"Seharusnya aku tahu, kalau sejak awal kamu hanya menganggap pernikahan ini hanya pernikahan kontrak tanpa ada rasa didalamnya. Lalu kenapa harus ada benihmu didalam rahimku?"
Indira tidak pernah mengira, bahwa pada suatu hari dia akan mendapatkan lamaran perjodohan, untuk menikah dengan pria yang bernama Juno Bastian. Indira yang memang sudah jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Juno, langsung setuju menikah dengan lelaki itu. Akan tetapi, tidak dengan Juno yang sama sekali tidak memiliki perasaan apapun terhadap Indira. Dia mengubah pernikahan itu menjadi pernikahan kontrak dengan memaksa Indira menandatangani surat persetujuan perceraian untuk dua tahun kemudian.
Dua tahun berlalu, Indira dinyatakan positif hamil dan dia berharap dengan kehamilannya ini, akan membuat Juno urung bercerai dengannya. Namun takdir berkata lain, ketika kehadiran masa lalu Juno yang juga sedang hamil anaknya, sudah mengubah segalanya.
Apa yang akan terjadi pada rumah tangganya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma Kirana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30. Pulang ke Jakarta?
Seenaknya Juno berbicara bahwa dia tidak akan pernah menceraikan Indira, dan Indira yang mendengarnya merasa sangat jijik. Sedangkan sekarang, dia akan segera memproses perceraiannya.
'Mimpi kamu Mas, aku tidak akan pernah kembali lagi dengan pria seperti kamu. Kamu hanya masa laluku' Kata-kata ini, Indira ucapkan dalam hati. Sebab, sekarang kepalanya sedang menyusun rencana untuk membalas perbuatan Juno dan membongkar kejahatan Sheila 6 tahun yang lalu.
"Apa maksud kamu? Kamu tidak akan pernah menceraikan dia? Itu artinya, aku istri kedua kamu? Enggak ..nggak bisa begini Juno, tarik ucapan kamu itu!" teriak Sheila yang tidak terima dengan perkataan Juno tentang suaminya yang tidak mau menceraikan Indira, istri pertamanya.
"Maaf Shei, tapi aku tidak bisa menceraikan Indira. Terlebih lagi, aku punya Devan."
Segampang itu Juno menomorduakan Sheila dan Viola, atau apakah dulu hanya berpura-pura di depan Indira, karena dia tidak mau kehilangan Indira dan Devan.
"Aku permisi pergi, pasti Devan udah nunggu aku."
Merasa pembicaraan ini tidak seharusnya melibatkannya, akhirnya Indira memutuskan untuk pamit dari sana.
"Tunggu dulu Indira!" dengan berani Juno memegang pergelangan tangan Indira untuk menahan kepergiannya. Indira langsung menyentak tangan Juno, yang membuat tangan Juno melepaskannya.
"Apa Mas? Kenapa aku masih harus di sini dan mendengarkan perdebatan suami istri?" tanya Indira sinis.
"Indira, aku cuma mau kamu mendapatkan permintaan maaf dari Sheila."
"Apa? Aku? Minta maaf sama wanita kampung ini? Kamu anggap aku apa sayang?" protes Sheila yang menolak untuk meminta maaf kepada Indira.
Jika dulu Indira dibela dan diakui seperti ini oleh Juno, mungkin dia akan merasa sangat bahagia dan menjadi wanita paling beruntung didunia. Tapi, sekarang Indira tidak mengharapkan semua itu lagi, di saat semua cinta dan hatinya sudah mati untuk Juno dan yang tersisa hanyalah perasaan benci.
"Shei, kamu harus minta maaf sama Indira. Karena kamu udah nampar dan dorong dia. Kamu juga hutang maaf sama aku, karena kamu sudah menghina anak aku!" ujar Juno tegas. Sejak tahu Devan adalah anaknya, Juno bersumpah untuk memperbaiki sikapnya agar lebih baik lagi. Entah itu kepada Indira, ataupun Devan.
"Juno, aku nggak nampar atau dorong dia! Dia yang-"
"Cukup Shei. Aku nggak mau denger omongan kamu. Minta maaf sama Indira," ucap Juno tegas.
Harga diri Sheila semakin tersudut, ketika suaminya malah memerintahkan agar dia meminta maaf pada wanita yang masih menjadi istri pertama suaminya. Padahal dulu, Juno selalu membelanya dan sekarang semuanya terbalik.
"Apa kamu sudah nggak cinta lagi sama aku sayang? Teganya kamu buat aku malu didepan wanita kampung ini."
Tak mau disuruh minta maaf, akhirnya Sheila memperlihatkan jurus pamungkasnya. Yaitu aktingnya sebagai seorang pemain film pemula. Air mata, yang bisa membuat Juno lemah padanya.
Benar saja, Juno langsung lemah melihat istri keduanya menangis. "Shei, bukannya gitu. Aku masih sayang sama kamu, hanya saja-"
"Kalau kamu tidak mau minta maaf, tidak usah berdrama seperti ini," pungkas Indira yang muak dengan kedua manusia ini. Indira langsung pergi dari sana meninggalkan Sheila dan Juno berdua.
"Indira! Indira tunggu!" Juno memanggil-manggil nama Indira dan hendak menyusul wanita itu, tapi Sheila menahan kepergiannya dari sana.
"Juno sayang..." Sheila memeluk Juno dan membuat pria egois itu tenggelam dalam sentuhan Sheila yang tak bisa dia tolak. Akan tetapi, akal sehatnya kembali saat dia mengingat sesuatu tentang istrinya.
"Shei please..."
"Juno, kamu kenapa jahat? Kenapa kamu melupakan janji kamu sama aku? Please... ceraikan wanita itu, aku nggak mau kamu menduakanku. Kamu mencintai aku kan?"
"Aku jahat? Baiklah, ayo kita bahas masalah kita sekarang Shei."
Juno melepaskan pelukannya dari Sheila, lalu dia pun mengeluarkan ponsel dari dalam saku jasnya. Dia menunjukkan foto Sheila yang sedang berciuman dan mesra dengan seorang pria.
"Katakan sama aku Shei. Ini editan kan?" tanya Juno yang membuat Sheila tersentak kaget. Kedua matanya melotot dan dia tahu kalau foto itu bukanlah editan.
"Kamu selingkuh dari aku Shei?"
'Mampus gue'
"I-ini..."
"Apa kurangnya aku selama ini Shei?" tanya Juno dengan nada kecewa. Terlihat kedua matanya menyorot tajam, tapi terlihat luka juga di dalamnya. Sheila sendiri bingung, bagaimana caranya mengelak atau merayu Juno seperti biasanya.
"Sepertinya aku tahu siapa yang harus aku ceraikan!"
Deg!
Jantung Sheila seakan berhenti berdetak saat mendengar perkataan Juno.
****
Mood Indira sungguh kacau setelah dia berinteraksi dengan Sheila, akan tetapi ada yang dia dapatkan dari Sheila, dan dia meyakini bahwa Sheila terlibat dengan insidennya 6 tahun yang lalu.
"Aku akan membongkar semuanya, aku akan membalas rasa sakit hatiku dan aku tidak akan pernah membiarkan kalian menyakitiku dan Devan lagi," gumam Indira sambil mengepalkan tangannya dengan kuat.
"Ma, mama kok lama banget sih!" seru Devan dengan bibir mencebik pada Indira.
Indira langsung tersenyum, saat dia melihat putranya sudah ada di hadapannya bersama dengan Dikta.
"Dari tadi Devan nyariin kamu, katanya dia mau ngajak pulang," kata Dikta.
Indira mengerutkan keningnya saat mendengar perkataan Dikta. "Pulang? Loh? Kok udah pulang lagi sih? Kan Devan baru naik 3 wahana? Devan belum naik wahana kapal laut kan?"
"Nggak ah. Aku mau pulang aja," ucap Devan yang moodnya juga kacau seperti mood Indira.
"Ya udah, ayo!" ajak Indira pada putranya, dia juga sudah kacau dan ingin istirahat saja.
Devan, Dikta dan Indira pun meninggalkan taman hiburan. Didalam perjalanan, Devan ketiduran dan Dikta menggendongnya dengan lembut, seperti seorang Ayah yang menggendong anaknya.
"Makasih Mas, lagi-lagi kamu selalu ada untuk aku dan Devan."
"Sama-sama Indira."
Dikta yang lebih banyak diam pada hari ini, membuat Indira pun bertanya-tanya. Dia tidak bisa menahan pertanyaannya dalam hati saja.
"Mas, ada apa? Kamu lagi ada masalah ya? Kenapa hari ini kamu banyak diam?" tanya Indira khawatir. "Atau, kamu sebenarnya lagi sakit?" tanyanya lagi.
"Enggak. Aku baik-baik aja, aku cuma..."
"Cuma apa Mas?"
Dikta terlihat gelisah, bahkan ragu untuk mengatakannya. Tapi, dia tetap bicara jujur. "Aku gelisah, terus menyimpan pertanyaan ini dalam hati."
"Pertanyaan apa Mas? Apa pertanyaan itu buat aku?" tanya Indira.
"Iya." Dikta mengangguk.
"Kalau begitu, Mas bisa tanyakan sama aku."
"Kamu, apa kamu dan Devan mau balik ke Jakarta karena kamu mau kembali lagi sama suami kamu?" tanya Dikta yang sontak saja membuat Indira terkejut. Pasalnya, kenapa Dikta bisa tahu soal nyatanya kembali ke Indonesia, ke Jakarta. Padahal Indira belum berbicara pada siapapun juga, tapi hanya Hilman yang mengetahui hal ini.
"Darimana, kamu tahu kalau aku akan pulang ke Jakarta Mas?"
"Hilman yang bilang, maaf. Itu karena aku yang tanya." Dikta selalu berkata jujur pada Indira, tapi kejujurannya kali ini sangat menyakiti Dikta sendiri.
"Apa Hilman bilang, alasan kenapa aku kembali ke Jakarta?"
****
penyesalan mu lagi otw juno