Unwanted Bride (Pengantin yang tak diinginkan)
Nazila Faradisa adalah seorang gadis dari keluarga broken home. Karena itulah ia menutup hatinya rapat dan bertekad takkan pernah membuka hatinya untuk siapapun apalagi menjalani biduk pernikahan. Hingga suatu hari, ia terlibat one night stand dengan atasannya yang seminggu lagi akan menyelenggarakan pesta pernikahannya. Atas desakan orang tua, Noran Malik Ashauqi pun terpaksa menikahi Nazila sebagai bentuk pertanggungjawaban. Pesta pernikahan yang seharusnya dilangsungkannya dengan sang kekasih justru kini harus berganti pengantin dengan Nazila sebagai pengantinnya.
Bagaimanakah kehidupan Nazila sang pengantin yang tidak diinginkan selanjutnya?
Akankah Noran benar-benar menerima Nazila sebagai seorang istri dan melepaskan kekasihnya ataukah sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch.34
Sudah beberapa hari semenjak kepergian sang ibu untuk selamanya, Nazila selalu mengurung dirinya di apartemen milik Noran. Ia seolah kehilangan semangat hidupnya. Walaupun ia berusaha mendoktrin dirinya agar kuat, tegar, dan tidak lemah, tapi nyatanya semua itu seperti tak berguna. Ia tetap saja merasakan terpuruk dalam kesedihan dan kesendirian. Ia hanya bisa termenung dengan air mata yang tak henti-hentinya mengalir membasahi pipinya.
Sejatinya sekuat-kuatnya seorang perempuan, ia tetaplah makhluk paling lemah. Ia membutuhkan sandaran, tempat menumpahkan segala beban di hatinya, tapi ia tak memiliki itu. Walaupun ia memiliki sahabat, tapi ia tetap merasa enggan terlalu terbuka atas segala prahara yang ia cecap pun resah gelisah dalam dadanya.
Namun dalam keterpurukannya itu, ia tak serta merta mengabaikan calon buah hatinya yang belum lama ia ketahui keberadaannya. Ia tetap berusaha menelan makanan walaupun kerap tersangkut di tenggorokan karena kehilangan selera makannya.
Sementara itu, di Bali, Noran baru saja pulang memantau proyek pembangunan kantor cabang baru sekaligus store resmi penjualan produk kecantikan yang baru saja dirilis. Ia memasuki lobby hotel dengan langkah panjang dan wajah dinginnya.
"Sayang," panggil Sarah yang langsung saja berhambur memeluk lengannya. Noran lantas segera menepis tangan Sarah. Entah mengapa, makin hari ia makin merasa tak nyaman berduaan apalagi bersentuhan dengan Sarah. Noran pun segera menempelkan kartu akses sehingga pintu kamar terbuka.
Sarah yang melihat itu lantas segera masuk sebelum Noran sempat mencegahnya.
"Sayang, aku sedang lelah. Please, tinggalin aku sebentar ya! Aku mau istirahat dulu. Nanti malam kita dinner di luar, bagaimana?" tawar Noran agar Sarah mau mengalah.
Noran benar-benar lelah. Belum lagi mual muntah yang akhir-akhir ini merecokinya belum juga hilang. Ia sampai kebingungan sendiri bagaimana cara mengatasinya. Namun saat dipikir-pikir, saat ada Nazila, mual-mual itu mendadak hilang. Bahkan ia jadi lebih bernapsu makan, tidak seperti saat ini. Ia kesulitan untuk makan. Kadang baru saja satu sendok makanan yang masuk ke dalam mulut, perutnya mendadak mual lalu berakhir muntah. Ia jadi sering mengkonsumsi lemon untuk mengurangi rasa mual itu.
Sarah mencebikkan bibirnya lalu membalik badan dengan kaki menghentak, kesal, ia sangat kesal. Mengapa Noran seperti begitu menjaga jarak dengannya?
"Sayang, kenapa kamu akhir-akhir ini kayak jaga jarak gitu sih? Oke kalau kita sedang berada di Jakarta, banyak yang kenal kamu. Mereka bisa-bisa ngira kamu selingkuh saat jalan sama aku. Tapi kita sekarang sedang berada di luar kota. Nggak ada yang kenal kamu. Seharusnya kita bisa memanfaatkan waktu ini sembari berlibur, tapi kamu malah gini. Dideketin nggak mau, apalagi disentuh. Aku ngerasa kayak sia-sia aja ikut kamu kesini," ketus Sarah sambil menatap sinis Noran yang merasa serba salah. Sebab dirinya pun bingung dengan dirinya sendiri.
Tak mendapatkan respon, Sarah pun segera keluar dari kamar itu. Meskipun mereka berlibur berdua, tapi mereka tidak satu kamar.
Malam harinya, Noran hendak menemui Sarah untuk menepati janjinya mengajak makan malam di luar. Noran mengetuk pintu kamar Sarah hingga beberapa kali, tapi tak kunjung dibuka jadi ia menelponnya.
"Halo," ucap Sarah dengan suara lemahnya membuat Noran mengerutkan keningnya.
"Halo sayang, kamu dimana? Aku udah dari tadi ketuk kamar kamu kok nggak dibuka juga?" tanya Noran bingung.
"Buka aja sayang, nggak dikunci," ujarnya lalu Noran pun segera memutar knop pintu dan saat masuk ke kamar itu yang pertama kali dilihatnya adalah Sarah yang tengah terbaring lemah di atas ranjang. Noran yang khawatir pun langsung bergegas mendekati Sarah dan memeriksa keadaannya.
"Kamu demam? Kenapa nggak bilang?"
"Gimana aku mau hubungi kami, kamu aja kayak jaga jarak terus gitu," ketus Sarah membuat Noran serba salah.
"Maaf. Aku siapin kompresan dulu ya!" ujarnya segera berlalu masuk ke kamar mandi untuk menyiapkan air hangat dan handuk bersih untuk mengompres Sarah.
Saat melihat Noran masuk ke kamar mandi, salah satu sudut bibir Sarah naik ke atas. Entah apa yang ia rencanakan yang pasti tujuannya menghancurkan hubungan antara Noran dan Nazila.
...***...
Tring ...
Setelah beberapa hari menonaktifkan ponselnya, Nazila pun mencoba mengaktifkan kembali ponselnya. Ia khawatir ada pesan penting masuk ke ponselnya itu. Hingga dentingan suara pesan masuk begitu banyak. Dilihatnya siapa saja pengirim pesan itu. Sebagian besar ternyata merupakan pesan dari Kevin, Karin, dan bi Arum. Yah, padahal baru 2 hari yang lalu Karin dan Kevin menyambanginya tapi mereka masih saja khawatir dengan keadaannya. Memang saat itu kondisi Nazila terlihat sangat jauh dari kata baik. Setelah sedikit menghibur, bahkan Karin sampai menginap untuk menenangkannya, mereka pun pamit. Dan sejak hari itu ia tidak mengaktifkan ponselnya.
Nazila tersenyum miris saat tak melihat satupun pesan dari Noran, suaminya. Barang mengabari keberadaannya saja tidak membuat Nazila terkekeh sumbang. Sepertinya ia sudah tidak peduli sama sekali pada dirinya.
Lalu matanya teralih pada pesan-pesan beruntun yang entah siapa pengirimnya dan memang akhir-akhir ini sering masuk. Bahkan pesan-pesan yang sudah seperti teror itu masuk setiap hari dengan nomor berbeda setiap harinya.
Dibacanya satu persatu pesan itu yang membuat dadanya seketika sesak. Beberapa detik kemudian, masuk lagi pesan berupa foto dari nomor yang lagi-lagi tak dikenalnya.
Jantungnya seketika seperti diremas. Matanya memanas . Dadanya begitu nyeri melihat foto-foto kemesraan antara Noran dan Sarah di sebuah hotel. Padahal ia sudah begitu sering melihat kedua itu bermesraan tapi mengapa kali ini dadanya begitu sesak? Mungkinkah ia sudah mulai memiliki perasaan untuk suaminya itu? Tidak ... tidak ... Nazila berteriak dalam hati kalau ia tidak boleh memiliki perasaan pada laki-laki itu. Dia bukan miliknya. Status hanyalah dibatas kertas. Keberadaan anak dalam kandungannya pun takkan mungkin membuat mereka menjadi satu. Tetap pada akhirnya, ia harus melepaskan semua.
Tring ...
Masuk lagi sebuah pesan dari nomor yang sama dengan nomor yang mengirimkan foto.
Kalau kau masih punya urat malu, segera tinggalkan Noran. Berhentilah menjadi parasit diantara hubungan mereka berdua.
Nazila meremas dadanya. Dadanya begitu sakit. Netranya lagi-lagi basah, namun kali ini karena seseorang yang berstatus sebagai suaminya itu. Pertahankan diri Nazila akhirnya runtuh. Dengan bahu yang bergetar, Nazila pun menumpahkan segala sesak di dadanya melalui sebuah tangisan yang memilukan.
'Haruskah aku pergi sekarang? Tapi bila aku pergi, maka nasib anakku akan berakhir seperti diriku yang tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ayah. Tapi bila tidak, hatiku akan semakin hancur. Lagipula bukankah pergi sekarang atau nanti sama saja. Setelah anak ini lahir, aku juga tetap harus pergi. Setidaknya pergi sekarang bukan hanya dapat menyelamatkan hatiku, tapi juga anak ini. Bagaimana kalau saat anak ini lahir tiba-tiba mereka menginginkannya? Tidak ... tidak ... aku tidak akan membiarkannya,' batin Nazila bermonolog dengan berurai air mata.
...***...
...Happy reading 🥰🥰🥰...