Hampir empat tahun menjalani rumah tangga bahagia bersama Rasya Antonio, membuat Akina merasa dunianya sempurna. Ditambah lagi, pernikahan mereka langsung dianugerahi putri kembar yang sangat cantik sekaligus menggemaskan.
Namun, fakta bahwa dirinya justru merupakan istri kedua dari Rasya, menjadi awal mula kewarasan Akina mengalami guncangan. Ternyata Akina sengaja dijadikan istri pancingan, agar Irene—istri pertama Rasya dan selama ini Akina ketahui sebagai kakak kesayangan Rasya, hamil.
Sempat berpikir itu menjadi luka terdalamnya, nyatanya kehamilan Irene membuat Rasya berubah total kepada Akina dan putri kembar mereka. Rasya bahkan tetap menceraikan Akina, meski Akina tengah berbadan dua. Hal tersebut Rasya lakukan karena Irene selalu sedih di setiap Irene ingat ada Akina dan anak-anaknya, dalam rumah tangga mereka.
Seolah Tuhan mengutuk perbuatan Rasya dan Irene, keduanya mengalami kecelakaan lalu lintas ketika Irene hamil besar. Anak yang Irene lahirkan cacat, sementara rahim Irene juga harus diangkat. Di saat itu juga akhirnya Rasya merasakan apa itu penyesalan. Rasya kembali menginginkan istri dan anak-anak yang telah ia buang.
Masalahnya, benarkah semudah itu membuat mereka mau menerima Rasya? Karena Rasya bahkan memilih menutup mata, ketika si kembar nyaris meregang nyawa, dan sangat membutuhkan darah Rasya. Bagaimana jika Akina dan anak-anaknya justru sudah menemukan pengganti Rasya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rositi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
11. Tidak Benar-Benar Bahagia
“Anak-anak masih nyariin si bangke yang belum jadi almarhum?” tanya Alina lirih kepada Akina.
Akina berangsur mengangguk tak bersemangat. Ia paham siapa yang sang kakak maksud dan itu Rasya. “Masih, Mbak. Kalau malam pun juga masih sering demam.” Ia berangsur duduk di kursi kayu sebelah kolam renang anak-anaknya tengah renang.
Aqilla dan Asyilla tengah diajari renang oleh Rain dan Giant, selaku putra kandung papi Ojan dengan mommy Rere. Semua anggota keluarga sangatlah perhatian kepada si kembar. Hanya saja, tampaknya posisi seorang papa tetap belum bisa digeser oleh siapa pun.
Setelah sama-sama memperhatikan keseruan Aqilla dan Asyilla yang tengah asyik belajar renang, Alina sengaja berdeham. Akina yang sebelumnya tengah mengerjakan pekerjaan di laptop yang ada di hadapannya, menjadi fokus menatap Alina. Karena kini, di sebelahnya, sang kakak mendadak menyikapinya penuh keseriusan. Akina berpikir, ada hal sangat penting yang akan kakaknya bahas.
“Kemarin malam, ... kamu sama anak-anak ketemu Zeedev?” tanya Alina sangat hati-hati.
Awalnya, Akina sama sekali tidak curiga. Ia refleks mengangguk enteng, membenarkan pertemuan mereka. Selain itu, Akina juga berdalih sebenarnya mereka hanya tidak sengaja bertemu, tapi fatalnya, si kembar langsung nempel ke Zeedev.
“Mungkin karena kak Zeedev tipikal yang rame dan memang berisik banget. Jadi Qilla sama Syilla pun beneran ngakak terus, Mbak!” cerita Akina.
Alina terharu menyimaknya, meski bersamaan dengan itu, hatinya juga turut terluka. Namun demi melindungi sang adik, agar adiknya tidak kembali mengalami luka yang begitu pedih karena luka dari Rasya ia ketahui membuat mental adiknya sangat terluka. Alina sengaja melarang pertemuan semacam kemarin.
“Zeedev kan sudah punya calon. Takutnya ada pihak yang enggak suka sama kamu, sementara sebagai kakakmu, aku juga enggak akan diam andai ada yang mengusikmu. Aku enggak mau, adegan banting-membanting, aku lakukan ke keluarga suamiku hanya karena mereka menyakiti kamu!” lembut Alina. Kedua tangannya menggenggam hangat tangan kiri sang adik. Di hadapannya, Akina tampak langsung menahan tangis. Alasan yang juga membuatnya melakukan hal sama.
Kesedihan Akina juga bagian dari kesedihan Alina. Alina sangat menyayangi Akina. Bahkan andai Zeedev sampai mengusik adiknya, Alina tak segan meremukkan seluruh tulang Zeedev.
“Mbak tahu, sekarang semuanya jadi benar-benar berat. Statusmu sekarang pasti akan selalu dipermasalahkan, bahkan meski kamu sama sekali tidak pernah mengusik kehidupan orang!” Air mata Alina jatuh hanya karena mengatakan itu. Apalagi di hadapannya, air mata Akina sudah berjatuhan.
Akina mengangguk-angguk membenarkan anggapan sang kakak. “Bener, Mbak. Aku juga sadar mengenai itu. Dan memang karena itu juga, aku enggak mau tinggal di kampung. Selain fasilitas pendidikan di sana masih belum sebaik di sini. Kalau di kampung, janda justru jauh lebih diperebutkan. Yang ada papa mama kita pasti makin pusing. Pada akhirnya, ujung-ujungnya aku pasti menikah lagi. Hingga aku jadi enggak bisa fokus urus anka-anakku!”
“Meski mama papa selalu bilang, mereka saja yang urus anak-anak agar aku bisa menjalani lembaran baru. Enggak, Mbak. Aku beneran enggak mau! Karena bagiku, anak-anak merupakan duniaku. Mereka alasanku bertahan sejauh ini!” Akina segera mengelap air matanya menggunakan tisu yang ia ambil dengan tangan kiri. Ia tak mau terus-menerus larut dalam kesedihan. Sementara Rasya dan Irene saja, terus membangun bahagia di atas luka Akina dan si kembar.
“Aku enggak mau sedih-sedih lagi. Aku beneran ingin bahagia bareng anak-anak. Apalagi perenggut kebahagiaan kami justru bersenang-senang di atas luka kami!” ujar Akina yang amat sakit hati kepada Rasya maupun irene.
“Saking bencinya aku ke mereka, aku jadi takut, Mbak. Karena di saat-saat tertentu, ada saja yang bikin aku melayangkan sumpah serapah ke mereka. Mbak tahu kan, aku tipikal yang akan menyesalkan kemerahanku. Apalagi ketika aku sampai berkata kasar, termasuk itu ke orang yang sudah sangat melukai anak-anakku!” tegas Akina.
Namun, benarkah Rasya dan Irene benar-benar bahagia? Karena kini saja, Irene tengah terbaring lemah menjalani infus di sebuah rumah sakit mewah. Rasya memang ada di sana. Sorot kamera juga tak pernah jauh-jauh dari mereka untuk mengabadikan setiap momen kebersamaan. Hanya saja, makin ke sini bersama perutnya yang makin besar, kesehatan Irene jadi makin bermasalah. Apalagi sejauh ini, Irene bukan tipikal pekerja bahkan sekadar pemikir berat. Jadi, mungkin efek itu juga, sekadar sedikit memiliki pikiran, Irene langsung stres dan pada akhirnya jadi sering menjalani rawat inap.
Rasya termasuk Irene juga beranggapan, bahwa sakitnya Irene masih berkaitan dengan anak-anaknya.
“Jika sesuatu sampai terjadi ke anakku, orang yang akan langsung aku cari ialah Akina dan anak-anaknya. Karena sudah dipastikan, pasti karena mereka yang sudah menyebabkan AIN ke aku maupun anak-anakku!” ucap Irene yang tetap sangat menjaga penampilannya meski ia sedang sakit. Karena memang, Irene memiliki asisten khusus yang akan membantunya dalam segala hal, termasuk menyiapkan penampilan.
“Sudah lah Sayang. Jangan perpikir macam-macam. Dokter sudah berulang kali jelasin, bahwa alasan kamu sakit efek bawaan hamil yang kamu tambah dengan banyak pikiran. Termasuk pikiran AIN, ... duh. Ayo dong, ... kamu harus bahagia, jangan berpikir buruk terus!” lembut Rasya berusaha meyakinkan sang istri.
Bagi Rasya, Irene yang sekarang memang jadi jauh lebih egois melebihi ketika wanita itu memaksanya menikah lagi. Namun, Rasya yang sangat mencintai Irene tetap berusaha memaklumi keadaan sang istri. Rasya yakin, Irene merasa terlalu stres. Terlebih selama satu bulan terakhir, mereka makin sering bolak-balik sekaligus menginap di rumah sakit.
“Sayang ingat, ... aku jadi sering sakit-sakitan sejak kita memutus hubungan dengan Akina dan anak-anaknya. Sudah bisa dipastikan, ini pasti karena AIN kiriman mereka!” tegas Irene kepada Rasya. Namun, lagi-lagi sang suami menggeleng tegas kemudian memeluknya.
“Kamu hanya terlalu merasa bersalah ke mereka karena pada kenyataannya, hati kamu teramat bersih. Please, fokus bahagia saja apalagi sekarang, aku hanya fokus ke kamu!” lembut Rasya sambil memeluk sang istri menggunakan kedua tangannya.
Akan tetapi, apa yang Rasya lakukan tetap membuat Irene merasa kurang puas. Karena yang Irene mau, harusnya Rasya melukai Akina dan anak-anaknya. Karenanya ketika Rasya harus pergi keluar untuk bertemu kliennya, Irene sengaja memanfaatkan kesempatan itu untuk menghubungi sang mama.
“Minimal buat Akina dan anak-anaknya cacat, Ma! Agar aku terbebas dari sumpah serapah buruk dari mereka lagi. Namun andai mereka enggak bisa dibuat cacat, ... ya sudah dibuat mati semuanya saja. Atau, hanya anak-anaknya saja yang celaka agar Akina gilla!” ucap Irene berbisik-bisik melalui sambungan telepon. “Bilang ke papa, cari pembunuh bayaran yang memang andal. Buat kejadiannya seolah mereka hanya kecelakaan!”
harus dicerna dan dibaca ulang
aaah pokok nya nih cerita bikin hilang smua pikiran, apalgi yg bikin stres hilang smuaaaa..krn ketawa lg ketawa...
g tau nih ka Ros ketitisan apa sampe2 bikin cerita absurd bangeeet...🤣🤣👍👍👍👍👍