Seri Kelanjutan dari Novel PENGUASA BENUA TERATAI BIRU. Bagi yang ingin menyimak cerita ini dari awal, silakan mampir di penguasa Benua Teratai Biru 1, dan Benua Teratai 2.
Dunia Kultivator adalah jalan menuju keabadian yang merupakan jalan para dewa. Penuh dengan persaingan, pertentangan dan penindasan.
Kisah ini menceritakan sosok Qing Ruo, pemuda yang memiliki takdir langit sebagai seorang penguasa. Sosok yang awalnya di anggap lemah, di hina dan hidup dalam penindasan.
Bagaimana kisahnya. Simak perjalanannya menjadi seorang penguasa.
Penulis serampangan.
Yudhistira.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yudhistira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
7. Permohonan Bai Xin.
Di tepi Danau Biru.
" Penguasa, mengapa harus menukar Teratai Merah dengan pil emas Fuyuan. Apakah itu tidak berlebihan....?"
" Jinse, Pil Fuyuan dapat kita beli dan kita buat, tapi Teratai Merah tidak dapat kita tumbuhkan dalam sekejap. Anggap saja ucapan terima kasih pada Shui Yang karena telah menjaga bunga itu. Selian itu, karena dia memiliki hubungan dengan Liong Hei, bukan itu berarti dia juga saudara kita..."
Jinse terdiam sambil menganggukan kepalanya.
" Penguasa benar..." menatap Qing Ruo dengan kagum dan hormat.
Pada saat mereka sedang berbincang-bincang, tiba-tiba mereka melihat Liong Hei bergerak menghampiri.
" Swhus...." tubuhnya muncul di hadapan Qing Ruo dan Jinse.
" Penguasa, maaf membuat menunggu."
Qing Ruo tersenyum ramah.
" Tidak masalah, lagi pula aku sangat menikmati suasana di tepi danau ini. Liong Hei bagaimana urusan kalian?"
" Terima kasih penguasa, semuanya sudah beres dan kita sudah bisa pergi..."
" Baik...." sambil bergerak ke arah selatan.
****
Lima puluh kilo meter Selatan Gunung Lu, di atas puncak gunung kuno, dengan ketinggian hampir mencapai awan.
Berdiri dua buah pilar giok hitam, yang merupakan gerbang teleportasi yang langsung mengarah ke gerbang timur, daratan Kehampaan Abadi Benua Teratai Hitam.
Beberapa tetua dengan pakaian jubah perang menandai para murid sekte yang terus berdatangan. Setelah di tandai, mereka lalu diarahkan memasuki gerbang teleportasi tersebut.
***
Di atas langit.
" Swhus... Swhus..." Tiga kilatan cahaya muncul di atas puncak gunung itu, secara perlahan turun dan ikut bergabung dengan kerumunan para murid sekte yang sedang berbaris dengan tertib.
" Penguasa, Benua Teratai Hitam ternyata lebih terbuka, bahkan keberadaan pasukan pelindung benua di ketahui oleh semua orang, tidak seperti pasukan Tombak emas yang bersifat rahasia..." Liong Hei berpendapat.
" Liong Hei, setiap tempat pasti memiliki aturan yang berbeda, dan aturan itu pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Selain itu, aku juga yakin, para penguasa yang membuat aturan ini pasti sudah memikirkanya dengan baik," ucap Qing Ruo menjelaskan.
" Benar, apalagi Pasukan Tombak emas adalah pasukan rahasia. Jika keberadaan mereka diketahui oleh semua orang, maka mereka sudah tidak bersifat rahasia lagi.." Jinse berkelakar menimpali.
" Ya itu bisa saja, tetapi yang pasti adalah perlindungan yang dilakukan secara rahasia akan membuat orang yang dilindungi lebih waspada, karena siapapun yang telah mengetahui dirinya mendapat perlindungan pasti akan selalu berpikir bahwa dirinya aman..."
" Penguasa, aku mengerti..." ucap mereka mencapai kebersamaan, hingga akhirnya giliran mereka pun tiba.
" Saudara silakan maju..." seorang pemuda memanggil Qing Ruo dan rombongannya untuk mendekat.
" Saudara, ini hanya tanda sementara. Setelah perang berakhir, tanda ini akan hilang dengan sendirinya." sang pemuda menjelaskan sambil meminta Qing Ruo dan rombongannya untuk menyentuh bola giok hitam yang ada di hadapan mereka.
" Baik," jawab Liong Hei.
" Swhung..." bola giok itu bergetar dan menembakan cahaya emas pada tangan Liong Hei, namun pada saat Qing Ruo menyentuh bola giok itu, tiba-tiba bola giok itu bergetar keras lalu menembakan cahaya emas ke langit dengan ekstrem, membuat semua orang yang ada di tempat itu langsung berlutut dengan hormat.
" Apa yang terjadi?" tanya Liong Hei dan Jinse terkejut, menatap Qing Ruo juga terlihat kebingungan.
Pada saat semua orang terdiam, tiba-tiba langit bergetar.
" Swhus... Swhus..." tiga sosok muncul.
" Salam hormat tuan. Aku Bai Xin, Penguasa Agung Benua Tearatai Hitam." menangkupkan tangannya dengan hormat.
" Penguasa Agung, hamba Qing Ruo," ucap dengan hormat.
" Apa!" dua sosok yang datang bersama Bai Xin terkejut, menatap Qing Ruo dengan heran dan penuh selidik.
" Bagaimana bisa?" mereka berdua membatin.
" Tuan Qing Ruo, Aku Dalu Rong..." memperkenalkan diri dengan ramah, sambil menangkupkan tangannya dengan hormat.
" Tuan, aku Heian Bai." sambil menangkupkan tangannya dengan hormat.
" Tuan Dalu Rong, Heian Bai, senang berjumpa dengan Tuan berdua." denngan ramah.
" Ternyata mereka adalah orang-orang dari klan Shen Dalu dan Shen Heian. Semoga saja Dalu Rong adalah orang yang bijaksana." Qing Ruo membatin.
" Tuan Qing Ruo, akan lebih baik jika kita mencari tempat untuk berbicara, " ucap Bai Xin, membawa Qing Ruo meninggalkan tempat itu.
" Baik Penguasa Agung, " ucap Qing Ruo tenang.
" Liong Hei, Jinse, jaga diri kalian. aku pergi dulu," ucap Qing Ruo berbicara melalui telepati.
" Baik Penguasa..." jawab mereka berdua dengan hormat.
" Swhus...swhus..." keempat sosok itu bergerak meninggalkan puncak gunung itu.
" Saudara Heian Bai, apakah dia berasal dari klan Qing itu..." ucap Dalu Rong berbicara melalui telepati pada Heian Bai dengan penasaran.
" Mungkin saja, karena kita memang tidak pernah bertemu dengan nama kuno itu..." jawab Heian, sambil terus bergerak.
***
Puncak Gunung.
Setelah Qing Ruo, Dalu Rong, Heian Bai dan Bai Xin pergi, suasana tempat itu menjadi tenang kembali.
" Hais, ada-ada saja.." ucap para jenderal yang menjadi petugas di tempat itu menggelengkan kepala.
" Jenderal, maksud Anda?" tanya Jinse.
" Apakah saudara berteman baik dengan sosok sebelumnya? Lalu ada hubungan apa saudara dengannya?" tanya sang jenderal penasaran.
" Aku dan saudaraku sebelumnya tanpa sengaja bertemu dengannya, " jawab Jinse berbohong.
" Lalu bagaimana orangnya?"
" Maksud jenderal?"
" Dia orang baik, ramah dan sangat bersahabat..." Liong Hei menjelaskan.
" Baguslah. Perlu saudara ketahui. Dia adalah pemilik darah emas...." berbicara melalui telepati.
" Maksud jenderal?" tanya Jinse.
" Dia adalah dewa..."
" Apa..." Jinse pura-pura terkejut.
" Baiklah, jangan terlalu dipikirkan." sambil mengarahkan Liong Hei dan Jinse memasuki gerbang teleportasi yang mengarah ke daratan kehampaan abadi.
****
Di tempat lain.
Qing Ruo dan rombongannya dibawa Bai Xin ke aula utama istana emas.
" Tuan Qing Ruo, selamat datang di kediaman para pelindung benua teratai Hitam. Tuan-tuan silakan," ucap Bai Xin mengubah panggilannya pada Qing Ruo, sambil mempersilakn mereka duduk pada kursi emas yang tersedia.
" Terima kasih Penguasa Agung," ucap mereka bertiga bersamaan.
Tidak lama kemudian, beberapa pelayan memasuki ruangan, membawa makanan dan melayani mereka dengan baik.
" Jika boleh kami tahu, apakah nama Qing Ruo itu nama tuan yang sebenarnya?" tanya Dalu Rong.
" Dewa Dalu Rong, benar, " jawab Qing Ruo dengan ramah, membuat Dalu Rong dan Heian Bai saling berpandangan.
" Lalu darimana tuan berasal?"
Qing Ruo tersenyum ramah.
" Dewa besar, hamba hanya klan kecil. Hamba malu membicarakannya," jawab Qing Ruo sambil tersenyum kecut, membuat Dalu Rong dan Heian Bai terdiam penasaran.
" Dewa Dalu Rong, Dewa Heian Bai," ucap Bai Xin ragu.
" Penguasa Agung, bicaralah," ucap Heian Bai.
" Terima kasih Dewa Heian Bai. Aku ingin bertanya pada dewa Qing Ruo. Sebelumnya seorang jenderal melaporkan bahwa seorang Dewa telah mengabarkan kedatangan pasukan iblis. Apakah benar itu Anda?" tanya Bai Xin yang mengubah panggilanya, menatap Qing Ruo dengan serius.
" Benar," jawab Qing Ruo.
" Dewa Qing Ruo, terima kasih. Dengan Informasi yang telah dewa sampaikan sebelumnya, kami memiliki waktu untuk mempersiapkan pasukan. Namun kami...," ucap Bai Xin ragu.
" Penguasa Agung, bicaralah..."
" Aku mohon kesediaan Dewa Qing Ruo untuk membantu dalam pertempuran ini..." ucap Bai Xin dengan tatapan memohon.
" Baik," jawab Qing Ruo tanpa ragu.