Lastri selalu di injak harga dirinya oleh keluarga sang suami. Lastri yang hanya seorang wanita kampung selalu menurut apa kata suami dan para saudaranya serta ibu mertuanya.
Wanita yang selalu melayani keluarga itu sudah seperti pembantu bagi mereka, dan di cerai ketika sang suami menemukan penggantinya yang jauh berbeda dari Lastri.
Namun suatu hari Lastri merasa tidak tahan lagi dan akhir mulai berontak setelah ia bercerai dengan sang suami.
Bagaimana cara Lastri membalas mereka?
Yuk simak kisahnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaQuin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31. Seatap Dengan Madu
Bab 31. Seatap Dengan Madu
POV Lastri
"Ngapain repot sih Mas. Tinggal saja dulu di rumah Ibu sementara Nilam masih di rawat. Kan bisa pakai kamar Nilam. Atau tinggal di kamar yang aku tempati dan aku biarlah kembali ke rumah kita atau aku ikut kamu tinggal di mess. Gampang kan?"
Mampus kamu Mas!
Alasan apa lagi yang akan kamu berikan Mas? Kenapa hanya diam membisu?
"Tapi kan rumah itu sudah ada yang menyewa dan mulai tinggal dalam minggu-minggu ini?" Bantah Mas Hendra.
"Kalau begitu kan bisa dia sekamar sama Nilam. Atau kalau tidak mau, dia bisa sendiri dan Nilam bisa sama Ibu." Ujar ku lagi.
"Ibu setuju dengan Lastri. Dari pada Rara ngekos, mending dia tinggal sama Ibu."
"Aku juga setuju!" Seru Tatik.
Wah, tumben mereka sependapat dengan ku. Ada apa ini? Apa mereka sedang berkonspirasi?
"Tapi Bu..."
Pasti berat kan Mas berpisah sama isteri tercinta? Apalagi masih suasana pengantin baru. Rasakan Mas!
Mungkin orang menganggap ku sebagai isteri yang tidak tahu diri atau durhaka. Karena aku tertawa atas penderitaan suamiku. Tetapi, aku sudah tidak peduli lagi gelar isteri yang patuh terhadap suami. Buktinya, selama 6 tahun usia pernikahan kami, Mas Hendra pun tidak pernah menganggap ku selayaknya istri. Bahkan ia mengkhianati ku dengan menikah lagi tanpa aku ketahui.
Jadi, untuk apa aku masih bertahan menjadi istri yang patuh seperti dulu lagi. Jika pada kenyataannya mereka dengan seenaknya memanfaatkan ku untuk kepentingan mereka sendiri. Aku tidak Akan jatuh ke lubang yang sama lagi.
Mas Hendra tampak buang napas kasar. Dalam diamnya pasti ia sedang berpikir bagaimana caranya membujuk istri tersayangnya itu.
"Bu, aku mau pulang dulu. Mau sholat tarawih di malam pertama ini." Ujar ku.
"Aku juga mau pulang Bu, besok aku harus masuk kerja." Pamit Mas Wawan sambil beranjak berdiri di ikuti Tatik di belakangnya.
"Kamu juga mau pulang ke mess mu Mas?" Tanya ku.
"I...iya."Jawab Mas Hendra ragu-ragu.
"Sepupu mu itu suruh saja langsung ke rumah Ibu. Mas, kamu tidak usah nganterin. Pasti capek dan makan waktu bolak balik. Apalagi malam ini kamu harus keluar kota kan, pulang ke rumah dinas mu?" Kataku.
Rasakan kamu Mas. Kebohongan mu akhirnya menyakiti dirimu sendiri kan?!
Sekali lagi Hendra membuang napas kasar.
"Iya nanti aku kabari dia suruh langsung ke rumah Ibu.
Bagus! Dengan begini aku lebih mudah mengawasi kalian dan pastinya kalian tidak aja bisa bebas melakukan apapun selama ada aku. Pasti sangat menderita bukan? Tapi maaf aku menjadi senang karenanya.
Akhirnya kami pun pulang. Mas Wawan dan Mbak Tatik memesan driver lain karena tujuan mereka pun kembali ke rumah mereka. Sedangkan aku memesan ojol karena lebih hemat dan ingin merasakan hembusan angin sore setelah pengap berada diantara keluarga itu.
***
Aku sedang bersiap untuk melakukan sholat tarawih di masjid dekat rumah Ibu mertua. Sebelum pergi, ku sempatkan menelpon Ibuku di kampung, bertukar kabar dengan kedua orang tua ku juga melakukan panggilan video call dan melihat senyum cerah di wajah anakku. Diah begitu antusias menceritakan kesehariannya bersama nenek dan kakeknya. Syukurlah anakku menikmati waktunya bersama kakek dan neneknya disana.
"Tok...! Tok...! Tok...!"
"Bu sudah dulu ya, sepertinya ada tamu." Ujar ku hendak mengakhiri panggilan telpon."
"Iya Las, Ibu, Diah, dan Bapak mu juga sudah mau jalan ke masjid. Kamu baik-baik disana yo Las. Assalamualaikum..."
"Iya Bu, Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh."
Telpon pun aku tutup dan segera beranjak menuju pintu membawa mukena ku untuk menuju masjid. Begitu pintu di buka, serabut wajah masam terpampang di depan mataku.
Wah...siapa ini yang datang. Mau juga akhirnya dia tinggal di sini. Baguslah! Sesuai dengan rencana yang aku harapkan. Tapi apa Mas Hendra mengantarnya?
Ku cari dengan lirikan mata sekilas mencari keberadaan Mas Hendra. Tapi sepertinya Mas Hendra sudah pergi atau sembunyi.
Bisa ku bayangkan pasti menderitanya batin Mas Hendra jauh dari isteri tercinta. Maaf Mas, seperti itu lah yang aku rasakan selama bertahun-tahun. Malah kamu ada di depan mata tapi sulit untuk aku gapai.
Setidaknya jika kamu memang tidak ingin berumah tangga dengan ku sejak dulu, ceraikan saja aku ketika Diah baru lahir dan belum mengenal siapa ayahnya.
"Dimana kamarku?!" Tanya istri Mas Hendra dengan tatapan sengit padaku.
"Tuh di tengah, kamar Nilam. Kamu bisa tidur di situ."
Dengan langkah malas ia menarik kopernya dan masuk ke dalam kamar Nilam. Ku tinggal kan dia sendirian di kamarnya. Dan menuju masjid karena adzan sudah berkumandang.
Tuhan, aku tahu apa yang aku lakukan ini salah. Tapi aku hanya manusia biasa yang terkadang tidak mampu menahan sakit hati di dada ini. Juga tidak dapat menepis kebencian di hati ini. Maafkan aku yang berbuat dosa kedepannya nanti. Biarlah hati ini bahagia sedikit dengan cara yang tidak seharusnya. Aku ingin membalas semua perbuatan mereka padaku.
Tarawih di malam pertamaku berjalan dengan lancar. Aku pun pulang ke rumah Ibu mertua. Mulai malam ini aku terpaksa menelan rasa pahit tinggal seatap dengan isteri muda Mas Hendra. ibu mertua menjaga Nilam di rumah sakit sedangkan Mbak Tatik dan Mas Wawan pulang ke rumahnya.
Dengan langkah gontai aku masuk ke dalam rumah Ku ucapkan salam namun tidak terlalu nyaring karena ku pikir wanita itu pasti sudah tidur di dalam kamar Nilam. Ku tutup kembali pintu pelan-pelan. Akan tetapi ternyata aku salah, ketika mendengar suara desahan dari kamar Nilam.
Darahku berdesir dengan jantung berdegub kencang. Kakiku seakan melemah seketika hingga terasa sulit untuk di gerakan. Ku remas dadaku yang terasa begitu sakit seakan di hujam ribuan belati tajam. Aku tahu mereka sudah menikah, tapi begitu mendengar suara penyatuan mereka, nyawa ini nyaris ingin lepas dari raganya.
Ya tuhan... Hatiku sakit..., boleh kah aku meminta diturunkan hujan lebat beserta angin topan agar atap rumah ini terangkat dan hubungan penyatuan mereka terhenti?
Mataku mengembun dengan amarah yang sudah sedari tadi berkobar di dalam dada. Ku kira memisah wanita itu kesini, Mas Hendra tidak akan bisa melakukan hal-hal yang ia senangi selama ada aku disini.
Kita lihat saja, jika memang tidak ada topan yang datang, maka aku lah yang akan menjadi badai untuk mereka!
Ku sapu air mata yang mengembun di pelupuk mata. Lalu ku tarik napas panjang dan mengeluarkannya perlahan. Di rasa hati cukup kuat, aku pun mendekati pintu kamar saksi bisu gelora mereka.
"Tok...! Tok...! Tok...!"
Ku ketuk pintu kamar Nilam dengan kasar. Namun wanita itu tidak kunjung membuka kan aku pintu.
"Tok...!Tok...! Tok ...! Buka pintunya!!"
Sekali lagi aku mengetuk pintu dengan kasar di sertai teriakan. Pintu belum juga dibuka olehnya. Tetapi aku mendengar suara gaduh di dalam sana di sertai erangan kesakitan.
Lagi-lagi aku menggedor pintu. Tak akan Ku biarkan penyatuan mereka berlanjut. Dan akhirnya pintu pun di buka kan oleh isteri muda Mas Hendra yang terlihat peluh keringat bercucuran. Bahkan kancing bajunya pun ada yang salah masuk ke lubangnya.
Semakin sakit hati ini karenanya. Jika membunuh tidak masuk penjara, mungkin sudah ku tikam wanita di depan ku ini dengan belati.
Astagfirullahaladzim..., sabar. Ku tekan rasa sakit di dada ini.
Ku intip sekilas di dalam kamar tetapi tidak ada siapa-siapa di sana. Sepertinya Mas Hendra berhasil kabur lewat jendela kamar Nilam yang terlihat terbuka.
Kali ini kamu bisa lolos Mas. Tapi akan menjadi seperti neraka bagimu, karena aku akan terus mengganggu kesenangan kalian!
"Ada apa?" Tanya isteri muda Mas Hendra dengan tatapan tidak suka dengan napas masih tersengal-sengal.
"Ngapain aja sih di dalam? Lama bener bukan pintunya?!"
"Terserah aku dong?! Ini kan kamarku!"
"Aku tadi dengar ada suara laki-laki di dalam. Kamu sedang tidak mambawa laki-laki masuk ke kamar ini kan?!"
Wajah isteri muda Mas Hendra mendadak tegang.
"Tidak Tuh!" Kilahnya.
Terus saja kalian bermain kucing-kucingan, bagaimana pun kalian menutupi, bau busuk pasti tetap akan tercium juga.
"Sebelum kamu berbohong, pasang yang benar kancing bajumu!" Sindirku.
Ku tinggalkan dia yang wajahnya memerah karena mungkin tidak menyangka aku memperhatikan penampilannya
Malam ini ku rasa Mas Hendra tidak akan datang lagi. Jadi aku memutuskan beristirahat sambil mengobati luka hatiku yang sedari tadi perih dan terus ku coba untuk menekannya.
Bersambung...
Jangan lupa like dan komen ya🙏😊