Psikopat Gila Jatuh Cinta

...\=\=\=\=\=\=\=\= • Next Story • \=\=\=\=\=\=\=\=...

Barra kembali ke kediamannya dengan perasaan yang rumit. Eddy yang mengantarkannya juga di buat pusing karena mood Barra yang tidak baik. Selama di perjalanan Barra hanya diam sambil melihat luar jendela.

Eddy paham pasti sulit bagi Barra untuk menyelesaikan masa lalu dan memulai masa depan yang masih belum jelas. Eddy hanya diam melihat perangai Barra yang gelisah akibat percintaan, Psikopat gila tanpa hati ternyata bisa juga jatuh cinta itulah isi pikiran Eddy.

"Tuan muda kita sudah sampai, saya izin kembali" Ucap Eddy.

"Terimakasih, baiklah nanti akan aku hubungi kembali" Jawab Barra yang membuat Eddy tercengang.

Braaakkkkk....

Pintu samping pengemudi di mana Barra duduk tadi sudah tertutup rapat, Eddy melihat punggung Barra dengan tatapan tidak percaya.

"Itu beneran Barra, doi bilang terimakasih" Ucap Eddy masih menatap Barra yang sudah menghilang di balik pintu masuk.

Eddy tersenyum, ia lalu memutar balik mobilnya ia akan kembali ke perusahaan sebelum itu ia juga harus pergi ke tempat eksekusi melihat pengkhianat yang telah memanipulasi data dan membocorkan produk yang akan di luncurkan seminggu kedepan.

Eddy memang bukan psikopat seperti Barra tapi ia tumbuh dan besar di keluarga Barra yang keras atas didikan sang kakek Barra. Eddy adalah orang kepercayaannya Barra jadi perintahnya sama dengan perintah Barra.

Setibanya Barra di dalam kediamannya ia langsung di sambut oleh bibi Adelia. Barra yang kini masih dilema dalam menyikapi dan menyelesaikan masalahnya ia terlihat diam saat bibi Adelia menyapanya.

Bibi Adelia paham betul sikap Barra karena selama ini ia juga yang mengurus dan ikut merawat dari hingga sedewasa sekarang. Bibi Adelia menunggu dengan sabar saat Barra menyadari ia sudah melewati bibi Adelia dan duduk di sofa di ruang tengah.

"Hah Bi, maafkan aku" Ucap Barra pada Bibi Adelia yang hanya di balas dengan senyuman oleh bibi Adelia.

"Apakah tuan muda mau makan siang terlebih dahulu atau saya buatkan coklat strawberry untuk tuan muda?" Ucap Bibi Adelia.

"Segelas susu strawberry saja bi, aku sudah makan di markas" Ucap Barra dengan jujur.

"Baik tuan muda , ada yang bisa di bantu lagi tuan muda" Balas bibi Adelia.

"Tidak Bi itu saja, oh ya dimana Arlleta saat ini bi?" Tanya Barra penasaran.

"Nona ada di kamarnya tuan muda" Ucap Bibi Adelia.

"Ya sudah aku akan menemuinya nanti" Ucap Barra.

Setelah meminum susu dari bibi Adelia, Barra naik ke lantai atas dimana kamarnya berada ia membersihkan dirinya dengan berendam di dalam bathtub. Sambil memikirkan bagaimana cara ia menyelesaikan kisah masa lalu yang sudah usai itu agar hubungannya dengan Arlleta tidak terganggu kedepannya.

Setelah membersihkan tubuhnya Barra membaringkan tubuhnya di ranjang king size miliknya. Ia merasakan lelah di tubuh dan pikirannya ia butuh istirahat sejenak, hingga akhirnya ia terlelap hingga menjelang senja.

Sementara Arlleta yang sudah bangun dari tidur siangnya, ia kembali ke bawah mencari keberadaan bibi Adelia. Saat ia melihat arah dapur ia melihat bibi Adelia tengah mempersiapkan bahan-bahan makanan untuk di olah jadi makan malam.

"Arlleta bisa bantu bibi?" Tanya Arlleta pada Bibi Adelia.

"Nona mau bantu bibi, jangan deh non nanti kalau tuan muda tahu bibi kena amuk non" Ucap bibi Adelia.

"Memangnya dia sudah pulang bi?" Tanya Arlleta.

"Sudah nona, tuan muda sedang istirahat sepertinya sedang banyak kerjaan nona" Ucap bibi Adelia.

"Nah kalau begitu kita kasih dia makanan yang dia suka bi, Ayo Arlleta bantuin" Usul Arlleta pada Bibi Adelia.

Arlleta tidak tahu saja kali ini Barra benar-benar di buat bingung oleh apa yang terjadi pada dirinya. Barra saja sedang bingung bagaimana dia harus bersikap apalagi besok kalau benar-benar masa lalunya datang pada dirinya.

Arlleta yang sedang membantu bibi Adelia memasak makanan kesukaan Barra tampak ceria dan bahagia tanpa beban. Mereka menyelesaikan makanan itu dengan cepat. Setelah mambantu bibi Adelia, Arlleta pergi untuk bersih-bersih dan akan turun saat makan malam.

Sementara Barra sudah bangun dari tidurnya, ia melihat hari sudah gelap. Ia menggunakan pakaian santainya keluar dari kamarnya dan sebelum turun ia melihat kamar yang di huni oleh Arlleta dengan tatap rumitnya.

"Kamu miliki ku Arlleta, jadi ku mohon jangan pernah pergi dariku" gumam Barra sambil berbalik badan pergi meninggalkan tempat itu.

Arlleta yang tengah bersiap-siap akan turun untuk makan malam ia terlihat lebih fresh, anggun dan cantik tentunya. Arlleta turun kebawah ia langsung ke meja makan, disana tidak ia temui Barra hanya ada hidangan yang tadi ia masak bersama bibi Adelia.

"Nona mau makan sekarang?" Tanya bibi Adelia.

"Belum bi, dimana Barra apakah dia belum turun?" Sahut Arlleta.

"Tuan muda ada area kolam renang non, mau saya panggilkan" Jawab bibi Adelia.

"Tidak Bi, biar aku saja yang menghampirinya" Ucap Arlleta.

Arlleta menuju area kolam berenang milik Barra disana ia dapat melihat Barra sedang memandang ke depan dengan tatapan kosong.

Arlleta ingin sekali mengerjai Barra tapi ia takut nanti Barra akan marah padanya secara Barra tidak pernah bergurau dengannya. Jadi Arlleta hanya mendekati diri di samping Barra sebelum membuka suaranya.

"Barra" Panggil Arlleta pelan.

"Hmm... Ada apa?" Tanya Barra tanpa menatap Arlleta di sampingnya.

"Ayo kita makan malam, aku sudah siapkan makan malam kesukaan mu" Ucap Arlleta dengan wajah cerianya.

Barra yang melihat itu melalui mata elangnya ia hanya berucap dengan hatinya saja satu kata yang pasti 'Cantik' . Benar sekali malam ini Arlleta terlihat lebih fresh, anggun dan Cantik tentunya.

"Arlleta apa pendapatmu tentang aku?" Tanya Barra tiba-tiba saat Arlleta ingin masuk ke dalam rumah kembali.

"Hah, apa maksud mu Barra!" Arlleta menjadi bingung apa yang sebenarnya ingin Barra katakan.

"Apa penilaian mu terhadap diriku?" kembali Barra membuka suaranya.

"Kamu pria yang baik, dan bisa di andalkan" Ucap Arlleta, Entah mengapa bibirnya terasa kelu untuk mengucapkan banyak hal.

"Hanya itu penilaian mu terhadap diriku" Tanya Barra kembali, dan Arlleta hanya menganggukkan kepalanya sambil berkedip-kedip manja.

Sejujurnya Arlleta tidak dapat mengeluarkan isi hatinya ia begitu takut di hadapan Barra. Entahlah, sejujurnya ia sudah mulai mencintai pria tanpa hati itu tapi ia tidak percaya diri untuk hal itu. Barra saja tidak pernah mengakui perasaannya kepada dirinya jadi ia juga terlalu gengsi untuk berkata jika ia mulai mencintai pria tanpa hati itu.

...****************...

...****************...

...****************...