Hampir empat tahun menjalani rumah tangga bahagia bersama Rasya Antonio, membuat Akina merasa dunianya sempurna. Ditambah lagi, pernikahan mereka langsung dianugerahi putri kembar yang sangat cantik sekaligus menggemaskan.
Namun, fakta bahwa dirinya justru merupakan istri kedua dari Rasya, menjadi awal mula kewarasan Akina mengalami guncangan. Ternyata Akina sengaja dijadikan istri pancingan, agar Irene—istri pertama Rasya dan selama ini Akina ketahui sebagai kakak kesayangan Rasya, hamil.
Sempat berpikir itu menjadi luka terdalamnya, nyatanya kehamilan Irene membuat Rasya berubah total kepada Akina dan putri kembar mereka. Rasya bahkan tetap menceraikan Akina, meski Akina tengah berbadan dua. Hal tersebut Rasya lakukan karena Irene selalu sedih di setiap Irene ingat ada Akina dan anak-anaknya, dalam rumah tangga mereka.
Seolah Tuhan mengutuk perbuatan Rasya dan Irene, keduanya mengalami kecelakaan lalu lintas ketika Irene hamil besar. Anak yang Irene lahirkan cacat, sementara rahim Irene juga harus diangkat. Di saat itu juga akhirnya Rasya merasakan apa itu penyesalan. Rasya kembali menginginkan istri dan anak-anak yang telah ia buang.
Masalahnya, benarkah semudah itu membuat mereka mau menerima Rasya? Karena Rasya bahkan memilih menutup mata, ketika si kembar nyaris meregang nyawa, dan sangat membutuhkan darah Rasya. Bagaimana jika Akina dan anak-anaknya justru sudah menemukan pengganti Rasya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rositi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
31. Lagi-Lagi Menyesal
Kenyataan Rasya yang tetap tak sedikit pun berpihak kepada si kembar, menjadi alasan kuat Akina untuk tidak pernah menoleh ke belakang. Akina makin mantap membangun kebahagiaan dirinya bersama anak-anaknya tanpa Rasya. Terlepas dari semuanya, Akina juga akan tetap memperjuangkan keadilan untuk anak-anaknya. Akina bertekad menjadi lebih kuat lagi karena bisa dipastikan, pihak Rasya pasti tidak akan pernah melepaskannya begitu saja.
“Kalau Kakak sibuk dan ini malah kurang sehat, jangan ke sini dulu. Pulang kerja langsung tidur di rumah saja. Di sini ada papi dan mommy yang nemenin kami,” ucap Akina kepada Zeedev.
Di hadapan Akina, Zeedev sudah memboyong ransel milik pria itu, sementara Akina yang tak lagi diinfus sengaja membawakan tas kerja Zeedev. Bertepatan dengan apa yang baru saja Akina katakan, dari lorong sebelah, Rasya yang berpenampilan rapi baru saja memasuki lorong kebersamaan Akina dan Zeedev.
Setelah mendengar ucapan penuh perhatian dari Akina dan itu kepada Zeedev, Rasya juga mendapati kebersamaan keduanya. Zeedev yang awalnya menenteng ransel menggunakan tangan kanan, perlahan menurunkannya. Sampai detik ini, tatapan Zeedev benar-benar dalam ke kedua mata Akina. Seolah, tatapan yang biasanya bengis ketika kepada orang yang tak disukai, telah sepenuhnya tenggelam ke tatapan bahkan kehidupan seorang Akina. Di lain sisi, Akina yang hanya sepundak Zeedev juga terus menengadah hanya untuk menatap Zeedev.
Berbeda dengan terakhir kali Rasya melihat Akina dan itu tiga hari lalu, kini Akina tak lagi diinfus. Akina yang kehilangan banyak berat badannya juga tampak jauh lebih segar bahkan jauh lebih merawat diri. Yang mana, kedua tangan Rasya refleks mengepal hanya karena kedua tangan Zeedev mengunci pinggang Akina yang kelewat ramping.
“Aku udah capek ditikung terus. Tolong jaga hatimu hanya buat aku. Jangan ada pak duda, jangan ada mantan, apalagi calon lain di antara kita,” ucap Zeedev meski bibirnya menempel di ubun-ubun Akina.
Rasya juga refleks maju, tak terima ada laki-laki lain dekat bahkan menyentuh Akina. Namun, setelah ekspresi bingung Akina justru digantikan dengan senyum sangat manis, detik itu juga dunia Rasya seolah berhenti berputar. Baru Rasya sadari, bahwa kini, ia dan Akina tak lebih dari mantan sekaligus masa lalu. Masa lalu yang bahkan sempat Rasya tiadakan.
“Ya ampun ... masa iya, Kak Dev bisa gini? Musuhnya macan—mbak Akina, bisa semanis ini? Malahan aku curiga, nih orang bakalan lebih manja dari Qilla dan Chilla,” batin Akina masih sulit mengendalikan senyumnya.
“Kalau udah ada waktu, hari ini juga tolong bikin atau pilih desain undangan buat pernikahan kita. Kita undang kerabat dekat saja. Yang lain enggak usah diundang, kasihan lagi musim paceklik. Belum lagi prahara tapera, kenaikan BBM, dan juga kenaikan biaya hidup. Takutnya kita digibahin, kita dianggap enggak mikir, gara-gara gelar resepsi di tengah suasana paceklik dan bikin mereka wajib kondangan!” ucap Zeedev masih lirih dan memang terdengar berbisik-bisik di telinganya sendiri.
Yang membuat Zeedev bingung, dalam dekapannya, tubuh Akina jadi terguncang pelan. Sementara setelah ia pastikan, ternyata Akina malah tengah sibuk menahan tawa.
“Kenapa?” lirih Zeedev benar-benar lirih.
Akina yang tetap sibuk menahan tawa, jadi tidak berani menatap Zeedev. Ia menggunakan telapak tangan kirinya yang tidak menenteng tas kerja calon suaminya. Namun kemudian, Zeedev yang jadi terlihat makin penasaran, mengambil tas kerjanya.
“Gimana aku enggak ketawa kalau setiap kata-kata Kakak, selalu terdengar ajaib?” ucap Akina setelah dirinya berhasil menyudahi tawanya.
Zeedev yang menatap Akina penuh cinta, refleks mesem. “Ya sudah, aku berangkat dulu. Nanti malam aku tetap pulang ke sini. Langsung hubungi aku kalau anak-anak cari. Jangan sampai mereka minta papanya satu-satu yang beda. Terus kamu juga jangan keluar dari ruang rawat anak-anak kalau aku enggak ada. Takutnya kamu lihat bayi laki-laki dan itu bisa bikin kamu down dadakan!” lembut Zeedev sambil mengelus-elus pundak kiri Akina menggunakan tangan kanannya
Apa yang Zeedev sampaikan barusan membuat Rasya tahu, bahwa Akina masih sangat sensitif ke bayi laki-laki. “Ternyata bukan hanya aku yang kehilangan anak laki-lakiku,” pikir Rasya memilih bersembunyi di lorong sebelah. Apalagi ketika Rasya tahu, Zeedev yang meninggalkan Akina, melangkah menuju lorong dirinya berada. Rasya sampai agak lari dan bersembunyi di depan tangga darurat.
Ditinggal Zeedev, Akina yang sudah diizinkan pulang dari hari kemarin, langsung melihat beberapa desain undangan pernikahan. Ibu Zee sudah mengiriminya beberapa contoh undangan lewat WA. Mumpung si kembar sudah kembali tidur setelah meminum obat yang memang memberikan efek mengantuk.
Tak jauh dari Akina, orang tuanya tengah sarapan. Dirasa keduanya, Akina menjadi makin semangat tak lama setelah penangkapan Irene. Yang mana keduanya sadar, perhatian sekaligus dukungan Zeedev kepada Akina maupun kedua putrinya, menjadi alasan utamanya. Sambil bertukar senyuman, pak Akala dan ibu Nina, kembali melanjutkan sarapannya.
Mas Rasya : Sekali saja, tolong beri aku kesempatan untuk memperbaiki hubungan kita.
Mas Rasya : Pakde Aidan pasti sudah mengabari kamu, bahwa Irene mengalami guncangan batin, bahkan mental yang sangat signifikan. Irene akan menjalani rehabilitasi.
Mas Rasya : Aku ingin memperbaiki rumah tangga kita. Namun, aku sadar diri, membahas ini belum bisa aku lakukan secara langsung.
Mas Rasya : Jika memang kamu sudah punya waktu, tolong kabari aku agar aku bisa menyesuaikan jadwalnya dengan jadwal kamu.
Beberapa pesan masuk dan itu dari kontak Rasya benar-benar mengejutkan Akina. Padahal sebelumnya, nomor tersebut sudah mmbelokir nomor ponsel Akina maupun nomor ponsel keluarga Akina. Namun kini, mendadak Rasya menghubunginya lagi dengan pesan penuh harapan yang begitu sopan.
Di tempat berbeda, di ruang rawat putrinya, Rasya yang terjaga di sana, masih menggenggam ponselnya menggunakan tangan kanan. Rasya masih menunggu balasan Akina. Hingga dering tanda pesan masuk di ponselnya, membuat Rasya yang awalnya tengah memandangi sang putri, refleks tersenyum.
Akan tetapi, beberapa contoh undangan pernikahan yang merupakan pesan dari Akina, membuat Rasya terdiam lemas.
Mamanya Anak-Anak : Aku sedang sangat sibuk, Mas. Aku tidak punya waktu meladeni drama buatanmu. Itu baru sebagian undangan pernikahan yang harus aku pilih. Aku harus menyiapkan yang terbaik untuk pernikahanku dengan calon papanya anak-anakku.
Mamanya Anak-Anak : Dunia kita sudah berbeda. Urusan kita sudah tidak sejalur. Kita bahkan sudah beda alam.
Mamanya Anak-Anak : Apa pun itu, baik mengenai Irene maupun urusanmu yang lain, mohon tidak usah senggol-senggol aku lagi. Mohon maaf, aku dan anak-anak sudah bahagia tanpa kamu.
Rasya tak ubahnya patung hidup yang jadi meratapi layar ponselnya. “Aku enggak pernah sungguh-sungguh melupakanmu, tapi kamu dengan cepat menemukan penggantiku!” sedih Rasya.
Iya, pada kenyataannya Rasya memang tidak pernah benar-benar melupakan Akina. Buktinya, nama kontak Akina di ponselnya saja masih sama. Masih sangat mulia dan sengaja belum ia ganti karena baginya tak perlu.