NovelToon NovelToon
Tomodachi To Ai : Vampir Dan Serigala

Tomodachi To Ai : Vampir Dan Serigala

Status: tamat
Genre:Tamat / Vampir / Manusia Serigala / Akademi Sihir / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:9.8k
Nilai: 5
Nama Author: BellaBiyah

Masih belajar, jangan dibuli 🤌

Kisah ini bermula saat aku mengetahui bahwa kekasihku bukan manusia. Makhluk penghisap darah itu menyeretku ke dalam masalah antara kaumnya dan manusia serigala.

Aku yang tidak tahu apa-apa, terpaksa untuk mempelajari ilmu sihir agar bisa menakhlukkan semua masalah yang ada.

Tapi itu semua tidak segampang yang kutulia saat ini. Karena sekarang para Vampir dan Manusia Serigala mengincarku. Sedangkan aku tidak tahu apa tujuan mereka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BellaBiyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

23

Pagi itu, semua orang di rumah sudah bangun. Zara, Aleister, dan anak-anak tengah duduk di meja makan, sarapan bersama. Suasana tampak tenang sampai Kalen masuk dengan senyum lebar di wajahnya.

“Wah, kelihatannya ada yang lagi senang hari ini!” seru Aleister dengan nada bercanda.

“Ya, aku mau memperkenalkan seseorang pada kalian,” jawab Kalen sambil tersenyum.

Zara memiringkan kepala, penasaran. “Rasa ingin tahu ini bakal membunuh kita,” katanya sambil tertawa kecil.

Beberapa menit kemudian, Kalen kembali ke ruang makan, kali ini bersama seorang wanita muda. “Ini Isabella,” katanya. “Kami sudah bertemu selama beberapa minggu terakhir.” Isabella melambaikan tangan dengan senyum ramah, tapi senyumnya sedikit memudar saat tatapannya bertemu dengan Zara.

Ruangan tiba-tiba hening. Zara dan Aleister saling bertukar pandang, bingung dan terkejut. Tak ada yang berkata apa-apa untuk beberapa saat. Keheningan itu terasa janggal, hingga akhirnya Aleister bicara. “Kalen, ikut aku ke kantor sekarang,” perintahnya, nada suaranya tegas.

Zara tetap duduk di tempatnya, jelas tidak tahu harus berkata apa. Begitu pula Isabella, yang kini tampak canggung.

“Kamu Zara, kan? Kakak iparnya Kalen?” tanya Isabella, mencoba mencairkan suasana.

“Iya,” jawab Zara pelan, namun matanya tak lepas dari Isabella.

Keheningan itu semakin memanas. Alasannya jelas—penampilan Isabella sangat mirip dengan Zara. Kesamaannya terlalu mencolok. Zara merasa aneh dan tak nyaman, sementara Isabella juga tampak bingung dengan suasana yang tiba-tiba berubah canggung.

Keadaan yang sudah canggung itu semakin memanas ketika Kendra, anak Zara, bertanya dengan polosnya, “Ibu, kenapa dia kelihatan seperti kamu?”

Zara, meskipun terguncang oleh situasi tersebut, berusaha tetap sopan. Dia tidak ingin membuat Isabella lebih tidak nyaman lagi. “Duduklah, ambil kopi,” kata Zara sambil menyodorkan cangkir kopi. Dia juga memberikan beberapa makanan agar Isabella bisa ikut sarapan bersama.

***

*Di kantor Aleister*

Aleister duduk di belakang meja, diam selama beberapa detik. Kalen berdiri di depannya, menunggu. Akhirnya, Aleister membuka mulutnya, menatap Kalen dengan serius. “Kamu serius berkencan dengan gadis itu? Atau ini cuma lelucon?”

Kalen tidak mundur dari tatapan Aleister. “Kenapa kamu ragu kalau aku berkencan dengannya?” jawab Kalen tegas.

“Kenapa? Kamu pikir aku bodoh? Dia kelihatan sama persis dengan istriku. Kamu sedang main-main apa, Kalen?” Aleister menatapnya dengan penuh emosi, tangannya bergerak gusar.

“Itu cuma kebetulan, Aleister. Kamu terlalu berlebihan,” jawab Kalen dengan nada tenang namun dingin.

“Berlebihan? Kamu lihat sendiri tadi bagaimana mereka saling menatap! Kalen, apa yang kamu lakukan?!” Suara Aleister semakin meninggi.

“Tidak ada apa-apa! Aku suka dia, dan kami sudah berkencan selama beberapa minggu. Terus kenapa kalau dia mirip dengan Zara? Sejak kapan kamu punya hak atas penampilan Zara?” Kalen membalas, suaranya naik sedikit, menunjukkan ketidaksabarannya.

Aleister menggeleng, merasa tidak percaya. “Sekarang aku paham kenapa kamu nggak pernah tertarik sama siapa pun di sini, di coven. Karena nggak ada gadis yang secantik dan semirip istriku, ya?”

Kalen memandang Aleister dengan tatapan tajam. “Apa kamu menuduh aku tertarik sama istrimu? Kalau itu benar, aku pasti sudah mencoba merayunya sejak dulu,” jawab Kalen, nadanya penuh tantangan.

“Kamu tahu dia cinta padaku. Apa pun yang kamu lakukan, kamu nggak akan bisa merebutnya dariku. Tapi aku sedih karena kamu menyimpan perasaan seperti itu dalam hatimu. Apalagi setelah aku memaafkanmu dulu. Apa nggak ada wanita lain di dunia ini yang bisa kamu lihat, Kalen? Apa kamu bakal mati kalau nggak mencoba bersaing denganku dengan cara yang aneh ini?” tanya Aleister, suaranya lebih tenang tapi penuh dengan rasa kecewa.

Kalen mendesah. “Sudah kubilang, aku nggak bersaing denganmu. Ini cuma kebetulan kalau dia mirip dengan Zara. Lagipula, kepribadian mereka beda jauh. Coba deh, luangkan waktu buat mengenalnya dulu sebelum kamu menilai. Kalau kamu kenal Isabella, kamu pasti akan mengerti.”

Aleister memandang Kalen dengan tatapan mengejek. "Jangan bohongi aku, Kalen."

"Selama aku memperlakukan Zara dengan hormat, kamu nggak perlu ikut campur siapa yang aku pilih sebagai pasangan," jawab Kalen dengan nada tegas.

Aleister mengernyit, "Dan dari mana kamu dapatkan dia, Kalen?" Tanyanya curiga.

“Pertanyaan itu maksudnya apa?” Kalen balik bertanya, kini terlihat marah.

“Aku nggak percaya sama yang namanya kebetulan. Kamu yakin kemiripannya dengan istriku itu murni kebetulan? Apa kamu setidaknya menyelidiki asal-usulnya? Atau kamu cuma terbawa oleh hasrat terpendammu yang nggak pernah bisa kamu kontrol?” Aleister semakin emosi, hampir memukul meja.

“Kenapa kamu terus menuduh aku memperlakukan Isabella seolah dia adalah Zara?” Kalen balas kesal.

“Sungguh, Kalen, aku udah capek menghadapi semua ini. Setiap kali aku mencoba melupakan masa lalu, kamu selalu berusaha menghidupkannya kembali,” kata Aleister dengan nada lelah.

Kalen hanya diam, menahan kemarahan.

“Setelah sarapan, bawa wanita itu pergi dari sini,” kata Aleister. “Kalau anggota coven lain melihat dia dan tahu dia pacarmu, mereka bakal menertawakanmu. Bawa dia ke kabinmu, di sana kalian bisa punya privasi, dan kita bisa hindari semua gunjingan,” tambah Aleister tegas.

Kalen menatap Aleister dengan tatapan bingung. “Kenapa kamu bilang begitu? Jangan bodoh, Aleister!”

“Karena semua orang bakal berpikir hal yang sama denganku. Mereka bakal bilang kamu menginginkan istri saudaramu sendiri, dan alasan kenapa kamu nggak pernah tertarik sama gadis lain di sini adalah karena mereka nggak mirip Zara. Dan kalau itu yang terjadi, kamu dan aku bakal jadi bahan tertawaan. Aku nggak bisa membiarkan orang kehilangan rasa hormat padaku,” kata Aleister tajam. “Dan satu hal lagi—jangan ulangi kesalahan yang hampir merenggut nyawa kita dulu. Cari tahu asal-usulnya sebelum kita semua terancam bahaya, termasuk keponakanmu sendiri.”

Kalen hanya menghela napas, tak percaya dengan apa yang didengarnya. “Lebih baik kamu jelasin kisah Ana sepenuhnya pada istrimu,” jawab Kalen dingin sebelum meninggalkan ruangan. Aleister hanya bisa memandangnya dengan perasaan campur aduk, lalu segera keluar untuk menemui putrinya Kendra dan Zara.

***

*Di kamar tidur Zara dan Aleister*

“Jadi, kamu sudah bicara sama Kalen? Apa katanya?” tanya Zara, penasaran.

Aleister mendesah panjang. “Dia bilang kemiripan pacarnya denganmu cuma kebetulan.”

“Dan kamu percaya itu?” tanya Zara, ragu.

“Tentu aja nggak,” jawab Aleister cepat.

Zara menunduk, rasa khawatir mulai muncul. “Aku nggak pernah ngelakuin apa pun yang bisa memancing dia, Aleister.”

Aleister meraih tangannya, menenangkannya. “Aku tahu, Sayang. Ini dia yang nggak bisa melepaskan masa lalu. Dia bisa punya wanita mana aja, tapi dia nggak pernah bahagia karena selalu terpaku pada hal-hal yang menyakitiku. Dia belum benar-benar melupakan masa lalu, meski dia selalu bilang sebaliknya.”

Zara terdiam, lalu bergumam, “Jadi, masa lalu itu masih menghantui kita, ya?”

***

*Di dapur rumah*

Isabella menatap Kalen dengan air mata mulai menggenang di matanya. “Sekarang aku ngerti semuanya. Kamu cuma memanfaatkanku. Setiap kali kita bersama, yang ada di pikiranmu adalah dia. Kamu bahkan bawa aku ke sini buat memperlihatkan dia langsung di depan mataku, buat lebih mempermalukanku!” katanya dengan nada marah dan sakit hati.

“Tidak, kamu salah. Ini cuma kebetulan!” Kalen mencoba membela diri.

“Kebohongan! Sekarang aku ngerti kenapa kamu tiba-tiba begitu agresif saat berhubungan denganku. Di dalam hatimu, kamu marah karena nggak bisa bersamanya, dan kamu melampiaskannya padaku!” Isabella mulai menangis lebih keras. “Aku pergi! Aku nggak mau lagi melihatmu!”

Kalen mencoba meraihnya. “Isabella, tolong. Kita bisa bicarakan ini baik-baik. Jangan terbawa emosi,” katanya, suaranya mulai panik.

“Tinggalkan aku! Cari aja wanita lain yang mirip saudara iparmu, karena kamu nggak akan melihatku lagi,” kata Isabella sambil menangis, mendorongnya menjauh.

Kalen, tanpa berpikir panjang, menarik Isabella ke dalam pelukannya dan membawanya ke kabin di mana dia tinggal sendirian.

“Di mana kita sekarang?” tanya Isabella, bingung dan masih menangis.

“Ini kabinku. Di sini, nggak ada yang akan melihat kita,” jawab Kalen, suaranya terdengar putus asa.

Isabella menangis sejadi-jadinya, dan Kalen mulai menyadari kesalahan besar yang dia buat. “Maaf, Isabella. Aku nggak ingin menyakitimu. Aku hanya ingin memperkenalkanmu sebagai pacarku. Meski aku sadar kalian mirip, kamu dan Zara adalah dua orang yang berbeda,” kata Kalen dengan penuh penyesalan.

Tapi di dalam hatinya, dia tahu kebenarannya. Isabella memang hanya pelarian. Kalen tidak bisa memungkiri bahwa sebenarnya dia ingin bersama Zara, meski itu adalah hal yang tidak pernah bisa dia miliki.

***

Kalen bingung dengan dirinya sendiri. Dia selalu ingin menjadi seperti saudaranya—dicintai seperti Aleister, memiliki apa yang Aleister miliki. Kehidupan liar dan pesta-pesta yang selalu dihadirinya hanyalah cara untuk mengubur rasa frustasinya yang mendalam. Secara lahiriah, dia ingin menjadi kebalikan dari Aleister, tapi jauh di dalam hatinya, dia ingin persis seperti Aleister. Dan setiap hari melihat Zara, membuatnya semakin sulit untuk melupakan masa lalu.

1
Suprihatin
hadir ya kakak 🥰🥰🥰
awak yang sudah seru bagi ku yang membaca kak
Ceriwis (Kurogane Haruka)
Haii haii kak aku mampir 🥰
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!