cerita sampingan "Beginning and End", cerita dimulai dengan Kei dan Reina, pasangan berusia 19 tahun, yang menghabiskan waktu bersama di taman Grenery. Taman ini dipenuhi dengan pepohonan hijau dan bunga-bunga berwarna cerah, menciptakan suasana yang tenang namun penuh harapan. Momen ini sangat berarti bagi Kei, karena Reina baru saja menerima kabar bahwa dia akan pindah ke Osaka, jauh dari tempat mereka tinggal.
Saat mereka duduk di bangku taman, menikmati keindahan alam dan mengingat kenangan-kenangan indah yang telah mereka bagi, suasana tiba-tiba berubah. Pandangan mereka menjadi gelap, dan mereka dikelilingi oleh cahaya misterius berwarna ungu dan emas. Cahaya ini tampak hidup dan berbicara, membawa pesan yang tidak hanya akan mengubah hidup Kei dan Reina, tetapi juga menguji ikatan persahabatan mereka.
Pesan dari cahaya tersebut mungkin berkisar pada tema perubahan, perpisahan, dan harapan...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon raffa zahran dio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12 : Tangisan Reina.
Pertarungan sengit melawan Zhang Jiao telah berakhir. Debu beterbangan di udara, sisa-sisa mantra dan serangan magis masih bertebaran di sekitar benteng. Bangunan-bangunan runtuh, dinding-dinding retak, dan udara dipenuhi aroma asap dan darah. Suasana mencekam dan sunyi, hanya diiringi suara angin berdesir di antara reruntuhan.
Di tengah kekacauan itu, Kei, sang pahlawan yang baru saja menyelamatkan dunia dari ancaman Zhang Jiao, berdiri lemas. Kekuatan Ashura masih menguasai tubuhnya, membuatnya meronta-ronta kesakitan. "Aaaaa!" teriak Kei, suaranya terdistorsi oleh kekuatan iblis yang merasukinya.
Reina, kekasih Kei, berlari sekuat tenaga menuju Kei, tubuhnya lelah namun tekadnya bulat. "Kei... Aku mohon... Sadarlah... " raung Reina, air matanya mengalir deras. Kaki Reina gemetar, tetapi dia terus memaksa dirinya untuk mendekati Kei. "Kei... Aku Reina... Aku mohon sadarlah!" Reina memeluk Kei erat, tubuhnya gemetar hebat. Air matanya membasahi pipi Kei, berharap sentuhannya dapat membangkitkan kesadaran Kei.
Kei yang melihat Reina, sejenak merasakan kesadarannya kembali, tetapi kekuatan Ashura segera menyergapnya kembali. "Haaa!..." Kei menjerit kesakitan, tubuhnya bergetar hebat. "Kei aku mohon... Sadarlah bodoh!" Reina memukul dada Kei dengan lemah, berharap dapat menggetarkan kesadaran Kei.
Di dalam ingatan Kei, kenangan indah bersama Reina berputar-putar. "Kei kamu adalah pahlawan ku... " "Kei aku sangat merindukanmu... " "Aku ingin menikah dengan mu dan mempunyai anak yang cantik dan ganteng. " "Kei... Aku tak bisa lagi hidup di dalam keluarga hancur seperti ini... " Kenangan itu bagaikan pisau yang menusuk hati Kei, membuatnya semakin tersiksa.
Di luar ingatan Kei, Zhang Fei, dengan tubuh pincang, terhuyung-huyung menuju Kei dan Reina. "Nak... Sadar lah bodoh... Jangan sakiti hati Reina, bodoh kau! " Zhang Fei berteriak dengan suara berat, tubuhnya terjatuh karena kelelahan.
"Kei... Jangan tinggalin aku... Aku mohon... Kei, sadar lah! " Reina terus memeluk Kei, tubuhnya memancarkan cahaya emas yang menyilaukan. Cahaya itu bercampur dengan aura kegelapan Kei, menciptakan kontras yang dramatis.
"Kei... Jangan tinggalin aku... " Suara Reina bergema di dalam pikiran Kei, membuatnya semakin ingin melawan kekuatan Ashura. Kei menjerit kesakitan, tubuhnya bergetar hebat. Ia melihat wajah Reina yang dipenuhi air mata, hatinya teriris melihat kesedihan Reina.
"Kei... Kau telah janji akan keluar dari dunia ini dengan selamat... Dan akan selalu bersamaku di Tokyo... Kei! " Suara Reina bercampur dengan tangisannya, menggema di dalam benteng yang hancur.
Di dalam pikiran Kei, ia berlari tanpa tujuan, mencari Reina di alam baka. "Reina... Kau di mana... " Suara Kei terengah-engah, hatinya dipenuhi rasa panik.
Seketika, wujud asli Ashura muncul di dalam pikiran Kei. "Kau... Sudah ku katakan jangan lepas kendali... Kau tau sendiri akibatnya ha... " Ashura berkata dengan suara berat, penuh ancaman.
"Maafkanku... " Kei menundukkan kepalanya, penuh penyesalan.
"Sekarang kembali lah sadar... Lihat lah Reina... Dia terus mengis dan memeluk mu agar kau tidak lepas kendali lagi... " Ashura berkata dengan suara lembut, berharap dapat membangkitkan kesadaran Kei.
Kei pun tersadar, kembali ke wujud manusia. Tetapi dia pingsan di dalam pelukan Reina.
Reina yang telah berhasil menyadarkan Kei, panik melihat Kei pingsan. Reina terjatuh bersama Kei, tubuhnya tak mampu menahan beban Kei. "Kei... Bangun lah... " Reina menangis tersedu-sedu, memeluk Kei erat. "Siapa pun... Tolong Kei!" Reina berteriak, suaranya menggema di dalam ruangan.
Cao Cao dan para bawahannya berlari masuk ke dalam benteng, terkejut melihat kondisi benteng yang hancur. Mereka melihat Liu Bei, Zhang Fei, dan Guan Yu terkulai lemas, tak berdaya. Cao Cao melihat Reina yang memeluk Kei, tubuhnya lemah dan terkulai.
"Semua pasukan... Bawa komandan Kei dan Reina ke tempat camp peristirahatan Han! " Cao Cao memerintahkan bawahannya untuk menolong Kei dan Reina. Xiahou Dun berjalan dengan prajuritnya menuju Reina, melihat Kei yang pingsan. "Tenang Kei... Sekutu telah menolong kita. " Reina berbisik sambil memeluk Kei, suaranya bercampur dengan tangisan.
"Nona... Kau tidak apa apa... " Xiahou Dun bertanya dengan lembut, melihat Reina dan Kei.
"Aku tidak apa apa... Tapi kekasih ku dia tak sadar kan diri... Tolong dia... Aku mohon... " Reina memohon kepada Xiahou Dun, matanya berkaca-kaca.
"Baiklah..." Xiahou Dun berdiri dan memanggil Dian Wei, "Dian Wei! Bawakan kuda!" Suaranya terdengar sedikit gugup, mencerminkan kekhawatirannya terhadap kondisi Kei dan Reina.
Cao Cao berjalan menuju Guan Yu, menjulurkan tangannya. "Kau baik-baik saja?" Cao Cao bertanya dengan suara datar, berusaha menyembunyikan rasa khawatir yang terpancar dari matanya.
"Aku tidak apa-apa..." Guan Yu meraih tangan Cao Cao dan berdiri. Ia terlihat kelelahan, tetapi matanya berbinar dengan semangat juang. "Kita berhasil..." Guan Yu berkata dengan suara berat, namun ada nada lega yang tersirat di sana.
Guan Yu melihat Zhang Fei yang menahan tubuh Liu Bei. "Guan Yu..." Zhang Fei berkata dengan suara berat, suaranya bergetar menahan emosi. Ia terlihat lelah dan terluka, tetapi matanya dipenuhi rasa syukur karena mereka berhasil melewati pertempuran yang sulit.
Guan Yu berjalan ke arah Zhang Fei dan Liu Bei, dibantu oleh Cao Cao. "Guan Yu... Kita berhasil mengalahkan Zhang Jiao..." Liu Bei berkata dengan suara lelah, tetapi ada secercah kebahagiaan di matanya. "Tapi Kei, Reina.... Aku khawatir dengan mereka berdua..." Liu Bei berkata dengan suara pelan, penuh kekhawatiran. Rasa khawatirnya terhadap Kei dan Reina mengalahkan rasa leganya atas kemenangan.
"Mereka berdua akan dibawa dengan kuda ke camp peristirahatan Han..." Cao Cao berkata kepada Liu Bei, berusaha menenangkannya. Ia berusaha terlihat tenang, tetapi matanya tak bisa menyembunyikan kekhawatiran.
Dari luar benteng, Xiahou Dun berdiri di gerbang benteng. "Cao Cao... Kuda nya telah sampai..." Xiahou Dun bersorak, tetapi suaranya terdengar sedikit ragu. Ia terlihat tegang, khawatir akan kondisi Kei dan Reina.
Guan Yu dan Cao Cao berjalan menuju Kei dan Reina. Kei terkulai lemas dalam pelukan Reina. Wajahnya pucat pasi, keringat dingin membasahi dahinya. Napasnya tersengal-sengal, tubuhnya gemetar hebat. Reina, yang tak kalah lelahnya, terlihat pucat dan kelelahan. Matanya sembab karena menangis, tubuhnya gemetar hebat, tetapi tangannya tetap erat memeluk Kei.
"Komandan Reina... Kuda nya telah sampai... Apakah kau bisa berdiri?" Cao Cao bertanya kepada Reina dengan suara datar, berusaha menyembunyikan rasa khawatir yang terpancar dari matanya.
"Bisa..." Reina berdiri dengan susah payah, tubuhnya masih gemetar. Ia berusaha membantu Kei untuk berdiri, meskipun Kei masih belum sadar. Matanya berkaca-kaca, dipenuhi rasa takut dan kekhawatiran.
Zhang Fei dan Liu Bei berjalan ke arah Kei dan Reina, memegangi badan Kei agar tidak jatuh. "Ayok... Kita keluar dari sini... Nak..." Zhang Fei berkata dengan suara berat, suaranya bergetar menahan emosi. Ia terlihat lelah dan terluka, tetapi matanya dipenuhi rasa sayang dan khawatir terhadap Kei.
Reina hanya terdiam dan mengangguk, mengusap air matanya. Ia terlihat rapuh, tetapi tekadnya untuk menyelamatkan Kei tetap kuat.
Cao Cao, Reina, Liu Bei, Zhang Fei, dan Guan Yu berjalan keluar benteng, membawa Kei yang diangkat oleh Guan Yu dan Zhang Fei. Mereka meninggalkan benteng yang hancur, membawa harapan baru untuk masa depan, tetapi juga membawa beban kekhawatiran untuk Kei dan Reina yang terluka.
Camp peristirahatan pribadi Reina dan Kei sunyi senyap, hanya diiringi suara desiran angin yang menerpa tenda tipis. Reina, dengan gaun tidurnya yang lembut, duduk di tepi ranjang, matanya menatap Kei yang tertidur pulas. Wajah Kei pucat pasi, keringat dingin masih menempel di dahinya. Napasnya tersengal-sengal, tubuhnya gemetar hebat. Pertempuran yang baru saja mereka lalui masih meninggalkan bekas yang dalam.
"Tinggal kan kami berdua di sini..." Ucap Reina, suaranya masih kelelahan, tetapi ada nada manja yang tersirat di sana.
"B... Baik lah nona..." Medis Han keluar dari camp peristirahatan Reina dan Kei, matanya berbinar-binar melihat Reina yang cantik dan elegan. Ia buru-buru meninggalkan mereka berdua, ingin memberi ruang bagi pasangan yang baru saja melewati masa-masa sulit.
Reina meraih kompres dan meletakkan nya di atas kepala Kei. "Kei... Aku sangat khawatir dengan mu..." Ucap Reina sambil mengusap-usap kepala Kei dengan penuh kasih sayang. Wajahnya dipenuhi kelegaan dan cinta, matanya berkaca-kaca.
"Kei... Aku ada di sini... Jangan khawatir ya..." Ucap Reina dengan suara lembut, menutupi kesedihannya.
Kei, yang masih tertidur, seakan merasakan sentuhan lembut Reina. Napasnya sedikit lebih tenang, tubuhnya tak lagi gemetar hebat.
Reina, yang kelelahan, akhirnya tertidur di samping Kei. Ia memeluk Kei dengan erat, seolah ingin melindungi Kei dari semua mimpi buruk yang mungkin menghampirinya.
Di luar, Zhang Fei mengintip mereka berdua dari pintu masuk ruangan peristirahatan Kei dan Reina. "Hahaha... Coba lihat si bodoh Reina... Dia memeluk pacar nya... Hahaha... Anak muda..." Ucap Zhang Fei sambil tertawa dari balik pintu ruangan peristirahatan Kei dan Reina.
"Hei... Sudah lah... Jangan mengintip mereka berdua Zhang Fei..." Ucap Liu Bei dengan pelan, matanya berbinar-binar karena melihat betapa romantisnya Reina dan Kei.
Tiba-tiba, Reina berdiri di belakang Zhang Fei dan Liu Bei. "Sedang mengintip ya..." Ucap Reina dengan suara yang lembut namun mengerikan.
Liu Bei pun melihat Reina dengan ketakutan. "Eh... Reina... Aku hanya melarang Zhang Fei tidak mengintip kalian berdua... Tapi kenapa kamu tiba tiba berdiri di belakang kami berdua..." Tanya Liu Bei agak sedikit gugup.
Zhang Fei pun memuntar-mutar kepala nya ke depan dan ke belakang. Terkejut Reina bisa secepat itu berdiri di belakang dia dan Liu Bei. Padahal yang di lihat Zhang Fei, Reina tidur dan memeluk Kei.
"Kau.. B-bagai mana..." Tanya Zhang Fei terpotong oleh ucapan Reina.
"Apakah mas lupa kalau aku sangat cepat... Sekarang akan aku beri hukuman karena telah mengintip kamar orang..." Reina berjalan sambil mengkretek tangan nya ke arah Liu Bei dan Zhang Fei.
"Sudah ku bilang... Jangan mengintip mereka berdua, bodoh..." Ucap Liu Bei ke arah Zhang Fei. Tapi Zhang Fei kabur karena takut di hajar Reina. "Haahaha... Dada Liu Bei." Ucap Zhang Fei sambil berlari menjauh dari tempat peristirahatan Reina dan Kei.
Tetapi Reina telah berdiri di depan Zhang Fei yang membuat Zhang Fei terkejut bukan main. "Kau..." Zhang Fei melihat ke belakang dan ke depan melihat Reina yang cepat sekali berpindah tempat.
"Seperti nya mas lupa ya... Aku ini sangat cepat loh..." Ucap Reina sambil berjalan ke arah Zhang Fei dan mengkretek leher nya sehingga menimbulkan bunyi yang mengerikan. "Tamat lah riwayat ku.." Pikiran Zhang Fei. "Tidak!" Teriakan Zhang Fei bergema di dalam hutan.
Reina hanya tersenyum manis. "Jangan khawatir, aku tidak akan mengalahkanmu. Aku hanya ingin mengingatkanmu untuk tidak mengintip lagi. Lagipula, aku lebih suka melihatmu mengintip dari balik semak-semak, bukan dari balik pintu."
Zhang Fei terdiam, keringat dingin membasahi dahinya. Ia hanya bisa mengangguk pasrah.
Liu Bei hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah Zhang Fei. Ia tahu bahwa Reina memang memiliki kekuatan yang luar biasa, kekuatan yang berasal dari darah keturunan dewa yang mengalir dalam dirinya. Kekuatan itu membuatnya mampu bergerak dengan kecepatan luar biasa, bahkan bisa berpindah tempat dalam sekejap mata.
"Baiklah, kita kembali ke camp saja," kata Liu Bei.
Zhang Fei hanya bisa mengangguk pasrah. Ia masih tertegun dengan kecepatan Reina dan kekuatannya.
Mereka pun kembali ke camp, meninggalkan Reina dan Kei yang tertidur pulas dalam pelukan kasih sayang.