Hanya karna Elis mencintai suaminya, wanita 28 tahun itu membiarkan Arjuna suaminya untuk menikah lagi.
Bukan, bukan karna Elis merupakan wanita shaliha melainkan Elis tengah menghabiskan sisa cintanya terhadap sang suami.
Elis akan membiarkan hatinya terus tersakiti hingga cinta yang ia miliki tak bersisa.
Tidak ada kesalahan yang ia lakukan. Hanya saja tuntutan keluarga Arjuna yang menginginkan seorang putra. Sedangkan Elis sampai saat ini hanya bisa memberikan tiga putri saja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon indahnya halu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tolong perhatikan putramu
Pada akhirnya Elis jalan-jalan ke sebuah taman hiburan seorang diri. Temannya Ita kini tengah berkencan dengan seorang pria yang baru Ita kenal beberapa hari terakhir, sehingga Elis memilih untuk melanjutkan jalan jalannya seorang diri.
Elis juga membeli beberapa camilan untuk menemani berpetualang menjelajahi permainan demi permainan yang ingin ia coba. Ia baru saja selesai gajihan, dan lagi ia tidak perlu berhemat hari ini, mengingat Arjuna sudah menemukannya, tentu pria itu tak akan membiarkan ketiga putrinya dalam kekurangan. Elis juga menebak nebak jika Arjuna dan ketiga putrinya tengah bersenang-senang sekarang.
Suasana di taman hiburan itu cukup ramai, karna weekend banyak di antara mereka masyarakat membawa sanak saudara, istri serta anak mereka untuk menghabiskan waktu di taman hiburan. Yang memiliki wahana yang beragam, Elis juga tergoda untuk menaiki satu wahanga yang bernama biang lala. Ia ingin menikmati suasana kota di siang hari yang mendung ini. Elis bahkan sudah mengantri di antara beberapa orang yang hendak menaiki wahana itu.
Saat Elis hendak naik, ekor matanya tak sengaja menangkap sesosok anak laki-laki berkisar sekitar 8-9 tahun tengah terisak pelan di dekat tong sampah yang tersedia di taman hiburan itu.
Elis yang tak tega melihatnya akhirnya mendekat ke arah bocah itu.
Es cream di tangan anak itu sudah meleleh, membasahi tangannya. Sempat terpikir di pikiran Elis jika anak itu seorang anak yang terpisah dari orang tuanya, karna tak mungkin anak itu korban penculikan mengingat ramainya tempat itu.
"Kau sedang apa? Dimana orang tuamu?" Elis mendekat. Sesekali ia menyesap minuman miliknya, sosis bakar di tangannyapun masih utuh.
Anak laki laki dengan manik abu abu itu mendongak menatap kearah Elis dengan tatapan yang sulit di artikan. "Tante memiliki anak?" tanya bocah itu di antara suaranya yang di selingi isakan tangis. Elis mengangguk
"Ya, aku memiliki tiga orang anak perempuan." Elis duduk di samping anak itu kemudian mengambil sapu tangan miliknya, tangan Elis meraih tangan anak itu yang terkena lelehan es cream kemuadian membersihkannya.
"Tante menyayangi anak anak tante?" anak itu menatap tangan Elis yang tengah membersihkan tangannya.
"Tentu saja. Aku sangat menyayangi ketiga putriku." Elis tersenyum teduh serta mengusap rambut lembab anak laki laki yang ada di dekatnya.
"Oh, ya. Kemana mama dan papamu?"
Bukan menjawab anak itu justru malah menghambur kepelukan Elis, ia tak bisa menyembunyikan kesakitannya dari wanita yang mendatanginya.
"Hey, ada apa?" Elis tersentak saat seorang anak memeluknya, jangan jangan anak itu memang korban penculikan.
Elis mengurai pelukan, bukan ia tak mau di peluk hanya saja ia merasa risih saat anak itu memeluk dirinya. Apa lagi ia tidak mengenal anak itu.
"Mama dan papaku tak menginginkan aku. Papa selalu sibuk. Sedangkan aku kemari bersama Mama. Mama mendapat telepon dan harus pergi, katanya Papa akan menjemputku di sini." ujar anak itu di seka isak tangisnya. "Aku juga lapar, tidak memiliki uang. Di sinipun aku tidak mengenal siapapun. Tante bukan orang jahatkan?" Anak itu terlihat waspada, ia menarik tubuhnya untuk menciptakan jarak dengan Elis.
Elis tidak tersinggung sama sekali akan pertanyaan polos anak itu. Ia tengah berpikir orang tua mana yang tega meninggalkan seorang bocah di taman hibutmran tanpa pengawasan. Meskipunanak itu cukup besar, tapi setidaknya ini tempat ramai lagi pula kejahatan tidak mengenal tempat bagai mana jika ada sesuatu yang berniat jahat kepada anak itu.
"Kau tak perlu takut okay!" Anak itu mengangguk
"Berapa tahun usiamu? Dan siapa namamu?"
"Namaku Rain dan umurku 8 tahun." Bocah betnama Rain itu menatap ke arah makanan yang di bawa Elis, ia bisa menebak jika anak itu menginginkan makanan miliknya. Elis memberikan makanan miliknya juga membelikan beberapa makanan lainya, ia merasa kasihan dengan anak itu. Juga takut jika hal itu juga terjadi kepada anaknya.
Sudah dua jam Elis menunggu di tempat itu, bokong serta kakinya juga kesemutan karna tengah menunggu kedatangan ayah dari anak itu.
Niat hati Elis ingin helling justru malah menjaga anak orang. Salahkan saja dirinya terlalu peduli kepada orang lain. Seandainya saja ia bersikap bodo amat ia tak akan mungkin berada di posisi jenuh seperti ini.
Seseorang berstelan jas berwarna navy mulai mendekat ke arah Elis dan anak itu, terlihat juga ia tengah melakukan panghilan dengan seseorang di sebrang sana. Pria berperawakan jangkung itu kini berlari ke arah Rain seraya menyerukan namanya. "Rain ..."
Tapi bocah bernama Rain itu tidak menyahut sama sekali, tatapannya di penuhi kekecewaan yang begitu mendalam.
"Rain maaf Papa terkena macet." ungkap pria itu setelah tiba di hadapan putranya.
"Tega sekali kau membiarkan anak sekecil ini menunggu berjam jam di bawah terik matahari. Aku saja yang orang dewasa kepanasan." Elis mulai menghardik pria berkaca mata itu. Pria itu hanya diam mendengarkan Elis.
"Putramu bahkan kelaparan serta kehausan. Kata Rain Mamanya meninggalkannya di sini. Di mana istrimu itu? Tega sekali dia berlaku begitu kepada anaknya. Tempat ramai rawan kejahatan. Bukan aku menyumpahi atau berharap sesuatu hal yang buruk terjadi padanya. Hanya saja kalian sebagai orangtua harus bertanggung jawab." Pria itu masih diam, ia menatap lamat lamat Elis di balik kaca mata yang ia kenakan.
Ramainya taman hiburan itu tak menggoyahkan minat Elis mengomeli pria jangkung di hadapannya. Ia sungguh kesal kepada pria itu yang membiarkan anaknya menunggu sangat lama.
Kedua tanganpria itu terkepal, ia merasa sangat marah atas apa yang ibunya Rain lakukan, mantan istrinya meninggalkan putra mereka di sana.
"Papa, tante ini yang menjaga Rain sejak tadi. Tante ini juga membelikan Rain makanan dan minuman." ujar Rain pelan.
"Tante Terimakasih. Maaf sudah merepotkanmu."
"Tidak masalah Rain. Tante hanya kesal dengan bapakmu ini."
Bibir pria itu berkedut tipis. Ia melirik beberapa bekas makanan yang terkumpul di sana.
"Terimakasih sudah menjaga putraku , Elis." kata terakhir pria itu membuat Elis bungkam. Darimana ayah Rain mengetahui namanya? Sedangkan ia tidak tengah mengenakan seragam kerja miliknya. Tidak mungkinkan kaos mixue yang tengah ia kenakan ada tag namanya.
"Si-siapa kau?"
Pria itu membuka kaca matanya, baru ia sadari sekarang jika yang berada di depannya adalah Yudha. Om dari suaminya, pria itu juga merupakan pria yang mendonarkan darahnya kepada Jasmine empat tahun silam.
"Om Yudha." ucap Elis sembari menunjuk pria yang tengah memasukan kaca mata ke kantong jasnya.
"Tante mengenal Papaku?" tanya Rain.
"Dia Om Yudha. Adik dari mantan mertua tante." jawab Elis.
"Bagai mana kabarmu? Setelah menjadi wanita patah hati apa gelarmu berubah menjadi preman terminal?" Yudha terkekeh renyah, ia mengingat gaya Elis barusan yang memarahinya seraya berkacak pinggang.
"Perhatikan ucapanmu Om!"
"Astagha aku merasa tua sekali memiliki keponakan sedewasa dirimu." Yudha kembali tertawa.
"Sekali lagi terimakasih karna sudah menjaga putraku, Elis."
"Sama sama. Anggap saja ini balas budiku karna kau menolong putriku beberapa tahun lalu." ujar Elis. "Rain tante harus pergi jaga diri baik baik okay." Elis mengusap pipi Rain.
"Tunggu. Kau kemari bersama siapa? Lalu kemana ke tiga putrimu?"
"Aku kemari sendiri. Ketiga anakku tengah pergi bersama Papanya."
Yudha membathin, berarti Arjuna sudah menemukan keberadaan Elis dan ke tiga putrinya. Yudha kalah satu poin dari keponakan angkatnya.
"Jika aku boleh memberi saran, tolong! Perhatikan putramu. Jangan biarkan ia kekurangan kasih sayang yang selayaknya ia dapatkan! Berikan hak haknya sebagai anak sekalipun kau dan ibunya sudah berpisah. Maaf bukan aku mengguruimu, bukankah kewajiban kita untuk menyayomi dan memberikan rasa aman untuk mereka. Kau tidak tau saja betapa ke takutannya Rain tadi. Dia bahkan berpikir jika kau dan ibunya tidak menyayanginyanya. Jaga anakmu bagaimanapun caranya. Aku pamit."
Saat Elis hendak pergi, Rain memeluk pinggangnya dari belakang. "Tante saja yang menjadi ibuku. Aku janji akan jadi anak yang baik."