Tamara adalah seorang wanita malam yang mempunyai banyak pelanggan. Dia menjadi salah satu wanita favorit di tempatnya bekerja.
Kehidupannya begitu bebas, karna dia hidup sebatang kara tanpa adanya keluarga, orangtua ataupun sanak saudara.
Tamara terus teringat di malam dia mendapatkan sebuah rasa yang tak dapat dia lupakan. Akankah dia mendapatkan cinta tulus dari seorang pria..? mengingat dia adalah cinta satu malam dari banyaknya pria.
Dan siapakah orangtua Tamara yang sebenarnya..?
Penasaran dengan kisahnya, ikuti terus kisah hidup Tamara dan jangan lupa like, coment,favorit dan votenya ya...
Salam manis semoga sehat selalu...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cawica, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pondok pesantren
Mereka pun akhirnya tiba di sebuah desa, lewat petunjuk Nura mobil melewati jalan sempit khas pedesaan, dengan banyak lubang dan batu, juga tanah yang becek karna tergenang air hujan.
"Di ujung sana...itu bangunan pondok pesantrennya..."
kata Nura antusias karna sudah melihat gedung pondok pesantrennya dulu.
Seketika Ara pun tersenyum melihat sebuah gedung, dia semakin bersemangat meski gedung masih cukup jauh dari posisinya saat ini.Dalam bayangannya saat itu hanya ada sosok seorang wanita dan seorang pria yang tersenyum riang padanya, menyambut kedatangannya.
seperti apa ya wajah ayah dan ibuku...seperti apapun itu aku pasti akan menyayangi mereka..sungguh aku sangat merindukan mereka meski aku tak tau seperti apa rupa dan wajahnya....
batin Ara, Lamunan nya buyar begitu saja karna mendengar panggilan Nura.
"Ara..."
"Hmmm..ya...ada apa Nura..."
"Maaf..tapi sepertinya kau tak bisa masuk ke pondok pesantren dengan pakaian seperti ini..."
Ara pun memandang dress panjang nya, meski tidak tipis seperti biasanya tapi dress tersebut mempunyai belahan dada yang rendah, dia lalu melirik Nura yang ada di kursi tengah.
"Ya ampun kau benar Nura...bagaimana aku bisa melupakan hal ini...ini lingkungan pondok pesantren kan...bodoh sekali aku..."
kata Ara sambil menepuk keningnya.
"Tak perlu khawatir non...kalau nona mau, ini pakai saja jaket dan kerudung saya..biar saya menunggu di mobil saja bersama bayi ini.."
kata Sarti
"Loh mbak Sarti nggak ikut ke dalam..."
jawab Nura.
"Tidak...saya disini saja menjaga bayi nona...non Nura sama non Ara masuk saja...saya tak akan kemana-mana... mungkin akan berjalan-jalan nanti di sekitar sini bersama bayi ini...".
jawab Sarti sambil mencubit gemas bayi Nura.
" Baiklah mbak...terimakasih ya sebelumnya...saya pinjam dulu kerudung sama jaketnya ..."
jawab Ara berhati lega.
"Iya non...itu juga pemberian dari nona kok.."
"Ya tapi kan tetap saja ini sudah jadi milik mbak Sarti.."
"Hehe...iya non pakai saja gapapa..."
"Terimakasih juga ya mbak...kalau gitu nanti aku titip dia dulu ya..."
kata Nura menimpali.
"Iya non...saya akan jaga dengan sepenuh hati....dia bayi yang menggemaskan saya suka berlama-lama bersama dia.."
jawab mbak Sarti sambil mencubit pipi bayi Nura lagi.
Akhirnya mobil pun masuk di halaman pondok yang cukup luas, Ara memarkirkan mobilnya disana, lalu turun bersama Nura.
Beberapa santri yang lalu lalang disana memandang mobil Ara dengan heran, karna mobil mewah seperti milik Ara jarang sekali masuk di desa tersebut.
"Kita masuk di sebelah mana.."
kata Ara yang memandang banyak pintu yang berjejer disana.
"Bukan disini Ara...ini adalah kamar para santri..disana gedung utama..tempat tinggal pemilik pondok ini..."
jawab Nura menunjuk satu bangunan lagi yang lebih besar dari bangunan-bangunan lainnya disana.
"Baiklah ayo kesana.."
Keduanya pun telah sampai tepat di depan pintu masuk dan langsung di sambut oleh salah satu santri, Ara dan Nura pun di persilahkan masuk.
Ara dan Nura masuk di sebuah ruangan yang luas, Nura pun berkata.
"Disini biasanya pemilik pondok menerima tamunya..sabar dulu...dia masih memanggil pemilik rumah ini..."
"Kalau tak salah aku pernah melihatnya disana Ara...saat aku tengah bertugas membersihkan rumah ini..."
imbuh Nura lagi sambil menunjuk lemari kaca di ujung ruangan.
Ara pun memicingkan matanya, mencoba mencari benda yang sama seperti miliknya, matanya melihat satu-persatu berbagai hiasan yang terlihat kecil karna keberadaan lemari yang jauh dari tempat mereka duduk.
"Nah itu.. di ujung atas sebelah kanan...bukankah itu sama dengan batu giok milikmu..."
kata Nura lagi sambil tersenyum penuh percaya diri pada Ara.
Ara mencari arah telunjuk Nura, dan benar saja hiasan yang di tunjuk Nura terlihat sama persis dengan milik Ara.
"Nura..oh nak apa kau sehat.."
kata seorang perempuan yang datang menyapa dan memeluk Nura, dia sudah hafal betul dengan Nura karna prestasinya saat masih di pondok pesantren dulu,dia adalah sang pemilik pondok sekaligus guru mengaji disana.
"Saya sehat..bagaimana dengan ibu sendiri..."
jawab Nura sambil mencium tangan wanita itu.
Ara sendiri kini tengah duduk memandangi wanita yang yang sedang memeluk Nura, usianya masih sekitar empat puluh tahun, wajahnya masih terlihat cantik berseri, kulitnya putih dan dia memiliki badan yang sedikit gemuk.
apa dia ibuku... sehangat apa pelukan tangan itu....apa itu tangan yang aku rindukan selama ini....
Batin Ara sambil melihat Nura dan wanita yang ada di hadapannya .
"Aku tak sendiri bu...perkenalan dia Ara temanku..."
"Cantik sekali kau nak...darimana asalmu..."
kata Wanita itu sambil memeluk Ara hangat.
aku seperti pernah melihatnya
Batin wanita itu saat melihat Ara.
"Aku berasal dari kota B Bu...perkenalkan nama saya Ara..."
Ara pun juga mencium lembut tangan wanita itu, yang terasa hangat di setiap sentuhannya.
"Kami datang kesini karna ada sebuah keperluan bu.."
kata Nura tiba-tiba yang tak ingin berbasa-basi.
"Katakan Nura...apa keperluanmu...siapa tahu ibu bisa bantu..."
jawab Wanita itu sambil berjalan dan duduk di kursi di hadapan Ara dan Nura.
Dan Nura pun menceritakan maksud dari kedatangan mereka, dia juga menceritakan kisah hidup Ara dan tentang batu yang dia cari selama ini.
"Jadi batu mana yang kalian maksud nak...tu jukkan pada ibu.."
katanya sambil menunjuk lemari kaca yang tepat lurus di belakangnya, di dalamnya memang banyak koleksi batu giok dengan berbagai ukuran dan warna.
Ara tak menunjuk batu yang ada dalam lemari, dia mengeluarkan batu miliknya yang sudah dia simpan di dalam tas Selempang miliknya.
"Ini Bu...ini batu yang di tinggalkan oleh orangtuaku dulu..."
kata Ara matanya sudah terlihat berkaca-kaca.
Expresi hangatnya saat Ara dan Nura datang, juga keramahannya saat mendengarkan detail cerita kehidupan Ara seketika berubah, dia malah menampakkan expresi sedih saat melihat batu yang di keluarkan Ara.
Ara menaruhnya di atas meja, dan memandang lekat wanita di hadapannya.
"A...a...Aisyah...."
kata Wanita itu terbata dengan mata yang mulai menitikkan air mata.
Mendengar wanita di hadapannya menyebutkan nama Aisyah, Nura pun bertanya-tanya siapa pemilik nama itu karna Nura tak mengenal siapa pun yang bernama Aisyah disana.
Aisyah...siapa dia...apa dia nama dari ibu kandung Ara...ustadzah bernama Almaira dia jelas bukan ibu kandung Ara....tapi siapa Aisyah sebenarnya... kenapa ibu Alma sampai menangis menyebutkan namanya...apa mungkin ibu kandung Ara sudah meninggal...
batin Nura yang bingung menatap wanita pemilik pondok bernama Alma itu.
"Aisyah...siapa dia Bu...katakan...apa dia ibuku...dan dimana dia sekarang..."
kata Ara dengan air mata yang mulai jatuh di pipinya, dia menatap lekat Alma yang tepat berada di hadapannya.
"Ya...jika memang ini adalah batu giok yang di tinggalkan orangtuamu...maka Aisyah adalah ibu kandungmu nak...kau anak dari Aisyah saudaraku..."
kata Alma sambil berdiri memutari meja dan memeluk Ara dengan erat, sambil terus menitikkan air mata.
.
.
.
.
.
Bersambung...
Semoga ada bonus chapter nya,dengan ara yg bnyk ank🤭
karena rasanya gak rela deh udah tamat aja😢
nih ku kasih vote untuk mu thor,karena cerita nya Sangat bagus😘
ah seneng banget aku🥰🥰