Wang Lu adalah juara satu perekrutan Paviliun Longtian, mengalami kerusakan pondasi internal dan berakhir sebagai murid tak berguna.
Tak ada yang mau jadi gurunya kecuali… Wang Wu.
Cantik!
Tapi tak bisa diandalkan.
“Bagaimanapun muridku lumayan tampan, sungguh disayangkan kalau sampai jatuh ke tangan gadis lain!” ~𝙒𝙖𝙣𝙜 𝙒𝙪
“Pak Tua! Tolonglah! Aku tak mau jadi muridnya!” ~𝙒𝙖𝙣𝙜 𝙇𝙪
“Tak mau jadi muridnya, lalu siapa yang mau jadi gurumu?”~
Murid tak berguna, dan guru tak kompeten… mungkinkah hanya akan berakhir sebagai lelucon?
Ikuti kisahnya hanya di: 𝗡𝗼𝘃𝗲𝗹𝘁𝗼𝗼𝗻/𝗠𝗮𝗻𝗴𝗮𝘁𝗼𝗼𝗻
______________________________________________
CAUTION: KARYA INI MURNI HASIL PEMIKIRAN PRIBADI AUTHOR. BUKAN HASIL TERJEMAHAN, APALAGI HASIL PLAGIAT. HARAP BIJAK DALAM BERKOMENTAR!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jibril Ibrahim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
第16章
Ketika Wang Lu secara perlahan membuka matanya yang lelah, dan terbangun dalam keadaan koma, sebuah suara yang dalam masuk ke telinganya bersama sebuah ingatan.
“Darah dari darahku! Tulang dari tulangku!”
Wang Lu melihat dirinya berambut putih terurai berantakan bersama pakaiannya. Ia berlutut di atas sebongkah batu meteorit yang mengambang di awan-awan dengan kedua tangan terentang terikat pada rantai besar berwarna hitam yang tidak diketahui di mana ujungnya. Rantai itu datang dari dua sisi yang berlawanan dengan ujungnya menembus awan.
Petir menyambar-nyambar dari lubang hitam yang terbentuk dari gumpalan awan di mana rantai itu keluar.
DUAAAAARRRR!
Ketika petir itu bertabrakan di tubuh Wang Lu, ia menjerit dan menggeliat, langsung berubah menjadi naga emas raksasa berkepala tujuh.
Ledakan cahaya terang yang menyilaukan menyebabkan penglihatan Wang Lu seperti tumpang tindih.
Di satu saat ia melihat tubuh naganya terkoyak. Di saat lainnya, ia melihat dirinya meluncur jatuh dari angkasa dengan seuntai rantai putus di kedua tangan.
Di saat lainnya lagi ia melihat seorang pemuda seusianya membawa sekeranjang herbal di punggungnya berjongkok dan membungkuk di semak-semak, sedang merawat luka seekor ular kecil berwarna putih.
Di saat berikutnya, ia melihat pemuda itu tampak gembira bersama si ular putih yang telah pulih. Di saat berikutnya lagi, ia melihat pemuda itu diburu para Demigod yang menginginkan si ular putih.
Selanjutnya, pemuda itu menyembunyikan diri bersama si ular putih di dalam gua yang senantiasa diselimuti kabut sepanjang waktu, sehingga keberadaan mereka tak diketahui dalam waktu yang lama.
Si ular putih mulai bertumbuh dan terus berganti kulit, kemudian berubah menjadi ular emas raksasa dan terus berevolusi hingga menjadi seekor naga yang lalu menumbuhkan tujuh kepala.
Si pemuda telah menua, namun berkat keahliannya dalam mengolah herbal, ia bertahan hingga berusia seratus tahun lebih.
Saat ahli herbal itu berumur tujuh puluh tahun, naga emas berevolusi menjadi manusia, dan pria itu menamainya Làngfèi yang berarti limbah atau buangan.
Ahli herbal itu bernama Mófǎng.
Saat Làngfèi tumbuh dewasa dan menjadi semakin kuat, ia kerap turun gunung untuk menyelamatkan orang-orang tertindas, mengadopsi anak-anak terlantar dan mendirikan Paviliun Longtian.
Mófǎng meninggal di usia seratus dua puluh tahun dan Làngfèi memakamkannya di gua tempat persembunyian mereka, kemudian membatasinya dari dunia luar.
Karena tak rela kehilangan ayah angkatnya, Làngfèi kemudian mengorbankan salah satu tulang masternya untuk memelihara kesadaran Mófǎng.
Tulang master adalah salah satu perangkat ilahi yang tertanam dalam tubuh sebagai atribut spiritual seperti Pil Dewa atau Esensi Internal.
Bedanya, Pil Dewa atau Esensi Internal berupa telur darah yang menyerap pertumbuhan jiwa, tulang master adalah pelindung jiwa berupa baju zirah, pelindung tangan, pelindung kaki, dan lain sebagainya yang menjadi organ tubuh berbentuk tulang yang menempel pada tulang. Seperti tulang lebih atau tambalan tulang.
Berkat perlindungan tulang master itulah esensi internal Mófǎng terpelihara dan pada akhirnya berevolusi menjadi Kaisar Pedang.
Ketika Paviliun Longtian berada di puncak dunia, para Demigod menyadari identitas Làngfèi dan mengacau-balaukan Paviliun Longtian dibantu para dewa pendosa.
Salah satu dari mereka berhasil mematahkan sirip Làngfèi ketika ia berubah wujud menjadi naga untuk melindungi seluruh area Paviliun Longtian, oleh karenanya ia menjadi lemah.
Làngfèi kemudian mengorbankan tubuh naganya untuk membuat formasi sihir pertahanan terakhir yang akan melindungi Paviliun Longtian dari masa ke masa, sementara itu rohnya melejit ke Langit Di Luar Langit dan menempati rasi bintang Longtian, kemudian dipuja sebagai Dewa Buangan.
Ribuan tahun kemudian, alam fana dikejutkan oleh sebuah fenomena bintang jatuh yang menggemparkan dunia persilatan.
Làngfèi terbangun dari tidur panjangnya dan mendapati dirinya berada dalam tubuh seorang bayi yang baru lahir.
Wajah pertama yang dilihatnya saat pertama kali membuka mata adalah bidan—seorang wanita paruh baya yang berkerut-kerut kebingungan. “Kenapa anak ini tidak menangis?” gumamnya. “Jangan-jangan dia idiot!”
Kau yang idiot! rutuk Làngfèi dalam benaknya. Seluruh keluargamu idiot!
Tiga tahun kemudian, untuk pertama kalinya sejak ia dilahirkan, Làngfèi baru melihat wajah ayah kandungnya.
Jenderal Wang—tidak sering pulang karena terus berperang.
Ini dia si penanaman benih? pikir Làngfèi. Dasar pria tidak bertanggung jawab!
Ini dia putraku? pikir ayahnya. Kenapa tak mirip aku? Apa dia anak kandung ku?
Làngfèi menatap ayahnya. Ayahnya menatap Làngfèi.
Tidak benar! pikir ayahnya. Tatapannya tidak seperti tatapan anak-anak.
Beberapa hari kemudian, ayahnya menarik Làngfèi ke ruang baca. “Ada sesuatu yang ingin kutunjukkan padamu,” katanya.
Ketika Làngfèi menoleh dan mendongak untuk melihat wajah ayahnya, pria itu mendaratkan telapak tangannya di dahi Làngfèi.
Sejak saat itu, Làngfèi tak ingat lagi siapa dirinya kecuali sebagai anak bernama Wang Lu.
.
.
.
Wang Lu terbangun dari ketidaksadarannya yang penuh keringat.
Wajahnya terlihat pucat dengan rambut terurai tanpa penunjang hiasan kepala yang biasanya. Pakaiannya bahkan telah dilucuti hingga hanya menyisakan hanfu hitam polos lapisan dalam sebatas paha di atas celana hanfu polos yang sama.
Di mana ini? pikirnya kebingungan. Kemudian mengedar pandang dan menemukan sebuah kamar yang tampak familier.
Kemunculan seorang wanita di ambang pintu menarik perhatiannya. Wajahnya terlihat seperti baru dua puluh lima tahun dengan tampilan memukau bak seorang dewi—mengenakan hanfu sutra warna putih dengan simbol lotus warna emas di dahinya. Hiasan kepalanya didominasi logam mulia dan mutiara.
Wajah mungilnya yang lancip dengan sepasang mata besar berbinar terkesan imut dan riang, namun hidungnya yang mancung mendongak terkesan angkuh. Sepasang bibir tipisnya yang berwarna merah cerah memberikan kesan ketus, namun bicaranya seperti burung pipit.
“Kau sudah bangun? Bagaimana perasaanmu? Masih ada yang tidak nyaman? Katakan! Di bagian mana yang masih terasa sakit?”
Begitu ribut!
“Shi—shifu…” Wang Lu tergagap dengan suara tercekat. “Ni…”
“Cantik?” tanya gurunya memotong perkataan Wang Lu.
“Masih hidup?” tanya Wang Lu sembari mengernyit.
Wang Wu memberengut.
“Di mana Yu Fengmu?” tanya Wang Lu dengan tersentak. Tiba-tiba menjadi cemas. Lalu buru-buru beranjak dari tempat tidurnya.
“Wow, wow, wow!” Wang Wu menahannya cepat-cepat. “Tenanglah!” katanya. “Dia baik-baik saja. Jangan khawatir! Hǎo ma?”
Wang Lu menatap gurunya dengan ragu. Lalu tiba-tiba menariknya.
Wang Wu terperangah.
Wang Lu memeluk pinggang gurunya dengan erat dan menyusupkan pipinya di perut wanita itu.
Keduanya membeku cukup lama sementara Wang Wu mengangkat kedua tangannya di sisi bahu dengan mata dan mulut membulat.
“Bocah Tengik, kau kenapa?” Wang Wu akhirnya bertanya setelah tergagap dalam waktu yang lama.
Alih-alih menjawab, Wang Lu malah mengetatkan pelukannya dan menyusupkan pipinya semakin dalam.
Wang Wu spontan gelagapan. Sebenarnya dia kenapa? pikir Wang Wu. Jangan-jangan jadi bodoh karena terkejut?!
Meski begitu, Wang Wu tak bisa memungkiri perasaannya yang bergejolak. Bagaimanapun Wang Lu adalah pria dewasa meski usia mereka terpaut ratusan tahun. Naluri wanitanya bereaksi terhadap sentuhan Wang Lu. Memicu debaran yang membingungkan.
“Shifu,” bisik Wang Lu setelah lama terdiam. “Kelak, jangan mengorbankan apa pun lagi untukku,” katanya dengan sedih.
Wang Wu mengerutkan keningnya. “Kau ini bicara sembarangan apa?”
Wang Lu tidak menjawab. Hanya memeluk gurunya semakin erat. “Terima kasih,” bisiknya lagi. “Ke depannya, aku yang akan melakukan semuanya menggantikanmu.”
Wang Wu mendesah berat dan mengusap kepala Wang Lu. “Anak bodoh,” gumamnya balas berbisik. Seulas senyuman sedih tersungging di sudut bibirnya.
“Wang Lu!”
Suara seseorang di ambang pintu membuat keduanya terperanjat dan saling menjauhkan diri cepat-cepat.
Orang di ambang pintu tergagap. “Duìbùqǐ…”
ketukan Duanmu Jin...!!!
Cuma tidak bisa tidur, gara2 ulah Wang Lu...
👍👍👍
kata si Mulan Jameela
Dia waras....
Atau Sableng...???
2. Penjara Dewa
3. Jurus-jurus rahasia Wang Wu, dll
Apakah Wang Wu, Dewi pendisiplinan ?
😜😜😜