Di tengah-tengah kemelut perang, seorang gadis muda yang berbakat, Elena, tergabung dalam unit pasukan khusus. Dalam sebuah misi yang kritis, kesalahan bermanuver mengakibatkan kematian tragis.
Namun, alih-alih menemukan ketenangan di alam baka, jiwanya terbangun kembali dalam tubuh gadis polos bernama Lily, seorang siswi SMA yang kerap menjadi sasaran bully dari teman-temannya.
Dengan kecerdasan militer yang dimilikinya, Elena mencoba untuk memahami dan mengendalikan tubuh barunya. Namun, perbedaan antara kehidupan seorang prajurit dan remaja biasa menjadi penghalang yang sulit dia atasi.
Sementara Elena berusaha menyelaraskan identitasnya yang baru dengan lingkungan barunya, dia juga harus menghadapi konsekuensi dari masa lalunya yang kelam. Di sekolah, Lily mulai menunjukkan perubahan yang mengejutkan, dari menjadi korban bully menjadi sosok yang tegas dan berani.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arlingga Panega, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua Lalat
Damian terdiam di ruang kerja, dia mengambil beberapa berkas yang yang telah diabaikan selama beberapa waktu terakhir. Kesibukannya di perusahaan, membuat dia sedikit lupa untuk memeriksa semua laporan yang diberikan oleh bawahannya.
Lily terbangun, perutnya terasa sangat lapar, namun saat dia melihat ruangan yang kini ditempatinya, membuat gadis itu mengerutkan dahi. "Dimana ini?"
Dia segera berjalan dan menemukan pintu kemudian membukanya dengan perlahan, Damian masih fokus dengan semua kegiatannya, dia bahkan tidak mengetahui jika Lily saat ini berdiri di sampingnya.
"Kau sibuk?" Lily bertanya sambil mengerutkan dahi, saat membaca beberapa tulisan dalam berkas yang ada di tangan pemuda itu.
Damian segera menggelengkan kepala, "Ada beberapa hal yang harus aku urus. Kenapa kau bangun?"
Lily mengelus perutnya yang datar, "Aku lapar."
"Mau makan di luar?" Damian segera menawarkan, Lily mengangguk pelan.
Damian segera menutup berkasnya, kemudian memasukkannya kembali ke dalam laci. Dia bergegas mengambil jas, untuk menutupi tubuh gadisnya agar tidak terkena angin malam. Keduanya segera pergi meninggalkan markas, untuk mencari restoran yang masih buka.
Lily terlihat sangat menikmati kebersamaan antara mereka, kali ini tak ada lagi jarak yang memisahkan keduanya. Damian mulai terbuka, dan Lily tak lagi memendam masalah sendirian.
"Apa yang kau pikirkan?" tanya Lily, beberapa saat yang lalu dia masih bisa bercanda dengan pemuda itu, namun tak lama kemudian auranya berubah menjadi sangat dingin.
"Seseorang telah menargetkan Bastian!" jawab Damian sambil mengetatkan rahangnya.
"Kita bicara di markas, aku akan membantumu." ucap Lily, dia segera menggenggam tangan pemuda itu untuk menenangkannya, sambil sesekali melemparkan senyuman manis, dan benar saja, ekspresi Demian langsung berubah, dia tak lagi memperlihatkan aura yang menyeramkan seperti sebelumnya.
Lily dan Damian kembali memasuki markas, namun baru saja beberapa langkah, gadis itu segera menghentikan kakinya. Sebagai seorang mantan anggota militer, tentu saja gadis itu akan dengan sangat mudah mendeteksi keberadaan orang-orang di sekelilingnya, dan kali ini dia merasakan ada dua pasang mata yang sejak tadi terus saja mengawasi mereka.
"Ada apa?" tanya Damian, Lily hanya tersenyum tipis.
"Jika ada lalat yang berusaha untuk mendatangimu, apa yang akan kau lakukan?" tanya Lily.
Dahi Damian langsung mengernyit setelah mendengar pertanyaan yang diajukan oleh Lily, namun tak lama kemudian, matanya langsung melotot.
"Tentu saja, aku akan segera mengambil pistol dan menembaknya. Sekecil apapun lalat itu, akan merusak pemandangan." jawab Damian sambil meregangkan otot-ototnya.
"Baiklah tuan muda, jadi di mana pistolmu? Izinkan gadis kecil ini untuk menembak lalat itu, agar tidak mengotori penglihatanmu," ucap Lily sambil terkikik.
Damian mengimbangi gadis itu dan menjawabnya. "Aku selalu membawanya kemanapun, Lihatlah!"
"Sangat baik! Bagaimana kalau aku mencoba kehebatan pistol ini? Meskipun aku belum pernah mempergunakannya, tapi setidaknya untuk membidik dua lalat tidak sesulit memecahkan kepala seseorang bukan?" ucap Lily.
Damian menyodorkan pistol itu kepada gadisnya, "Hanya ada 6 peluru, jadi kau harus membidiknya tepat sasaran. Jangan sampai aku menangis darah karena tidak memiliki uang untuk membeli peluru yang lain."
Lily memutar bola matanya, namun tangan gadis kecil itu segera memegangi pistol.
"Ayo cepat, ajari aku bagaimana cara menggunakannya!" ucap Lily sambil mengerlingkan sebelah matanya.
Damian memeluk gadis itu, "Baiklah, baiklah, Ayo kita mulai!"
"Mereka berada di atas dahan pohon, arah jam 10," bisik Lily, Damian segera menganggukkan kepalanya.
Dor...
Tembakan pertama meluncur, peluru itu melesat dengan sangat cepat hingga akhirnya menembus bahu seorang pria yang sejak tadi duduk diam mengawasi markas milik Damian. Pria itu nampak menggertakan giginya untuk menahan rasa sakit, namun dia tidak boleh mengeluarkan suara, jangan sampai keberadaannya diketahui oleh pihak lawan.
Dor...
Peluru kedua kembali di tembakan dan berhasil melukai betis pria lainnya, hingga hampir saja orang itu berteriak untuk menyalurkan rasa sakit. Namun saat menyadari bahwa keduanya tengah mengintai markas milik Damian, membuat pria itu menggeleng-gelengkan kepalanya sambil memeluk dahan pohon.
Senyuman Lily semakin melebar, gaya ceroboh gadis itu dalam menembakkan senjata, berhasil membuat kedua orang pria yang saat ini tengah bersembunyi bergetar ketakutan, apalagi masih ada 4 peluru yang tersisa di dalam pistol, mereka hanya berharap masih bisa menghirup udara bebas di pagi hari.
"Ish... Sepertinya aku memang tidak berbakat dalam menembak, bagaimana kalau kau meminjamkanku sepasang belati? Mungkin saja dengan kedua senjata itu, aku bisa meringkus dua ekor lalat yang lebih besar." ucap Lily.
Damian menyeringai, "Akan lebih baik jika kita menggunakan granat, aku yakin kedua lalat itu akan segera hangus menjadi abu, tanpa harus mengeluarkan lebih banyak tenaga lagi."
Kedua orang pria yang bersembunyi mulai menggigil ketakutan, kali ini mereka yakin jika yang dimaksud dua lalat oleh lily dan Damian adalah mereka berdua.
Walau bagaimanapun, sejak tadi gadis itu terus saja memberikan tembakan secara ceroboh, namun berhasil melukai anggota tubuh mereka. Jika sampai Damian benar-benar mengeluarkan granat, lalu apa yang bisa diperbuat oleh kedua orang pria itu?
Pohon sedikit bergoyang, meskipun tidak ada angin yang datang. Lily dan Damian saling berpandangan, keduanya sama-sama menyunggingkan seringaian iblisnya.
Sementara Bastian dan rekan-rekannya yang lain terlihat merinding, pasangan itu benar-benar sangat tercela, keduanya seperti pasangan dari neraka.
"Oh... Ayolah, dimana belatinya?" tanya Lily sambil cemberut, Damian yang melihatnya langsung terkikik.
"Tunggu dulu, aku baru berpikir untuk mengambil granat. Kenapa kau sejak tadi terus saja meminta belati? Benda sekecil itu tidak mungkin bisa menyakiti lalat," jawab Damian.
"Apakah lalatnya besar?" tanya Lily sambil memasang wajah polosnya.
"Tentu saja lalatnya sangat besar, jika sampai terjatuh dari atas pohon, suaranya pasti akan membuat para penjaga yang berada di markas ini langsung berdatangan untuk menodongkan senjata." jawab Damian.
Anggota mafia sky eye langsung memelototkan mata, setelah mendengar ucapan dari Damian. Mereka seolah tercerahkan, mungkinkah jika saat ini markas mereka telah di intai oleh dua orang yang tidak diketahui?
Wajah-wajah psikopat segera muncul, mereka bergabung dengan Lily dan Damian, bahkan salah seorang di antaranya membawa senjata kaliber, dengan deretan peluru yang terpasang di badannya.
"Nona, dimana lalatnya? Apakah peluru ini cukup untuk melenyapkan kedua lalat itu?" ucap salah seorang anggota mafia sky eye sambil mendekat dan memamerkan peluru yang terpasang di tubuhnya.
Lily terkikik, "Sepertinya kau sangat bersemangat, kalau begitu, kedua lalat akan kami serahkan pada kalian. Tidak perlu terburu-buru, lagi pula bahu dan betis lalat itu saat ini sudah terluka, mereka tidak mungkin bisa berlari jauh, apalagi jika masih bertahan di atas dahan pohon dengan darah yang mengucur."
Wajah kedua orang pengintai semakin pucat, nampaknya persembunyian mereka telah diketahui, bahkan Lily dengan sangat gamblang menggambarkan lokasi luka yang mereka derita, akibat tembakan gadis itu sebelumnya.
Bruk...
Bruk...