Generation Sandwich, istilah yang sering di gunakan baru-baru ini. Mungkin sebagian ada yang menjadi pelakunya, ada juga yang menganggapnya hanya sebuah sudut pandang semata.
Tumbuh dan besar dari kalangan menengah kebawah menjadikan seorang gadis cantik bernama Hima Narayan kuat dalam menjalani kehidupannya.
Tanpa di ketahui banyak orang, nyatanya Hima menyimpan luka dan trauma tersendiri dalam hidupnya. Tentang pengkhianatan dan kekecewaan di masa lalu.
Ganindra Pramudya Suryawilaga : " Saat aku pikir kamu adalah rumah yang ku tuju. Tapi kamu justru menjauh saat aku ingin menggapai mu. Beri aku kesempatan sekali lagi Hima!"
Kehidupan keluarganya dan kisah cintanya tak pernah berpihak padanya. Akankah Hima menyerah dengan kehidupannya???? Lantas bagaimana dengan kisah cinta gadis itu?
Semoga para reader's kesayangan berkenan mampir, terimakasih 🙏🙏🙏🙏🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ibu ditca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
Hima sudah mengunci pintu gudang dan mengantongi kunci tersebut ke dalam tas ranselnya. Setelah memastikan semua dalam kondisi aman, entah itu listrik atau gembok mereka semua pun membubarkan diri.
Ganin dengan setia menunggu Hima dan beberapa kali ia menerima ledekan dari anak lori.
Ganin merasa dirinya seperti ABG lagi. Padahal usianya sudah memasuki kepala tiga. Apa iya di mata mereka dirinya masih pantas jadi laki-laki muda yang baru lulus SMA?
"Wuihhh...motor Lo keren Nin, begal di mana?", tanya anak lori.
"Begal di kantor polisi!", sahut Ganin. Anak-anak lori tertawa mendengar jawaban Ganin. Tapi kenyataannya motor itu memang ada di kantornya. Selama ini ia selalu memakai motor maticnya. Akan tetapi, sejak bekerja bersama Hima ia memilih kendaraan besar itu agar Hima memeluknya.
Modus mas pol???
"Iya ih...kamu pinjem motor siapa? Motor moi kamu mana?", tanya Hima yang ikutan kepo pada Ganin. Ganin menatap Hima sebentar, lalu ia menghela nafas sesaat.
"Emang salah kalo gue punya motor beginian ya? Orang di kasih sama ortu, sayang kan ngga di manfaatkan!", kata Ganin. Mereka semua menatap Ganin dari ujung kepala sampai ujung kaki. Bahkan Hima pun ikut-ikutan.
"Kok gue serem ya di liat begitu sama kalian?!", kata Ganin.
Sumpah demi apa, gue mendalami banget peran gue jadi ABG!! Batin Ganin.
"Lo pasti dapat ini nendang pintu kan, makanya ortu lo ngasih motor mahal begini?", tanya anak lori yang lain.
"Kalo ngga...Lo ini anak orang kaya gabut ya? Ngga mau kuliah tapi malah nguli di sini kaya kita?", tebak yang lain.
"Terserah kalian aja deh! Ayok Hima, balik! Kita beli makan dulu buat di kostan!", ajak Ganin pada Hima.
"Vibes nya udah kaya laki bini, sekamar ngga tuh di kosan?? Wkwkwkwk?!!"
Hima bersiap buka suara tapi Ganin mencegahnya.
"Jangankan sekamar, kamar mandi sama dapur aka bareng-bareng pake nya?!", sahut Ganin.
Dah lah, mereka heboh dengan pemikiran mereka sendiri.
"Betewe, selamat ya Ganindra! Akhirnya, ada juga yang bisa meluluhkan cewek es batu kaya Hima. Sebenarnya gue sih patah hati, tapi ya udah lah! Kenyataannya Lo emang lebih tampan dan kaya di banding gue. Cuma... sayangnya Lo brondong aja buat Hima", kata anak lori yang pernah menembak Hima.
Hima mendengus pelan sambil melipat kedua tangannya di depan perut.
"Eh...umur hanya lah angka bro...!", sahut yang lain.
"Tunggu! Emang...kalian nebak umur gue berapa?", tanya Ganin pada anak-anak lori yang umurnya berada di bawah Ganin.
"Paling mau dua puluh atau awal dua puluhan, ya kan?", tebak salah satunya. Ganin tersenyum mendengar tebakan temannya.
Apa iya dirinya semuda itu di depan mereka?
"Ishhhh.... ngerumpi melulu, ayo balik ah!", ajak Hima pada Ganin.
Akhirnya mereka semua pun berpamitan dan meninggalkan area parkir supermarket itu. Ganin membawa Hima melesat menuju ke kostnya.
Seperti biasa, Ganin melajukan kendaraannya cepat agar Hima mau memeluk perutnya. Dan sepertinya Hima pun tak keberatan.
Di perempatan lampu merah, motor Ganin berhenti.
"Mau mampir beli makan apa? Udah mau jam setengah sembilan ini?", tanya Ganin pada Hima.
"Apa aja yang praktis!", sahut Hima diatas bahu kiri Ganin.
"Sate sama lontong mau? Aku punya tempat langganan! Di jamin enak!"
"Kalo jauh dari kost kita, mending ngga usah! Beli aja di sate Madura yang dekat gang!", sahut Hima.
"Ngga kok, tuh di depan sana. Sekalian lewat!", jawab Ganin. Hima pun akhirnya menyetujuinya.
Mereka kembali tak bersuara mengingat jika berbicara pasti akan saling berteriak. Alhasil motor yang Ganin kendarai tiba di warung sate langganan Ganin.
"Pak Dhe, bagi sate dua porsi. Mau pake lontong apa nasi ,Ma?", tanya Ganin. Tukang sate itu tersenyum mendengar percakapan antara Ganin dan Hima.
"Nasi aja deh, biar awet kenyangnya!", jawab Hima.
"Lontong juga bentuk lain dari nasi kali, Ma!?", sahut Ganin.
"Tapi kalo belom makan nasi namanya belom makan Ganindra!", Hima mencubit lengan Ganin.
Lagi-lagi penjual sate itu tertawa melihat Hima yang sewot pada Ganin.
"Pake nasi dua-duanya deh Pak Dhe!", kata Ganin.
"Tuh kan ... ikutan juga akhirnya, sok-sokan nyuruh pake lontong. Sendirinya aja takut kelaparan kan?", sindir Hima. Ganin tertawa pelan.
"Siap Ndan! Ngomong-ngomong, pacar baru nih ya? Alhamdulillah kalo udah move on!", kata si bapak penjual sate.
Ganin membelalakkan matanya dan sedikit salting. Pak Dhe sate memang biasa memanggil dirinya juga Eros dkk dengan panggilan Ndan, alias komandan. Padahal pangkat mereka belum terlalu tinggi.
"Ndan?", Hima membeo dan menatap Ganin juga pak sate bergantian.
Sepertinya Pak sate itu menyadari jika ada ucapannya yang salah hingga membuat gadis cantik dan imut di depannya seolah terkejut.
"Ganinda kan namanya? Cuma bapak suka belibet manggilnya jadi enakan Ndan dari pada Nda!", elak pak sate disertai kekehan kecil.
Ganin bernafas lega. Sedang Hima sepertinya percaya dengan ucapan bapak-bapak berusia lanjut itu.
Hima memaklumi jika memang penyebutan nama Ganin agak sulit.
"Ganindra pak!", kata Hima.
"Oh...iya, bapak sering lupa neng!", katanya. Lalu ia pun menyiapkan pesanan Hima dan Ganin.
"Di bungkus apa makan di rumah?", tanya Ganin pada Hima.
"Di rumah aja deh?", sahut Hima. Mereka duduk di bangku sambil menunggu pesanan.
Jika Hima sibuk mengamati sekitar, tidak dengan Ganin yang sedang memainkan ponselnya. Ada panggilan dari kesatuannya di luar jam dinas.
Tapi ia tak mungkin meninggalkan Hima begitu saja dengan alasan yang mungkin sedikit sulit di katakan.
Beruntung rekan-rekannya tak mempermasalahkannya, nanti sekitar pukul sebelasan Ganin akan ke kantor mereka.
Hima tak sengaja melihat seseorang yang menatap ke arahnya dan Ganin. Entah siapa yang ia pandangi, tapi seperti firasat Hima kurang baik.
Hima membalas tatapan mata orang itu yang mendadak melengos seolah tak memperhatikan Hima atau pun Ganin.
"Udah selesai, ayok?!", Ganin menarik tangan Hima. Hima menoleh beberapa saat kemudian mengalihkan pandangannya ke arah orang yang seolah tadi sedang mengintainya.
Orang itu langsung menoleh di saat Ganin mengikuti gerak kepala Hima.
"Kenapa?", tanya Ganin pada Hima.
"Ngga tahu Nin, perasaan orang tadi liatin ke sini. Ngga tahu liatin kita atau orang lain. Atau ... jangan-jangan Lo kenal ya?", tanya Hima. Ganin menggeleng. Tapi tak lama kemudian, orang itu melajukan kendaraannya meninggalkan warung sate itu.
Pikiran Ganin melayang pada ingatan tentang obrolan Bayu dan orang misterius di tempat parkir tadi.
Gue harap dia ngga ada maksud apa pun pada Hima!!! Batin Ganin.
"Udah lah, mungkin di kiranya kita ini kenalannya kali. Makannya dia perhatiin. Tapi ternyata bukan heheh!", kata Hima yang mencoba naik motor Ganin.
Ganin tak sependapat dengan Hima, jiwa detektifnya meronta.
Tak mau membahas orang itu lagi, Ganin dan Hima pun langsung pulang ke kost mereka berdua. Dan kali ini, Hima yang membayar makan malam mereka.
🌾🌾🌾🌾🌾
Terimakasih 🙏✌️
Kasih bonchap dong
mksh ya thor atas bacaannya yg luar biasa sukses trs dengan karya² baruy..love² buat ithor💖💖💖💖💖💖💖