Raline dijodohkan dengan pria pilihan ayahnya demi baktinya pada orang tua. Konflik muncul setelah Raline bisa menerima dan mulai mencintai suaminya. Perselisihan dengan mertua dan ipar serta mantan Raline pun hadir.
Akankah pernikahan mereka yang diawali dengan perjodohan dapat berjalan dan berakhir bahagia?
.....
Season 2...
Ini menceritakan kisah Halin, putra dari Raline dan Devan. Diselingkuhi saat ingin merayakan anniversary. Mana yang lebih sakit lagi?
Halin pun dikirim untuk melanjutkan sekolah bisnis ke negara Belanda. Lima tahun kemudian dia pulang ke tanah air dan menjadi sosok yang semakin dewasa juga berkharisma.
Setelah sukses, apakah sang mantan akan menyesal? Dapatkah Halin menemukan kebahagiaannya?
.....
Hai kak, ini karya pertama saya. Mohon dukungannya ya kakak2 semua. Salam hangat
Salam dari Ponorogo
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KENZIE 7 store PONOROGO, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Periksa Kandungan
"Sayang, kita ke dokter yuk!" Ajak Devan.
Raline menoleh bingung. "Memangnya kenapa?"
"Aku hanya ingin tahu bagaimana keadaan dia." Kata Devan sambil mengusap lembut perut Raline.
Raline tersenyum tipis. "Baiklah, kita berangkat sekarang saja. Aku juga penasaran, apakah anak kita sudah besar." Ucap Raline.
"Baiklah ayo kita berangkat." Kata Devan penuh semangat.
Hari ini Devan memutuskan mengajak Raline periksa ke dokter kandungan atas saran Lestari. Sejak kejadian di taman dan Raline menghilang itu, mereka belum tahu bagaimana kondisi calon anaknya.
Berharap dia baik-baik saja meski kondisi istrinya sempat mengalami guncangan. 'Kamu harus bertahan ya Nak. Yang kuat. Ayah dan Bunda sangat menanti kehadiranmu.' Harap Devan dalam hati.
Empat puluh menit kemudian mereka pun sampai di rumah sakit tempat pertama kali Raline memeriksakan kandungannya. Devan menuntun Raline pelan, "Pelan-pelan." Kata Devan.
"Kita hanya memeriksakan kehamilan ku saja Sayang, bukannya yang sakit parah." Protes Raline karena Devan memperlakukan dirinya seperti orang yang sakit parah saja.
"Sudah diam dan menurut saja." Kata Devan tegas membuat Raline diam menuruti kata Devan.
Mereka segera menuju resepsionis untuk mendaftar. Raline mendapat urutan nomor dua belas dan kini antrean masih di nomor lima. Cukup lama nanti mereka menunggu giliran.
"Kita ke kantin saja dulu yuk. Ini masih lama lagi nanti." Usul Devan mengajak Raline ke kantin.
"Iya nurut kamu saja." Ucap Raline lirih.
'Haihh ngambek lagi dia. Kalau sudah gini akan repot membujuknya.' Teriak Devan dalam hati.
Raline hanya diam. Bahkan saat sudah sampai di kantin rumah sakit pun Raline masih terdiam. Ketika Devan bertanya ingin pesan apa juga masih diam.
"Kamu mau apa Sayang?" Tanya Devan.
"Terserah." Kata keramat setiap wanita yang ngambek pun akhirnya keluar juga dari bibir tipis Raline.
Devan hanya tersenyum melihat tingkah Raline yang sedang ngambek padanya itu. "Baiklah kalau begitu kita pergi saja dari sini ya. Seperti nya mood mu sedang tidak baik-baik saja."
"Hmm. Terserah kamu saja."
'Ini kalau salah bicara lagi bisa-bisa nanti malam benaran tidur di luar ini.' Batin Devan bimbang. "Eum baiklah aku salah. Maaf ya. Sekarang mau kamu apa heum?" Tanya Devan melunak.
"Aku mau pulang saja." Jawab Raline pelan.
"Tapi kita belum masuk Sayang. Memangnya kamu tidak ingin tahu anak kita bagaimana heum?" Bujuk Devan. Masa iya belum periksa sudah pulang kan nggak lucu.
"Tapi kamu jangan seperti tadi lagi ya. Aku ini sehat. Bukannya sakit parah." Rajuk Raline.
"Iya aku janji tak akan memperlakukan kamu seperti orang yang sakit parah, oke. Sekarang kita masuk dan menunggu antrean saja ya."
Raline pun menganggukan kepalanya pelan. Mereka pun berjalan masuk ke dalam dan duduk menunggu antrean.
"Mohon maaf ini sudah antrean berapa ya?" Tanya Devan pada seseorang Ibu yang duduk di sampingnya.
Si Ibu pun menoleh dan tersenyum. "Ini sudah nomor sepuluh. Mas nya nomor berapa?"
"Kami dapat nomor dua belas."
"Wah berarti setelah saya dong Mas."
"Hehehe iya Bu."
"Jangan panggil Bu dong Mas. Masa masih kenceng begini dipanggil Bu. Mbak dong."
"I-Iya Mbak." Devan pun kemudian diam dan anteng tidak berani bergerak, takut si Ibu malah semakin mengajaknya mengobrol.
Raline hanya tersenyum mendengar percakapan mereka. Merasa lucu saja. Jelas-jelas Ibu itu usianya kira-kira sekitar hampir kepala lima, masih menolak dipanggil Bu.
Giliran Ibu yang mengobrol dengan Devan tadi pun masuk ke ruang periksa. Devan menghela nafasnya lega.
"Kamu kenapa Sayang?" Tanya Raline sedikit menggoda Devan sambil tertawa pelan.
"Aishh~ Nggak lagi-lagi deh ngajak ngobrol Ibu-ibu malah semakin ngelantur kemana-mana."
Raline malah tertawa cekikikan.
"Hei kenapa malah tertawa? Apanya yang lucu?" Tanya Devan sambil merajuk.
"Habisnya lucu aja. Sudah tahu Ibu-ibu itu maha benar malah diladeni. Salah sendiri."
"Iya aku yang salah." Kata Devan pasrah. 'Jangankan Ibu-ibu, dimana-mana perempuan itu selalu benar dan laki-laki selalu salah.' Batin Devan lemas.
Setelah obrolan itu, nama Raline pun dipanggil. Mereka bergegas masuk ke ruang praktek.
Ceklek !!!
"Silakan duduk. Ada keluhan apa?" Tanya dokter Santi langsung tanpa basa-basi dulu.
"Kami hanya ingin tahu kondisi calon anak kami saja Dok." Ucap Devan menerangkan.
"Baiklah kalau begitu silahkan berbaring di atas ranjang." Perintah dokter Santi.
Raline pun menurut apa yang diperintahkan oleh dokter Santi. Dia kemudian berbaring di atas ranjang. Asisten dokter membuka sedikit pakaian bawahnya lalu mengoleskan gel pada perut Raline.
Dokter Santi kemudian menghampiri Raline dan mulai memeriksa kandungannya. Digerakkan alat transducer dan terlihat kantong janinnya. Dokter pun mulai menjelaskan hasil yang ditampilkan oleh layar monitor.
"Apakah Ibunya mengalami stress belakangan ini Pak?" Tanya dokter Santi sambil terus menggerakkan transducer nya.
"I-Iya Dok. Memangnya kenapa?" Devan penasaran dengan hasilnya.
"Sebaiknya Ibu bedrest dulu ya. Soalnya masih trisemester awal. Masih sangat rawan." Jelas Dokter Santi. "Untuk Bapaknya mohon dijaga mood istrinya ya Pak. Jangan sampai banyak beban. Harus dibikin senang terus perasaannya." Pesan dokter Santi kepada Devan.
Raline dan Devan menyimak dengan perasaan tak menentu terlebih Devan. Pikiran buruk pun sempat terlintas dalam benak Devan. Apalagi sebelumnya Ibu mertuanya sudah mengatakan untuk cek kandungan terkait kejadian yang menimpa Raline kemarin.
"Tapi anak kami baik-baik saja kan Dok?" Tanya Devan sambil menggenggam tangan Raline. Raline bisa merasakan bahwa suaminya saat ini tengah gugup.
"Beruntung janin anda kuat. Hanya perlu istirahat total sampai jadwal waktu kontrol kembali." Jelas Dokter Santi.
Devan dapat bernafas lega setelah mendengar penjelasan dokter barusan. "Kalau begitu kami permisi dulu Dok."
"Ah baiklah kalau begitu, jangan lupa pesan saya dilaksanakan ya Bu dan jangan terlalu banyak pikiran." Pesan dokter Santi.
"Iya Dok. Terima kasih. Permisi."
Keduanya pun keluar dari ruang praktek dengan senyum yang mengembang. "Alhamdulillah dia tidak apa-apa." Kata Devan sambil mengelus perut Raline lembut.
"Memangnya kenapa sih? Perasaan aku tidak merasakan apapun."
"Aku hanya ingin tahu saja Sayang. Setelah sampai rumah kamu istirahat saja ya. Tidak boleh turun dari tempat tidur. Biarkan suamimu ini yang melayanimu Sayang."
"Mana bisa begitu. Kalau cuma berbaring terus pasti akan bosan. Masa iya kalau pengen ke kamar mandi juga nggak boleh?"
"Apa kamu tidak dengar apa yang Dokter katakan? Istirahat total artinya ya nggak boleh ngapa-ngapain."
"Sudah seperti orang yang sakit parah saja. Badanku juga sehat begini. Kan anak kita juga baik-baik saja Dev." Raline masih saja mengeyel.
"Kali ini ku mohon menurut lah Al ini demi kebaikanmu juga, demi anak kita." Ucap Devan tegas.
Raline pun diam tidak lagi membantah. Lebih baik menurut saja dari pada seperti kemarin. Begitu pikir Raline.
Devan tahu istrinya itu tidak bisa diam. Tapi demi kebaikan istri dan calon anaknya, dia harus tegas pada istrinya. Devan tidak ingin kehilangan anak yang telah lama mereka nantikan kehadirannya.
'Bertahanlah Sayang sampai saat kamu lahir ke dunia ini. Yang kuat di dalam sana ya. Ayah sangat menantikan hadirnya dirimu.' Harap Devan dalam hati.
Bersambung....
Mohon dukungannya ya teman-teman semua. Like dan komennya sangat berarti buat author. Terima kasih 😘😘😘