Akan Ku Balas Hinaan Kalian Dengan Caraku
Bab 1. Anak sakit
POV Lastri
Jangan lupa untuk tinggalin jejak like dan komen di setiap bab ya readers. Karena like dan komen kalian sangat berarti buat mendukung Author 🙏😊
***
Diah panasnya tidak kunjung turun. Anakku itu sakit sudah beberapa hari. Hati ku cemas melihat keadaan putriku yang terbaring lemah di kamarnya. Tapi aku sudah tidak memiliki uang untuk pergi berobat.
Setiap bulan Mas Hendra selalu kurang memberi uang belanja bulanan buatku. Katanya uang 700ribu yang ia berikan sudah lebih dari cukup untuk makan kami bertiga. Benar, memang cukup untuk makan jika hanya lauk tahu, dan tempe dan oseng sayur setiap hari. Tapi tidak akan cukup jika uang itu juga untuk keperluan anak sekolah, bayar tagihan air dan listrik serta menampung keponakannya makan di rumah ini. Apalagi harga sembako semakin melambung tinggi.
"Mas Diah sudah tiga hari panasnya tidak turun. Aku mau minta uang buat berobat Diah. Obat yang aku beli di warung tidak ada perubahannya. Aku takut Diah kenapa-kenapa Mas."
"Tidak perlu bawa berobat segala. Kasih saja obat alami juga pasti sembuh. Dasar kamunya saja yang malas."
Aku sudah tahu, jawabnya Mas Hendra pasti begitu. Ini bukan kali pertama Mas Hendra bersikap seperti ini kepada anak kandungnya sendiri.
"Sudah mas, aku juga sudah memberinya obat alami saran dari Ibu. Tapi tetap saja panas Diah tidak turun Mas. Aku takut Diah..."
"Halah! Banyak alasan saja kamu mau minta uang! Tidak ada! Aku belum gajian. Kamu ini pagi-pagi bukannya ngurusin suami malah ngerepotin minta uang pagi-pagi. Mana sarapan ku?! Aku sudah mau telat berangkat kerja!"
"Tapi Mas..."
"Kamu mau jadi istri durhaka?!"
"Tidak Mas."
"Sana! Tunggu apa lagi?! Siapkan sarapan ku!"
Aku menghela napas berat. Aku bingung yang mana mau aku prioritaskan. Di dalam kamar Diah tubuhnya sangat panas dan butuh obat segera. Sedangkan suamiku minta dilayani segera.
Jujur aku kecewa dengan sikap suamiku. Ia tidak peduli dengan anak kami yang sudah terbaring sakit. Bahkan suamiku hanya sekedar melihat tanpa kasih sayang, dan lebih memilih tidur di rumah orang tuanya dari pada memberi perhatian pada anaknya yang sakit.
Setiap malam aku begadang ketika Diah mengerang sakit kepala. Bahkan terantuk-kantuk aku memijit anggota tubuhnya yang sakit, katanya. Berbeda dengan Mas Hendra tampak segar di waktu pagi, karena tidurnya pulas.
Belum lagi setelah menyiapkan sarapan Mas Hendra, aku harus segera ke rumah ibu mertua untuk membersihkan rumahnya. Lalu bagaimana dengan Diah? Aku tidak mungkin membawanya ke rumah Ibu. Sudah pasti pasti ia malah akan di marahi ibu jika merintih kesakitan disana, manja katanya. Jika ku tinggal sendiri di rumah, aku takut terjadi apa-apa pada Diah. Walau pun rumah ibu mertua hanya berjarak 3 buah rumah dari rumah ku, tetap saja aku merasa tidak nyaman meninggalkan putri ku yang sedang sakit.
"Lastri!! Mana sarapan ku?! Aku sudah telat ini!"
"Astagfirullahaladzim..."
Aku terkejut mendengar teriakan Mas hendra yang membuyarkan lamunan ku. Aku pun menggoreng telur yang masih ada sebiji untuk Mas Hendra. Mas Hendra tidak mau makan tahu dan tempe. Jadi telur itu khusus di beli untuk Mas Hendra saja.
Aku bukan penanak nasi di dapur, masih ada nasi yang cukup untuk di makan Mas Hendra dan Diah saja. Lalu aku pun memeriksa wadah penyimpan beras, untuk memasak nasi persiapan kami makan siang dan malam nanti. Tapi ternyata, sudah tidak ada beras disana. Kemana perginya beras yang baru aku beli 2 kilo kemarin?
Aku bingung. Sering sekali aku kecolongan bahan makanan ku disini. Kadang bawang-bawangku tiba-tiba habis, padahal aku hanya beli satu ons satu ons saja untuk berhemat. Kadang garamku tinggal separuh, atau minyak gorengku yang tinggal setengah gelas, padahal aku beli cuma setengah kilo untuk 1 minggu.
Lagi-lagi aku menghela napas berat. Dengan sisa nasi yang ada, aku pun menggoreng nasi untuk Mas Hendra dan Diah. Kemudian meletakkan toping telur mata ceplok yang aku goreng tadi. Setelah jadi, ku sungguhkan nasi goreng itu padanya.
Aku menelan ludah melihat Mas Hendra makan dengan lahapnya. Perut ku pun berbunyi keruyukan mencium aroma telur dan nasi goreng yang aku masak.
Aku teringat tidak ada beras lagi di rumah ini. Uang yang aku punya hanya tinggal 15 belas ribu rupiah untuk pegangan membeli obat di warung lagi, jika memang Mas Hendra tidak mau membawa Diah pergi berobat.
"Mas beras sudah habis. Aku butuh uang buat beli beras."
Takut-takut aku mencoba meminta uang pada Mas Hendra.
Kelentang!!
Aku terkejut Mas Hendra menghempaskan sendok dengan kasar sehingga berbunyi gaduh karena terbentur piring.
"Uang lagi! Uang lagi! Apa di otak mu itu hanya ada uang dan uang?! Masih seminggu lagi aku baru gajian. Bagaimana sih caramu mengatur uang yang aku kasih sampai tidak cukup dan selalu kekurangan hah?!"
Ku pejamkan mataku mendengar hardikan Mas Hendra. Aku harus bagaimana lagi menjelaskan padanya kalau uang yang selalu kurang tiap bulannya itu aku gunakan untuk apa saja. Bahkan aku harus bekerja mengambil upah menyetrika demi menutupi kekurangan itu.
"Mas, uang segitu mana cukup Mas, aku juga harus membayar tagihan listrik juga...."
"Halah selalu banyak alasan kamu! Jawab saja kerjaanmu! Mau jadi istri durhaka kamu?!"
Hardik Mas Hendra memotong penjelasan ku. Lihat lah, bagaimana mungkin ia bisa tahu kesulitan di rumah ini. Belum lagi bahan-bahan yang sering raib entah kemana. Dan Mas Hendra selalu mengancam dengan kata-kata istri durhaka. Tentu aku takut akan siksa Allah jika aku sampai menjadi istri durhaka.
"Lebih baik aku segera berangkat kerja. Lebih lama diam di rumah ini, selalu membuatku sakit kepala!" Sarkas Mas Hendra.
Tanpa mengucapkan salam Mas Hendra pergi berangkat kerja. Aku tahu Mas Hendra pasti tidak langsung pergi melainkan singgah dulu ke rumah orang tuanya.
Aku melangkahkan kaki ke depan teras untuk memastikan kecurigaanku. Dan benar saja, motor Mas Hendra berbelok ke rumah ibunya. Setelah ini aku pasti akan di marahi habis-habisan oleh ibu mertua.
Lagi-lagi aku menghela napas berat. Mencoba bersabar dan bertahan dalam rumah tangga yang tidak seindah dengan apa yang pernah aku bayangkan sebelum menikah dulu.
Aku melangkah masuk untuk memberi makan Diah dulu sebelum aku pergi ke rumah ibu mertua untuk berberes-beres di sana. Hanya ada sisa nasi goreng tanpa lauk. Telur sudah habis di makan Mas Hendra. Hanya ada tahu dan tempe sisa semalam. Aku pun menghangatkan sebentar untuk dimakan oleh Diah.
"Loh Diah?! Kok duduk Nak?"
Aku segera menghampiri Diah dan meletakkan piring berisi nasi goreng dan tahu goreng di atas meja dekat tempat tidur Diah. Segera ku raba kening putri ku untuk merasakan suhu tubuhnya.
"Alhamdulillah turun."
Aku senang suhu tubuhnya sudah mulai turun.
"Kamu tidak pusing Nak?" Tanyaku pada Diah.
Diah menggeleng.
"Bu, Diah laper."
Aku tersenyum. Kebetulan aku pun hendak memberi Diah makan.
"Ibu buatin nasi goreng dan ada tahu goreng. Diah makan ya?"
Diah mengangguk.
"Tidak pusing lagi Nak?" Tanyaku masih ada kecemasan di hati.
Diah menggeleng merespon ucapanku.
Alhamdulillah, sepertinya parutan bawang merah serta daun bunga kembang sepatu memberi efek yang baik untuk Diah. Aku mendapat saran dari tetanggaku yang menyuruh memberikan Diah dua tanaman itu, untuk mencoba menurunkan panas di tubuh Diah. Dengan campuran sedikit air aku menggosokkannya ke punggung dan di ubun-ubun kepalanya sesuai saran dari tetanggaku itu. Apakah memang benar karena itu? Yang pasti atas seijin Allah, Diah panasnya sudah turun dan aku hanya berikhtiar saja.
Aku lalu menyuapi Diah dengan nasi goreng yang ada dalam piring yang aku pegang. Untunglah Diah makan dengan lahap. Tubuhnya pun sudah mulai mengeluarkan keringat.
"LASTRI! LASTRI! DIMANA KAMU?!"
Diah dan aku terkejut mendengar teriakan Ibu mertua yang berjalan masuk ke dalam rumah.
Bersambung...
Note : Mohon bijak untuk berkomentar. Note ini di buat setelah novel ini tamat dan setelah membaca beberapa komentar buruk tentang tulisan ini. Ini hanya sekedar cerita, novel untuk penghibur saja. Alur cerita awal memang bikin sesak karena cerita novel tidak dari awal smpe akhir hanya indah-indah aja kan. Semua butuh proses, kata pepatah berakit-rakit ke hulu berenang-renang ketepian.
Tolong Author jangan di sumpahin🥺 aku cuma manusia biasa, ibu rumah tangga biasa yang cari tambahan penghasilan disini. Novelnya memang bikin darting karena tanpa kita tahu pasti ada di antara kita yang nasibnya mirip novel ini. Ini hanya cerita karangan aja yang mungkin mirip sama kehidupan nyata di luar sana. Jadi mohon, jangan di anggap buruk dulu novel ini kalau belum tahu jalan ceritanya sampai akhir. Terima kasih 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
Eric ardy Yahya
suami kayak gini , pantasnya dikasih pelajaran berharga agar dia mau aktif bekerja dan gak usah sok merasa dia paling hebat , palingan dia tuh aslinya mulai selingkuh kemudian hilang gak ada uang . habis tuh baru nuduh istri pemalas . di sini jelas banget suaminya yang pemalas .
2024-09-05
3
#ayu.kurniaa_
.
2024-11-10
0
John Weking
kasian siibu Dan anaknya
2024-11-07
0