang terbengong.
"Mas. Kamu salah, kamu harus percaya padaku," pekik Haliza dengan wajah yang berurai air mata.
Sejak perdebatan itu, Aldian kini kembali dingin dan cuek tanpa ekspresi. Bahkan Aldian sama sekali tidak mau bicara dengan Haliza.
"Aku ada dinas keluar kota bersama Komandan selama lima hari," ucap Aldian tiba-tiba, seraya melengkapi seragam PDL nya dengan jaket lorengnya.
Haliza sedikit terhenyak dengan pemberitahuan Aldian yang dinilainya mendadak. Sejak ia ketahuan datang bulan bohongan, dan Aldian berhasil mendiamkannya selama satu minggu, lalu perdebatan kemarin yang cukup menyita pikirannya, kini tiba-tiba Aldian memberitahukan bahwa ia ada dinas luar kota bersama Komandan.
"Lima hari?" seru Haliza terdengar kaget. Tapi memang pada kenyataannya ia kaget dan kenapa waktunya harus kebetulan saat Aldian merasa marah atas perdebatan kemarin. Haliza menduga ini semua hanya rencana Aldian saja untuk menghindarinya karena marah.
"Kenapa mendadak, Mas?" tanya Haliza lagi akhirnya memberanikan diri.
"Mana ku tahu. Memangnya apa pengaruhnya denganmu mendadak atau tidaknya kepergian dinasku ini?" Aldian balik memberikan pertanyaan ketus untuk Haliza, yang sulit ia jawab.
"Nggak ada alasan bukan? Lagian untuk apa aku harus memberitahukan kamu, toh kamu tidak akan peduli ke mana aku pergi," lanjut Aldian membuat Haliza semakin dilanda serba salah. Haliza sadar, ucapannya kemarin membuat Aldian masih marah padanya.
"Nggak, maksud aku ...." Haliza tidak melanjutkan kalimatnya, lagian ia bingung apa yang mau ia katakan. Haliza merasa mati kutu di hadapan Aldian.
"Menyingkirlah, aku mau lewat," ujar Aldian sembari berjalan melewati Haliza dengan tas ransel besar di punggung. Haliza menatap punggung beransel itu nanar, ia sangat sedih dengan sikap Aldian yang ketus dan tak acuh.
"Mas!" panggilnya, tapi Aldian tidak menoleh sama sekali. Dia berjalan tergesa dan langsung ke luar. Beberapa saat kemudian, mobilnya menderu meninggalkan halaman rumah.
"Mas, kenapa kamu secuek ini?"
"Aku lebih baik memilih kamu yang bawel seperti kemarin-kemarin dan kita selalu berdebat. Aku tidak mau kamu yang banyak diam dan tidak menyapa aku dengan waktu yang lama." Tangisnya tiba-tiba pecah dengan tubuh yang merosot di balik pintu ruang tamu.
Tanpa Haliza sadari saking terlena dalam tangisan karena sedih dengan sikap Aldian, ia sampai tidak tahu kalau Aldian kembali lagi ke rumah karena ada sesuatu yang tertinggal.
Aldian melewati pintu ruang tamu, di sana ia melihat Haliza tengah menangis sembari menyebut namanya.
"Kenapa kamu menangis?" tegurnya menatap lekat.
kasihan jg lihat Haliza..
tertekan dan serba salah yg di rasakannya...
kasihan jg lihat Haliza..
tertekan dan serba salah yg di rasakannya..